Bacaan Keluarga 2024

IDENTITAS DALAM KELUARGA

Daftar Isi
Pendahuluan

  1. Identitas Pribadi Kita dalam Terang Allah
    Sabat, 4 Mei 2024
    Penulis: Str. Ines Mueller – Jerman
  2. Identitas Anak-Anak Kita Menurut Allah
    Kamis, 9 Mei 2024
    Penulis: Pdt. Nicolas Anca – Kanada
  3. Identitas Seorang Perempuan
    Menurut Allah
    Jumat, 10 Mei 2024
    Penulis: Pdt. Adalicio Fontes – Portugal
  4. Pemeliharaan Keluarga Menurut Allah
    Sabat, 11 Mei 2024
    Penulis: Pdt. Pablo Hunger – Amerika Serikat
  5. Identitas Manusia Menurut Allah
    Minggu, 12 Mei 2024
    Penulis: Str. Elizabeth Cabrera – Amerika Serikat
  6. Keluarga Mengidentifikasi Dirinya dengan Gereja
    Sabat, 18 Mei 2024
    Penulis: Pdt. Victor Carbajal – Peru
  7. Identitas dalam Keluarga
    Sabat, 25 Mei 2024
    Penulis: Pdt. Samuel Maravilha – Brasil

Pendahuluan

Di surga, semuanya berbahagia, tidak ada yang mengganggu kegembiraan dan stabilitas tempat itu. Allah berkomunikasi secara bebas dengan semua malaikat suci, dan pemerintahan ilahi dikasihi dan dihormati oleh semua golongan malaikat dan makhluk di alam semesta. Di tempat yang indah itu, dalam benak Allah, lahirlah suatu gagasan tiada tara untuk menciptakan pasangan suci. Laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya sebagai mahkota penciptaan, makhluk yang sempurna, merdeka, mampu berpikir dan bertindak bebas, dengan nilai dan prinsip yang suci. Saat mereka telah tercipta hidup, kegembiraan terpancar dari wajah mereka; mereka diciptakan untuk memenuhi tujuan ilahi dan membentuk rumah bagi kemuliaan Allah. Allah menciptakan keluarga menurut gambar dan rupa-Nya, dengan tujuan agar selalu berada dalam rahmat-Nya, sehingga menjamin kemakmuran dan kesuciannya untuk hidup kekal.

Namun, bahaya mengintai salah satu makhluk yang diciptakan oleh tangan Ilahi ini, yang kemudian malah memutuskan untuk memberontak melawan Penciptanya, dan demikianlah dosa pertama kali masuk ke surga dan kemudian ke bumi, mempengaruhi pasangan suci tersebut. Makhluk jahat ini memutuskan untuk menghancurkan tidak hanya citra dan identitas sejumlah besar malaikat yang ikut bersamanya dalam pemberontakan tetapi juga pasangan suci yang telah diciptakan itu. Dengan cara ini, rencana Allah bagi manusia menjadi kabur dan ternodai, dan jika bukan karena campur tangan rencana penebusan yang tiada tandingannya, umat manusia akan binasa tanpa harapan apa pun. Puji Tuhan atas karunia-Nya yang tak terlukiskan dalam menyediakan keselamatan yang begitu luar biasa!

Menurut Yohanes 10:10, “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;…”; musuh datang untuk membunuh dan hendak mengambil alih identitas manusia melalui teori-teori yang merusak. Dengan demikian, kejahatan dimasukkan ke dalam budaya, pendidikan, agama palsu, berbagai bentuk teknologi, ilmu pengetahuan yang menyesatkan, politik, ideologi keliru dalam ilmu kesehatan, ilmu pikiran yang menyimpang, prakti-praktik kehidupan, dan bahkan ke dalam pikiran anak-anak dan remaja, memanipulasi hati nurani untuk menguntungkan sistem dominasi global duniawi yang palsu, di antara satu dengan yang lain.

Saudara dan Saudari, kita sedang hidup di masa-masa sulit di mana keluarga kita diserang dari segala sisi. Karena alasan ini, Departemen Keluarga membuat seruan mendesak kepada masyarakat, keluarga, dan gereja untuk secara pribadi berhubungan kembali dengan Kristus dan kembali kepada rancangan awal penciptaan manusia. Efesus 2:10 menyatakan, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik …”.

Kami rindu setiap anggota dan keluarga kembali menjalin hubungan yang karib dan intim dengan Allah, untuk dapat dikuatkan, dan dipulihkan identitasnya di dalam Kristus. Dengan memulihkan hubungan dan jati diri kita dengan Allah, hasilnya adalah laki-laki dan perempuan yang bahagia, damai, dan mantap, dengan kesehatan mental yang seimbang dan stabil, dan dapat berkontribusi pada keharmonisan jemaat yang memuliakan Penciptanya.

Demikianlah, kami mengundang Saudara dan Saudari untuk berperan serta dalam rangkaian bacaan bulan Mei 2024, yang telah disiapkan oleh Departemen Keluarga GC. Bacaan ini harus dibaca di tiap-tiap jemaat dan kelompok di seluruh dunia. Harapan dan doa kami adalah agar bacaan ini dapat berfungsi sebagai alat ataupun sarana bagi tiap-tiap pembacanya untuk dapat menemukan kembali identitas mereka di dalam Yesus Kristus.

BACAAN 1 (Sabat, 4 Mei 2024)

Identitas Pribadi Kita dalam Terang Allah

Oleh Sister Ines Mueller

Siapa saya? Apa yang membedakan saya dari orang lain? Orang-orang mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini pada diri mereka sendiri sejak usia dini dan mencapai kejelasan di masa muda mereka; Namun, mereka terus berkembang. Tiap generasi filsuf dan psikolog tampaknya mempunyai gagasan masing-masing mengenai kepribadian atau identitas pribadi tiap individu.1 Manakah yang akan bertahan? Di dalam Alkitab, kita mempunyai penasihat yang paling kompeten: Pencipta kita. Dalam Firman-Nya, setiap orang dapat menemukan, menemukan, takjub, dan menerima dirinya sendiri. Namun, ini juga tentang dikelilingi oleh manusia unik lainnya.

Apa sebenarnya identitas itu?

Kata identitas berasal dari bahasa Latin “idem”, yang berarti “sama, sesuai atau setara.” Identitas manusia berarti kesesuaian seseorang dengan diri sendiri dan merupakan ekspresi atau ungkapan dari tabiat atau karakter khas seseorang. Mengidentifikasi seseorang berarti mengenali mereka dengan jelas.

Siapa saya?

Cermin bahkan tidak dapat menunjukkan apa yang benar-benar mendefinisikan seseorang karena yang paling penting adalah pada pikiran dan keinginannya, minat dan kesukaannya, temperamen, karunia dan kemampuan, bahasa, dan perbuatan-perbuatan mereka. Cermin nyaris tidak dapat mencerminkan jejak yang ditinggalkan oleh kehidupan sosial, pengalaman, dan pengaruh seseorang. Ketakutan dan kekhawatiran, harapan dan rencana juga tidak diungkapkan oleh pantulan di cermin. Apa yang tidak mudah terlihat secara kasat mata justru menjadi faktor penentu: temperamen, tabiat, dan kepribadian secara keseluruhan. Kami ingin mendefinisikan konsep-konsep yang tercakup pada identitas pribadi ini.

Temperamen adalah “pengalaman batin seseorang dalam menanggapi lingkungan mereka dan, berasal dari itu, perilaku mereka.”2

Tabiat menggambarkan ciri-ciri mental dan emosional seseorang, yang didapat dari bawaan atau diperoleh dari pembelajaran, dan menentukan perilaku mereka dan membentuk kepribadian mereka.

Kepribadian dan tabiat sering digunakan secara sinonim. “Tetapi hanya ada satu Model atau Pola dari mana tabiat manusia harus dibentuk – tabiat Kristus.”4

Untuk meringkas semua karakteristik dan sifat, kepribadian tiap individu adalah unik dan tidak ada duanya.

Identitas atau kepribadian manusia terdiri dari semua komponen ini, dan ia mencakup pengetahuan tentang: “Darimana saya berasal?”. Singkatnya, identitas adalah jawaban atas pertanyaan: “Siapa, apa, bagaimana, dan darimana atau dimana saya?”. “Masing-masing dari kita memiliki kepribadian, yakni identitas yang tidak dapat diserahkan kepada manusia lain. Kita secara pribadi adalah hasil karya Allah.” –Letter 92, 1895″.6  “Allah telah memberikan kepada masing-masing kita, baik laki-laki dan perempuan, suatu identitas, yang merupakan kepribadian diri kita.”7

Apa kata Alkitab tentang identitas kita?

Kita dapat mempelajari hal yang paling penting tentang identitas kita di halaman-halaman pertama Alkitab: “Maka Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia ….” (Kejadian 1:27).

Bapa surgawi kita menciptakan, mengaruniakan dan memberkati kita masing-masing, menjadikan kita ciptaan Allah yang unik. Kita dapat mengungkapkannya seperti Raja Daud: “Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib;…” (Mazmur 139:14).

Keberadaan kita berakar dari rencana Allah. Terlepas dari perbedaan yang kita rasakan dan miliki, semua orang adalah sama dimata-Nya. Allah tidak merencanakan penggolongan atau pemisahan apa pun berdasarkan asal, warna kulit, atau jenis kelamin atau apapun. Bagaimana kita membayangkan Adam dan Hawa? Ya, mereka sempurna. Tapi apa artinya itu? Bukankah setiap era dan setiap kebangsaan memiliki gagasan kesempurnaannya sendiri dan berisiko membangun tembok dan meminggirkan mereka yang dianggap tidak sesuai dengan cita-cita yang seharusnya? Manusia terlalu memperhatikan penampilan luar, tetapi “… Tuhan melihat hati” (1 Samuel 16:7). Itulah sebabnya manusia tidak dapat mencari identitas yang tersembunyi dari nilai-nilai batin, baik dalam diri mereka sendiri maupun orang lain. Fakta bahwa identitas kita terkait dengan batin kita ditunjukkan oleh kesaksian ini: “Mereka mungkin saja telah cacat, sakit, atau rusak dalam kehidupan fana ini, tetapi akan muncul dalam kesehatan dan bentuk yang sempurna; namun dalam tubuh yang dimuliakan identitas mereka akan dipertahankan dengan sempurna.”

Manusia pertama telah kehilangan kesempurnaan mereka, yakni identitas tanpa dosa mereka, akibat kejatuhan mereka karena ketidaktaatan. Sejak itu, Allah telah menawarkan kepada manusia identitas yang mencakup pengampunan atas pelanggaran dan kehidupan yang bergumul melawan dosa.

Setiap orang terus membawa sebagian dari “gambar Allah” ini di dalam diri mereka. Identitas Allah mencakup kehendak bebas-Nya dengan kemampuan untuk memilih atau mengambil keputusan. Imajinasi dan kreativitas juga terkait erat dengan penciptaan. Bahkan orang-orang yang mendasarkan hidup mereka pada pandangan yang berbeda dari dunia ini masih tetap mempertahankan ciri karakteristik identitas ini. Namun, mereka melupakan Allah sebagai sumber mereka.

Kemampuan dan keterampilan, pengalaman dan tugas kewajiban, lingkungan hidup dan teman sebaya, pernikahan dan keluarga, kondisi fisik, dan detail lainnya memengaruhi dan membentuk identitas kita. “Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.” (1 Korintus 12:6, 7). Seorang Penulis Rusia, Dostoevsky menyadari bahwa: “Mencintai seseorang berarti melihatnya seperti yang Tuhan inginkan.”9 Menurut perintah “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri,” menyatakan bahwa kita tidak dapat mengasihi diri kita sendiri kecuali bila kita mau melihat diri kita dan sesama kita sebagaimana Allah menghendakinya.

Identitas kita sebagai orang Kristen harus dikembangkan sesuai dengan terang Alkitab, karena “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Timotius 3:16, 17). ” Orang-orang Kristen akan menunjukkan tabiat yang kudus, dan perbuatan serta dorongan hati mereka akan dimotivasi oleh Roh Kudus.” –ST, 6 Agustus 1912

Identitas Kristen kita dapat diringkas sebagai:

Kita semua adalah ciptaan Allah12 tetapi kita diundang untuk menjadi lebih dari sekedar menjadi ciptaan-Nya. Kita dapat mengakui bahwa kita adalah milik Allah dan sebagai ciptaan baru,13 melalui keinsafan,14 bahwa kita adalah anak-anak-Nya.15 Sebagai orang berdosa kita diampuni16 jika kita menyebut Yesus sahabat kita17 dan kita ditebus18 melalui Dia. Bagi orang-orang lain, kita adalah bagai “garam dan terang”19, “wakil-wakil Allah”20, dan “surat Kristus”21. Sebagai warga negara sorgawi,22 kita menantikan kembalinya Yesus23 dan kehidupan kekal.24 Kita dikasihi oleh Allah,25 dikenal-Nya26, dan berharga bagi Bapa surgawi kita.27

Identitas Gender

Segala sesuatu yang dibesar-besarkan dengan cepat menjadi tidak seimbang. Hari-hari ini tampaknya sulit bagi banyak orang untuk menemukan identitas mereka, terutama ketika menyangkut gender. Topik ini menempati tempat penting dalam media, masyarakat, dan  pendidikan anak-anak. Namun, kami tidak akan mencoba mengklarifikasi masalah dari sudut pandang medis atau psikologis. Sebaliknya, kita harus memperhatikan nasihat yang berusia hampir 3.000 tahun berikut ini: “… Baiklah tanyakan dahulu firman TUHAN.” (1 Raja-Raja 22:5). Ketika manusia pertama muncul dari tangan Allah, kualitas-Nya adalah “sungguh amat baik.”28 Adam dan Hawa, yang adalah sebagai laki-laki dan perempuan, tercipta sepenuhnya sempurna. Apakah mereka bahagia? “… Segala sesuatu yang Allah buat adalah dalam kesempurnaan keindahan, dan sepertinya tidak ada satupun yang kurang di bumi yang telah Allah ciptakan untuk dapat membuat Adam dan Hawa bahagia.29

Tampaknya semakin sulit untuk mengembangkan identitas maskulin atau tahu seperti apa rasanya. Lembut atau macho? Masyarakat kita bekerja dengan ekstrem dan klise. Terkadang ada perbedaan tajam antara kedua jenis kelamin, sementara di lain waktu semua perbedaan menjadi samar. Semakin banyak, orang-orang muda yang menderita secara psikologis dan fisik dalam proses penemuan jati diri mereka dan dalam mengembangkan, misalnya, gangguan makan.30 Pengetahuan lama ditegaskan hari ini: Anak laki-laki dan perempuan berkembang dengan sangat berbeda.31

Allah telah mengaruniai kita Firman-Nya untuk memberi “… kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda.” (Amsal 1:4). Alkitab menganulir ide-ide yang dengannya anak laki-laki dan laki-laki dewasa pada umumnya diidentifikasi. Karakteristik seperti: keras, tidak berperasaan, impulsif, agresif, tidak bertanggung jawab, dan lalai tugas adalah hal-hal yang di mata dunia dapat memberikan gambaran sebagai “laki-laki yang gagah,” tetapi bukan itu cara Alkitab menggambarkan “seorang yang berkenan di hati Tuhan.” Dalam 1 Samuel 13:14, kita belajar bahwa pemerintahan Saul tidak akan bertahan lama. Allah memilih “seorang yang berkenan di hati-Nya” karena Saul tidak menaati perintah Allah. Orang yang berkenan di hati Allah ini adalah orang yang taat kepada Allah. Itu harus menjadi tujuan apapun identitas anak-anak kita, bahwa mereka menjadi manusia yang berkenan di hati Allah “… maka kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki. Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya,” (1 Raja-Raja 2:2, 3). Apa sebenarnya yang harus dipelajari anak laki-laki? Kelemahlembutan dan kerendahan hati32 sehingga “… kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,” (Efesus 4:13).

“Semua kekuatan pikiran dan tubuh hendaknya dipergunakan ke dalam latihan dan kehidupan yang aktif agar orang-orang muda dapat menjadi laki-laki dan perempuan yang kuat dan seimbang baik.” —The Signs of the Times, 29 Juni 1882.33

Berbahagialah Menjadi Perempuan

Masa lalu dan masa kini ditandai oleh penindasan terhadap perempuan. Pengalaman dan perasaan banyak perempuan umumnya berkisar dari ketidakberdayaan dan kurangnya hak hingga persepsi kurang berharga dan ketidakadilan terjadi dalam kehidupan keluarga, di dunia kerja, dan kadang-kadang di dalam gereja juga. Anak perempuan terus mencari pedoman, bertanya-tanya tentang nilai-nilai, dan memimpikan kehidupan yang bahagia. Saya bertanya kepada anak perempuan dan perempuan-perempuan muda dan dewasa dari berbagai usia di gereja: “Siapa yang pernah berpikir: Oh, seandainya saya laki-laki!”? Hampir semuanya menjawab ya dengan tegas! Saya juga melihat ini sebagai tanggung jawab gereja.

Ketika saya lahir, nenek saya berkata, “Dia hanya seorang anak perempuan!”. Apakah Yesus melihat saya seperti itu? Bagaimana saya bisa mengalami, sebagai seorang anak dan remaja, bahwa Allah telah menciptakan sesuatu yang indah ketika Dia menciptakan saya? Orang tua saya menunjukkan betapa mereka mengasihi saya. Saya tidak pernah mendengar mereka berkata, “Kami benar-benar menginginkan seorang anak laki-laki, dan kemudian kamu hadir.” Kemudian ketika saya mendengar cerita-cerita Alkitab dan membacanya sendiri, saya menyadari bagaimana Yesus memandang juga kaum perempuan dan menunjukkan kepada mereka bahwa Dia adalah Juruselamat mereka juga, dan bahwa Dia pun mengasihi mereka. Seorang perempuan, yakni Maria, adalah orang pertama yang diberitahu ketika Mesias akan segera datang ke dunia ini dengan terlahir sebagai seorang anak kecil. Dia meringkas bagaimana kita harus bersikap terhadap Yesus: “Lakukan apa yang Dia katakan kepadamu.” Terutama, para perempuan juga yang kedapatan setia berada di kaki salib, dan perempuan juga yang pertama berkomunikasi langsung dengan Juruselamat ketika Ia bangkit. Proklamasi Kristen juga dimulai dengan perempuan. Saya dapat merenung-renungkan semua ini ketika saya mengenali diri saya sebagai seorang perempuan. Sebagai perempuan, kita bukanlah bayangan ataupun salinan laki-laki. Kita tercipta istimewa dan berharga. Saya, dan kita semua adalah istimewa! diciptakan dengan begitu banyak kemampuan dengan karunia dan kesanggupan-kesanggupan, baik mental maupun fisik, dengan imajinasi dan mimpi, empati, emosi, dan humor, dengan kemampuan untuk membuat keputusan yang baik dan pilihan untuk dapat mengikuti cara-cara Allah. Yesus ingin kita mengenali tugas-tugas kita, menjadi kreatif, bertanggung jawab, dan menjadi berhasil dan sukses. Allah tidak ingin engkau mengalami kesulitan untuk hidup sebagai seorang perempuan, sebaliknya, kita harus bersyukur dan menemukan identitas kita di dalam Kristus. Dia adalah Pencipta, Rekan Kerja, Sahabat, dan Juruselamat kita. Juruselamat memberi kita identitas yang memperkenankan kita untuk dapat berbahagia. Jangan pernah lupa: kita adalah salah satu ide Allah Pencipta yang luar biasa. Yesus ingin menghabiskan masa kekekalan bersama kita. Beranilah untuk berkembang menjadi perempuan yang Allah rancangkan dimanapun kita ditempatkan-Nya, dalam keluarga dan lingkungan kita. Berpeganglah pada Kristus dalam setiap situasi, karena Dia sedia memberi kita identitas kita sebagai putri-Nya!

Tidak sama, tetapi bernilai sama “… laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kejadian 1:27)

Adam dan Hawa, yang diciptakan menurut gambar Allah, memiliki sifat-sifat ilahi. Namun, kejatuhan manusia menghancurkan harmoni ini dan menciptakan perpecahan. Jika Allah telah menciptakan perempuan dan laki-laki sebagai pasangan, maka keduanya dapat saling melengkapi! Ketika kita berbicara tentang Sabat dan reformasi kesehatan, kita sering berkata: “Pergilah ke Taman Eden!”, Dan juga ketika berbicara tentang identitas gender: “Pergilah ke Taman Eden!” Lihatlah pikiran Allah yang penuh kasih ketika ia merancang dan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Penuhilah kehendak Allah ini, maka kita akan dapat memiliki sepotong kecil surga di bumi ini!

“Hawa diciptakan dari tulang rusuk yang diambil dari sisi Adam, menandakan bahwa dia tidak boleh mengendalikannya sebagai kepala, atau diinjak-injak di bawah kakinya sebagai pihak yang lemah, tetapi harus berdiri di sisinya sebagai yang setara, untuk dikasihi dan dilindungi olehnya. Sebagai bagian dari manusia, tulang dari tulangnya, dan daging dari dagingnya, dia adalah dirinya yang kedua…”34

Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Galatia 3:28). Laki-laki dan perempuan memang tidak sama – tetapi memiliki nilai yang sama, bukan sekedar sama secara membosankannya – tetapi sangat berbeda dengan sangat menariknya, tidak terpisahkan satu sama lain – tetapi saling melengkapi satu sama lainnya. Kita ini berbeda secara unik, itulah sebabnya: “.. Terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah.” (Roma 15:7)

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan – mengapa berbeda?

“… laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kejadian 1:27). Baik laki-laki maupun perempuan tidak dapat secara independen mencerminkan gambar Allah dalam kepenuhan-Nya. Keduanya diperlukan agar melalui perbedaan yang mereka miliki, mereka dapat saling melengkapi dan hadir untuk mencerminkan gambar Allah. Ini bukan tentang perbedaan fisik tetapi tentang seluruh kehidupan mental dan rohaninya. Perempuan bukanlah laki-laki dengan fungsi tambahan melahirkan. Melainkan, Allah telah menciptakan perempuan utuh secara keseluruhan (berpikir, merasakan, cara bertindak …) sama uniknya dengan laki-laki, dan tidak kalah berharganya.

Mereka yang mengerti harga dan nilai diri mereka sendiri akan tahu bagaimana mereka dapat membantu orang lain. Pengetahuan ini mendorong kita untuk berempati dan diperlukan agar kasih bagi sesama kita dipenuhi dengan karya-karya perbuatan kasih kita; sebagaimana Yohanes menulis: ” Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja.” (3 Yohanes 2). Saling membantulah satu sama lain untuk dapat mengembangkan identitas mereka sesuai dengan terang Allah dan temukanlah kepribadian unik kita yang dikaruniakan-Nya. Amin.

Catatan:          
1          Lihat https://www.philomag.de/lexikon/identitaet diunduh pada: 3.10.23
2          https://www.wortbedeutung.info/Temperament/ diunduh pada: 3.10.23
3          Lihat https://www.wortbedeutung.info/Charakter/ diunduh pada: 3.10.23
4          E.G. White, Adventist Bible Commentary, Volume 6, hlm. 1098.
5          Lihat https://www.values-academy.de/individualitaet/ diunduh pada: 3.10.23
6          E.G. White, Letters and Manuscripts — Volume 10 (1895)
7          E.G. White, Letters to Young Lovers, 1987, hlm. 48.
8          E.G. White, Last Day Events, hlm. 295.
9          https://www.aphorismen.de/zitat/150308 diakses pada: 5.10.23.
10        Lihat Matius 22:39.
11        E. G. White, Mind, Character dan Personality, Volume 2, hlm. 573.
12        Lihat Mazmur 139:14.
13        Lihat 2 Korintus 5:17.
14        Lihat Lukas 15:7.
15        Lihat 1 Yohanes 3:1.
16        Lihat Titus 2:11, 12.
17        Lihat Yohanes 15:14.
18        Lihat Efesus 1:7.
19        Lihat Matius 5:13, 14.
20        Lihat 2 Korintus 5:20.
21        Lihat 2 Korintus 3:2.
22        Lihat Filipi 3:20.
23        Lihat 2 Petrus 3:13.
24        Lihat Titus 1:2.
25        Lihat Yeremia 31:3.
26        Lihat Mazmur 139.
27        Lihat Yesaya 43:4.
28        Lihat Kejadian 1:31.
29        E.G. White, The Truth about Angels, hlm. 53.
30        Lihat https://de.statista.com/themen/10246/essstoerungen/#topicOverview yang diunduh  Pada: 8.10.23.
31        Central German newspaper, 08/12/2006, hlm. 11.
32        Lihat Matius 11:28, 29.
33        E.G. White, Mind, Character and Personality, Volume 1, hlm. 188.
34        E.G. White, Letters to Young Lovers, 1987, hlm. 11.
Ayat-ayat Alkitab telah diambil dari Alkitab King James kecuali versi lain ditunjukkan.   

BACAAN 2 (Kamis, 9 Mei 2024)

Identitas Anak-Anak Kita Menurut Allah

Oleh Nicolas Anca

Identitas Kita di dalam Kristus

1 Petrus 2:9 “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.”

Saudara dan Saudari yang terkasih, juga orang-orang muda dan anak-anak terkasih, serta keluarga-keluarga terkasih; salam dalam Nama Yesus Kristus yang indah dan diberkati, yang adalah Tuhan dan Juruselamat kita. Saya berharap dan berdoa agar bacaan ini akan membantu kita menemukan identitas kita di dalam Kristus, dan menjawab pertanyaan kita yang mungkin kita miliki, apa tujuan Allah dalam hidup saya? Bagaimana saya bisa memenuhinya?

Yesus sebagai teladan kita yang sempurna

Ketika kita membaca Alkitab dan bertanya pada diri sendiri, seperti apakah Yesus sebagai seorang anak? Apakah dia hidup bahagia di rumah-Nya? Bagaimana dengan hubungan yang Dia miliki dengan orang tua duniawi-Nya? Apakah dia digoda dan dicobai seperti kita? Bagaimana dengan daya tarik dunia ini, apakah Dia terpikat? Dan begitu banyak hal yang mungkin dialami seseorang yang lahir di dunia ini. Yohanes, murid terkasih memberi tahu kita dalam Yohanes 21:25 bahwa ada begitu banyak hal yang luar biasa dalam kehidupan Yesus Kristus, sehingga jika semuanya dituliskan, jilid-jilidnya akan tiada terkira. Syukur kepada Allah, kepada kita telah dikaruniai empat Injil di mana kita dapat belajar banyak tentang kelahiran, masa kanak-kanak, dan masa dewasa Tuhan kita ketika dalam penjelmaan-Nya sebagai manusia, dan karya besar-Nya dalam penebusan umat manusia. Pandangan yang sangat penting ke dalam kehidupan Yesus sebagai seorang anak adalah ketika kita membaca dalam Injil Lukas 2:49 “… aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku (urusan / kerja Bapa-Ku).” Fakta ini menunjukkan kepada kita suatu pemahaman rohani yang mendalam dan kerinduan untuk berada dalam “urusan Bapa-Nya” bahwa Dia tahu persis tujuan dan makna hidup-Nya, dan Dia tidak pernah terganggu atau menyimpang dari mencapai dan memenuhi rencana Bapa-Nya untuk hidup-Nya, bagi umat manusia, bagi Saudara-Saudari dan saya, sebagai satu keluarga di dalam Kristus.

Sebuah pernyataan yang sangat luar biasa tentang kehidupan Yesus, dituliskan oleh hamba Tuhan, Ellen White; “Masa kecil dan masa muda Yesus dihabiskan di sebuah desa pegunungan kecil. Tidak ada tempat di bumi yang tidak akan dihormati oleh kehadiran-Nya. Istana raja-raja akan mendapat hak istimewa untuk menerima Dia sebagai tamu. Tetapi Dia melewati rumah-rumah kekayaan, pengadilan kerajaan, dan tempat-tempat belajar yang terkenal, untuk membuat rumah-Nya di Nazaret yang dianggap tidak jelas dan dibenci. Yang luar biasa dalam maknanya adalah catatan singkat tentang kehidupan awal-Nya: “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.” Lukas 2:40. Di bawah sinar matahari wajah Bapa-Nya, Yesus “bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” Lukas 2:52. Pikiran-Nya aktif dan giat, dengan perhatian dan hikmat yang melampaui usia-Nya. Namun tabiat-Nya indah dalam simetrinya. Kekuatan pikiran dan tubuh berkembang secara bertahap, sesuai dengan hukum masa kanak-kanak. 

Sebagai seorang anak, Yesus menunjukkan keindahan watak yang khas. Tangan-Nya yang rela selalu siap untuk melayani orang lain. Dia menunjukkan kesabaran yang tidak dapat diganggu oleh apa pun, dan kejujuran yang tidak akan pernah mengorbankan integritas. Prinsip-Nya teguh seperti batu karang, kehidupan-Nya menyatakan kasih karunia kesantunan luhur yang tidak mementingkan diri.” (Desire of Ages, halaman 69)

Keluarga-keluarga terkasih di dalam Kristus, saya bertanya kepada kita: apakah kita tahu identitas sejati kita? Apakah keluarga saya, dan keluarga Saudara dan Saudari ada di dalam Kristus? Para orang muda yang terkasih, apa tujuan dan sasaran kalian dalam kehidupan ini? Akankah sekarang kita menolak mahkota kehidupan yang telah Allah persiapkan bagi kita? Mengapa kita malah cenderung menolak pelayanan yang Allah telah tugaskan bagi kita? Bukankah kita telah mengambil bagian dalam hak-hak istimewa yang besar dan berharga dalam pengetahuan tentang Kebenaran? Haruskah kita menahannya dan tidak mau menyebarkannya kepada orang lain? Ini adalah beberapa pertanyaan yang perlu kita renung-renungkan. Meskipun kemampuan kita barangkali tampaknya tidak terlalu besar itu, ingatlah bahwa kita masih dapat menempatkannya di tangan Allah. Ada banyak kemungkinan di dunia ini, namun ingatlah bahwa segala karunia yang telah kita terima dari Allah, baik secara rohani ataupun materi, harus digunakan untuk kemuliaan Allah.

Kehidupan Dunia Abad 21 dan Dampaknya pada Anak-Anak kita

Abad ke-21 atau milenium ketiga seperti yang disebut, dan waktu di mana kita hidup membawa banyak perubahan dalam masyarakat modern kita, di dunia agama, ilmiah, politik, ekonomi, dan lingkungan. Transisi dari akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 ditandai dengan perubahan luar biasa, setidaknya dalam tiga aspek, di dunia keagamaan, kemajuan teknologi, dan waktu luang, seperti yang dicari oleh banyak anak muda dan orang dewasa.  Ketika saya melihat bagaimana masyarakat ini mengkategorikan dan berbicara tentang beberapa nilai kemanusiaan, misalnya; kebebasan, rasa hormat, komunitas dan tanggung jawab, bukankah itu ditemukan dalam Alkitab? Ya, benar. Allah berkomitmen untuk kebebasan, Dia menciptakan kita dengan kebebasan memilih. Allah tidak memaksa siapa pun, tetapi Iblis melakukannya, dia memaksa manusia. Allah ingin kita saling menghormati, perintah kelima mengatakan “Hormatilah ayahmu dan ibumu” dan itu diikuti oleh sebuah janji, dan itu adalah tugas kita yang harus dimotivasi oleh kasih ketika kita menghormati dan menghargai orang tua kita selagi mereka masih hidup. Yesus telah melakukan itu sepanjang hidup-Nya di bumi seperti yang kita baca di dalam Alkitab dan Kesaksian Roh Nubuat. Dia menciptakan kita untuk dapat hidup bersama dalam damai dan harmoni sebagai komunitas orang percaya yang giat mencari kesempatan untuk membantu orang lain, dan bertanggung jawab atas perbuatan kita. Paham-paham ekonomi, sosial, ilmiah dan agama yang baru telah mengikis dan bahkan membengkokkan nilai-nilai tradisional yang telah dijalani dan dipertahankan sampai mati oleh orang-orang Kristen yang setia selama berabad-abad.

Tetapi ketika kita melihat melalui jendela dunia ini hari ini, kita dapat melihat bahwa dunia kita dipenuhi dengan konflik, perpecahan dan perang. Kekhawatiran, kecemasan, ketakutan dan keputusasaan telah menyebabkan jutaan orang mengalami depresi berat yang mempengaruhi lebih dari 20% populasi dunia di beberapa titik dalam hidup mereka.  Ada konflik-konflik dalam keluarga-keluarga di zaman kita. Umat manusia tampaknya tak berdaya, tersekat-sekat di antara perbedaan bangsa, budaya, agama dan nilai-nilai yang mendasarinya. Perdamaian dan rekonsiliasi tampaknya tidak dapat dicapai. Masyarakat dan orang-orang melihat dunia melalui nilai-nilai dan perspektif mereka sendiri, tetapi tidak melalui nilai-nilai Allah seperti yang diberikan dalam Alkitab. Ketika kita melihat konflik yang terus berlanjut di Timur Tengah dan tempat-tempat lain di dunia, apa yang kita lihat? Persis seperti yang Alkitab nubuatkan dalam peristiwa-peristiwa akhir zaman sebelum kedatangan Yesus ke-2. Yesus menggambarkan bencana alam, termasuk wabah yang menghancurkan bumi yang juga menjadi tanda-tanda kedatangan-Nya yang ke-2 kali. Tetapi izinkan saya mengajukan pertanyaan ini; Apa yang sebenarnya paling dibutuhkan tiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk kaum muda di abadke-21 ini? Jika kita kelaparan, berarti kita butuh makanan, jika kita tunawisma, kita perlu tempat tinggal. Jika kita merasa kesepian dan putus asa, mungkin kita membutuhkan kasih. Tetapi satu hal yang paling dibutuhkan orang, yakni semua orang di seluruh dunia ini ialah perlunya memiliki harapan akan kedatangan Yesus yang kedua kali. Harapan melihat jauh melampaui kesulitan hidup ini menuju hari esok yang lebih baik. Meskipun kita berada dalam krisis di masa sekarang ini.

Krisis Agama

Di tengah-tengah api dan krisis zaman kita, ada ribuan orang muda kita yang sedang berjuang untuk menemukan tujuan dan makna hidup. Agama yang sekedar saja, tidak akan dapat membuat orang menjadi lebih baik, sebagaimana orang-orang Farisi yang mencobanya dan gagal. Kadang-kadang orang tua gagal dalam mendidik anak-anak mereka untuk Surga karena mereka mencoba untuk melakukannya sesuai dengan ide-ide mereka sendiri dan teori-teori, kadang-kadang warisan dari orang tua mereka yang gagal juga. Kadang-kadang kita bahkan merasa telah melakukan yang terbaik dan masih saja ada kekosongan dan disorientasi dalam kehidupan anak-anak kita. Alkitab memberitahu kita dalam kitab Amsal 22:6 ” Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Firman ini tidak menyatakan membawa anak kita hanya perlu sekedar ke Gereja saja, melainkan perlunya “mendidik / melatih” dan ini adalah kata yang sangat menarik dan sangat penting, kata ini ada hubungannya dengan belajar, dididik atau dilatih segala yang telah kita pelajari untuk pengembangan tabiat Kristen. Kita harus mengulanginya sesering mungkin sampai menjadi kebiasaan yang baik dalam kehidupan anak-anak kita.

Hamba Allah menuliskan dalam Desire of Ages, halaman 70: “Setiap anak dapat memperoleh pengetahuan seperti Yesus. Sewaktu kita mencoba untuk mengenal Bapa surgawi kita melalui firman-Nya, maka para malaikat akan mendekat, pikiran kita akan dikuatkan, tabiat kita akan ditinggikan dan dimurnikan.”

Para orang tua yang terkasih, juga para pendeta ataupun penginjil, serta guru-guru atau pelatih di sekolah Alkitab, jika anak-anak dan remaja kita yang ada di rumah, gereja atau di Sekolah Misionaris kita tidak menemukan kasih, penerimaan, pengertian dan dukungan dalam hubungan kita dengan mereka maka mereka pergi mencari nilai-nilai itu di berbagai tempat lain, dan sebagian besar waktu mereka akan berakhir di tempat yang salah yang dapat menghancurkan hidup mereka dan bahkan kehidupan orang lain. Saya tahu bahwa kita merasa telah berusaha melakukan yang terbaik dalam lembaga-lembaga yang telah saya sebutkan itu, yakni rumah, gereja, dan sekolah, tetapi kenyataannya adalah bahwa mereka nyatanya masih ada yang merasa seperti itu, dimana kita juga dapat melihat bagaimana mereka tidak berjalan dengan bahagia dengan Allah, kadang-kadang, bahkan perasaan dan kecenderungan mereka lebih banyak condong kepada dunia daripada di dalam Tuhan. Kita tidak ingin itu terjadi, tetapi kadang-kadang memang demikian adanya yang kita hadapi dan kita dapat menghindarinya jika saja kita mau memperhatikan firman Allah dan petunjuk-petunjuk-Nya dengan hati-hati. Jika kita tidak mengajar mereka dengan ajaran dan teladan, maka mereka akan mengatakan ini adalah kemunafikan, dan kita tidak akan dapat menghentikan mereka dalam mengejar ambisi mereka sendiri untuk kehidupan sekarang ini dan di dunia ini. Saya mendengar berkali-kali ungkapan “kami telah melakukan segalanya bagi mereka” ketika saya berbicara kepada orangtua yang berada dalam situasi di mana seorang putra atau putri mereka meninggalkan Gereja. Tapi benarkah kita sudah melakukan segalanya? Saya memiliki dua putra, dan kadang-kadang ketika mereka melakukan beberapa kesalahan, saya tergoda untuk mengatakan hal yang sama, dan itu adalah mengakibatkan diagnosis dan pendekatan yang salah dari pihak kami jika itu terjadi. Saudara dan Saudari terkasih, kita perlu lebih banyak kesabaran dengan anak-anak kita, kita perlu belajar bagaimana mengasihi mereka bahkan ketika mereka telah membuat pilihan yang salah dalam hidup, mereka membutuhkan kita untuk berada di sana bagi mereka dan menunjukkan kepada mereka kasih Kristus. Berapa banyak pendidik di dunia ini yang mau sepakat menganggap situasi utama kehidupan manusia, kematian, penderitaan, dosa dan keselamatan – sebagai yang layak dipelajari? Pendidik modern menghindari masalah ini dan mengesampingkan realitas utama kehidupan. Inilah alasan utama mengapa pendidikan modern kehilangan wibawanya pada siswa mereka yang modern, dan mereka memiliki kesalahpahaman dan salah pengertian tentang realitas kehidupan, yang sesuai dengan rencana Allah.

Bahaya Media Sosial

Statistik memberi tahu kita bahwa remaja yang menggunakan media sosial selama tiga jam atau lebih setiap hari berada pada peningkatan risiko depresi, kecemasan, dan masalah terkait kesehatan mental lainnya. Efek negatif ini termasuk kecanduan, penurunan komunikasi tatap muka, masalah harga diri, isolasi sosial dan begitu banyak elemen lain yang memperburuk hubungan antara orang tua dan anak-anak. Saat ini, 97% remaja mengatakan mereka menggunakan internet setiap hari. Jumlah remaja yang mengatakan mereka online “hampir terus-menerus” telah berlipat ganda selama 10 tahun terakhir menjadi 46%. Bunuh diri adalah penyebab kematian nomor dua di kalangan pemuda yang menurut statistik meningkat dengan 40% dalam 10 tahun terakhir. Sekolah drop-off dan begitu banyak masalah lain yang berkaitan dengan penyalahgunaan media sosial, saya tidak ingin mengatakan bahwa semua media sosial itu buruk itu sebabnya saya menyebutnya “penyalahgunaan”. Ada hal-hal baik di dalamnya ketika kita terhubung dalam ibadah pagi dan sore, pada Pagi hari bersama Allah, mengadakan permohonan kepada Allah, Pertemuan Doa melalui media zoom, YouTube atau Facebook. Ada hal-hal baik yang bisa kita lakukan di media sosial jika digunakan dengan benar. Kita dapat memberitakan Injil dalam memberikan pelajaran Alkitab secara online, berteman dengan orang-orang untuk menyampaikan undangan Yesus yang juga mengundang mereka untuk menghadiri kebaktian Gereja kita. Itulah cara untuk mengisi kekosongan emosional ketika kita merasa seperti itu. Alkitab memberi kita pedoman yang sangat baik dan sehat, meskipun dunia ini terus berubah, Allah tidak pernah berubah. Saya akan berbagi dengan Saudara dan Saudari sekalian tentang setidaknya empat aspek dari hal-hal yang tidak berubah dari Allah.

  1. Tabiat Allah. Maleakhi 3:6 menyatakan “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah,” sementara Yakobus 1:17 memberitahu kita “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.”
  2. Kasih Allah tidak berubah. 1 Yohanes 4:8 menyatakan, “Allah adalah kasih”. Kemudian, dalam Yeremia 31:3 kita baca, “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu.
  3. Firman Allah tidak pernah berubah. Yesaya 40:8 menyatakan, ” Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya.” Mazmur 119:89 menuliskan ” Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga.”
  4. Janji Kedatangan Yesus ke-2 tidak berubah. Dia akan datang tepat seperti yang Dia telah katakan.

Yohanes 14:1-3 Yesus berjanji bahwa Ia akan datang kembali untuk membawa kita pulang ke suatu tempat yang telah disediakan bagi kita. Apakah kita percaya segala hal yang ajaib ini tentang Bapa surgawi kita?

Masyarakat kita telah menyimpang dari ajaran Allah dan dunia ini sedang berada dalam penurunan kualitas kerohanian yang berkelanjutan dari nilai-nilai luhur kepribadian manusia dan tanggung jawab manusia, dan masyarakat ini tampaknya sedang diperintah oleh komputer, mode, media sosial dan perusahaan-perusahaan besar yang mengendalikan dunia, dan kita berada di tengah-tengah itu semua, apa yang bisa kita lakukan? Nah, ada jalan keluarnya, dan itu telah dinyatakan di dalam Alkitab. Sebagai pelajar Alkitab yang tekun kita harus datang ke hadapan Allah dengan kerendahan hati dan kelemahlembutan Kristus agar kita dapat menerima kuasa dan kekuatan di zaman terakhir sejarah bumi ini, dan mengetahui bagi diri kita sendiri bagaimana kita dapat mempergunakan waktu dan pengaruh kita. Alkitab menyatakan kepada kita, “Aku akan memberi mereka suatu hati untuk mengenal Aku, yaitu bahwa Akulah TUHAN.” Yeremia 24:7. Sudahkah Saudara – Saudari meluangkan waktu untuk mengenal Yesus secara pribadi? Bagaimana dengan kita sebagai orang tua? Apakah kita sedang memikul tanggung jawab orang tua dengan cara seperti Kristus, karena kita sebenarnya telah diberitahu bahwa orang tua Kristen yang melaksanakan tanggung jawab pengasuhan mereka dengan patuh dalam otoritas seperti Kristus dapat berhasil dalam membesarkan dan melatih anak-anak yang bertumbuh baik dan seimbang dalam pikiran dan rohaninya. Alkitab memberi tahu kita bahwa, ” Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.” Yakobus 1:17

Saya ingin mengakhiri pesan dalam bacaan ini dengan beberapa pernyataan yang telah disampaikan oleh hamba Allah berikut ini: “Apa tujuan dan sasaran besar pendidikan mereka? Apakah untuk menyesuaikan mereka untuk kehidupan dan tugas-tugasnya, untuk memenuhi syarat mereka untuk mengambil posisi terhormat di dunia, untuk dapat berbuat baik, dan untuk memberi manfaat bagi sesama mereka, hingga akhirnya memperoleh pahala kebenaran? Jika demikian, maka pelajaran pertama yang harus diajarkan adalah pengendalian diri, karena tidak ada orang yang tidak disiplin dan keras kepala dapat berharap untuk sukses di dunia ini atau dapat meraih hadiah / pahala di masa depan. (Child Guidance, halaman 91.1)

“Mengabaikan tugas, memanjakan diri secara tidak bijaksana, dan kegagalan untuk memperbaiki kebodohan di masa remaja atau masa muda, akan mengakibatkan ketidakbahagiaan dan akhirnya kehancuran bagi anak-anak dan kekecewaan serta penderitaan bagi orang tua. (Child Guidance, halaman 258.1)

Saudara dan Saudari yang terkasih, Alkitab telah memberi tahu kita bahwa anak-anak adalah warisan Allah yang diberikan kepada orang tua, marilah kita berhati-hati tentang bagaimana kita membesarkan mereka, dan memperlakukan mereka. Anak-anak dan orang-orang muda yang terkasih, Allah telah mengundang kalian untuk datang lebih dekat kepada Yesus dan firman-Nya, untuk mempelajari Kesaksian-Nya dengan seksama dan menerapkan ajaran-ajaran yang indah itu dalam kehidupan kalian. Baik orang tua maupun anak-anak tentu ingin pergi ke surga ketika Yesus datang untuk ke-2 kalinya. Maka, mari kita belajar dari teladan sempurna Dia yang adalah Tuhan dan Juruselamat kita, inilah kerinduan dan doa saya. AMIN!

Yesus adalah teladan kita. Ada banyak orang yang menaruh minat pada masa kehidupan pelayanan publik-Nya, sementara tanpa disadari, mereka melewatkan ajaran-ajaran yang dinyatakan mengenai tahun-tahun awal hidup-Nya. Padahal, dalam kehidupan rumah tangga-Nyalah Dia menjadi Teladan bagi semua anak dan orang-orang muda. Juruselamat merendahkan diri ke dalam kemiskinan, agar Dia dapat mengajarkan seberapa dekat kita dalam keadaan rendah hati dapat berjalan dengan Allah. Dia hidup untuk menyenangkan, menghormati, dan memuliakan Bapa-Nya dalam hal-hal yang lazim dalam kehidupan. Pekerjaannya dimulai dengan kerajinannya yang giat meski dianggap rendah dari ayahnya yang seorang pengrajin kayu, yang bekerja keras untuk makanan harian mereka. Dia melakukan pelayanan Allah yang sama, baik ketika bekerja di bangku tukang kayu, seperti ketika melakukan mukjizat bagi orang banyak. Dan tiap-tiap orang muda yang mau mengikuti teladan Kristus akan kesetiaan dan kepatuhan di rumah-Nya yang miskin itu akan dapat juga mengklaim kata-kata yang diucapkan tentang Dia oleh Bapa melalui Roh Kudus, ” Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang (Ku-junjung), orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan (yang Aku senangi).” Yesaya 42:1 (Desire of Ages, halaman 74).

Amin.

BACAAN 3 (Jumat, 10 Mei 2024)

IDENTITAS SEORANG PEREMPUAN, MENURUT ALLAH

Oleh Pastor Adalicio Fontes

Gambar dan rupa-Nya

Kejadian 1:27 “ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.

Ayat ini menunjukkan kepada kita tentang kebenaran yang menunjukkan dan mengarahkan kita dalam pencarian identitas tiap-tiap manusia. Kita diciptakan menurut gambar Allah. Laki-laki dan perempuan memiliki meterai khas sebagai makhluk ilahi yang membedakan kita dari makhluk hidup lainnya dan memungkinkan kita untuk menunjukkan gambar Allah di dalam kita. Ini terjadi dengan cara yang luar biasa ketika kita berhubungan dengan-Nya dan dengan satu sama lain, sehingga kita dapat belajar menjadi pemimpin dari tatanan yang lebih tinggi dan untuk mengatur ciptaan-ciptaan-Nya dengan hikmat. Tidak ada hal lain yang kita temukan lebih bermartabat daripada kenyataan bahwa kita telah diciptakan menurut gambar Pencipta kita.

Dalam rencana Allah, perempuan menempati tempat yang tak tergantikan yang didefinisikan dengan sangat baik oleh surga. Pada awal peradaban Ibrani, para perempuan dari para leluhur adalah matriark, mereka adalah perempuan yang didengarkan, dihormati dan dikagumi. Ada nabiah dan hakim-hakim perempuan. Perempuan-perempuan juga turut hadir di gunung Sinai pada saat Allah berbicara kepada Musa dan menjadikan bangsa Israel sebagai umat pilihan. Mereka berpartisipasi aktif dalam perayaan keagamaan dan perbuatan-perbuatan politis. Mereka memiliki suara, di ruang publik seperti halnya di ruang pribadi. Seiring waktu dan karena pengaruh-pengaruh asing, mereka kemudian dikeluarkan dari aktivitas publik dan cenderung dikurung di rumah.

Seiring berjalannya waktu dan peradaban yang berganti, mereka mulai didefinisikan oleh aspek biologis mereka, sebagai ibu yang melahirkan anak, yang pertama-tama tergantung dari ayah dan kemudian dari suami. Tetapi ini bukan kehendak Allah untuk jenis kelamin perempuan, teks berikut mengungkapkannya dengan jelas: “Lingkup kegunaan ibu Kristen tidak boleh dipersempit oleh kehidupan rumah tangganya. Pengaruh bermanfaat yang dia berikan dalam lingkaran rumah tangga dapat dan akan dia rasakan dalam kegunaan yang lebih luas di lingkungannya dan di dalam gereja Allah. Rumah bukanlah menjadi penjara bagi istri dan ibu yang mau berbakti.” {AH236.3}

Kutipan ini menguraikan bahwa fungsi dan kegunaan seorang ibu Kristen tidak boleh terbatas pada kehidupan sempit di dalam rumah tangga mereka saja. Pengaruh positif yang dia praktikkan dalam keluarganya dapat diperluas lebih jauh lagi, bahkan dapat berdampak pada komunitas dan gereja dengan cara yang bermanfaat. Adalah berkelanjutan bahwa rumah tidak boleh dianggap seperti penjara bagi ibu dan istri yang mau berdedikasi, tetapi sebagai tempat dari mana dia dapat bermula untuk memancarkan pengaruh positif yang melampaui batas-batas keluarga.  Perempuan juga adalah gambar Allah, mahkota ciptaan, yang telah diciptakan untuk hidup dalam persekutuan dengan-Nya, dia adalah penolong, dia telah diciptakan untuk memberi kehidupan, dan dia diperlukan untuk memperluas kerajaan surgawi.

Mahakarya Allah

Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Adam lalu berkata, “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” Kejadian 2:22,23

Allah telah menciptakan perempuan itu sebagai mahakarya yang sempurna. Dia membuat padanya desain yang indah, memberinya kapasitas tinggi dan kebajikan penting untuk menjadi kepujian Penciptanya. Sifat Allah adalah kasih dan dengan kasih ini, Dia telah menciptakannya dengan suatu tujuan tertentu. Poin kunci dalam identitas diri pribadi kita adalah menemukan siapa kita sebenarnya dan bagaimana kita menyatakan diri kita kepada dunia. Kita dapat melihat dalam Kitab Kejadian bahwa bila hanya dengan laki-laki, penciptaan tidak lengkap. Untuk alasan inilah, maka Allah memutuskan untuk menciptakan perempuan sehingga laki-laki tidak akan sendirian, dan dipertemukan dengan penolongnya, dalam bahasa Ibrani, penolong berarti adalah dukungan, yakni seseorang yang diperlukan untuk mendukung Adam, dan demikianlah Allah telah menciptakan perempuan.

Kejadian 2:7 “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Kejadian menggambarkan penciptaan manusia, menggunakan kata “יָצָא” (yatsa) dalam konteks untuk memberi bentuk. Yesaya 64:8 menggunakan “יוֹצֵר” (yotzer), yang berasal dari akar kata yang sama dan membandingkan tindakan kreatif Allah dengan seorang tukang periuk yang membentuk bejana tanah liat. Sekarang, ketika Allah menyatakan bahwa Dia hendak membentuk perempuan itu, Dia tidak menggunakan kata kerja yatza, Dia menggunakan kata kerja “בָּנָה” (banah) yang berarti: untuk menguraikan, detail, melukis atau memperindah. Petunjuk linguistik ini menyoroti keunikan dan kompleksitas dalam penciptaan perempuan, menggarisbawahi pentingnya perempuan dalam keragaman dan keindahan dunia, tidak hanya sebagai makhluk ciptaan, tetapi juga sebagai entitas yang memiliki detail dan keindahan yang unik. Pendekatan ini menekankan relevansi dan kontribusi spesifik perempuan dalam keragaman ciptaan ilahi.

Kemudian kita dapat mengatakan bahwa perempuan diciptakan oleh Allah sebagai mahkota ciptaan. Penciptaan tidak akan lengkap tanpa perempuan itu. Dunia tanpa perempuan itu tidak akan lengkap, dunia ini akan kekurangan kecantikan, perawatan dan kasih karunia. Dunia ini akan kekurangan segala nilai yang terdapat pada jiwa feminin, dunia juga akan akan kekurangan kapasitas kecerdasan dan hikmat, dan akan kekurangan partisipasinya dalam kekuatan rohani dan dalam dinamismenya terhadap tantangan besar kehidupan. Saya bahkan tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya dunia ini bila tanpa adanya perempuan yang takut akan Tuhan.

Abraham Lincoln pernah berkata “Tangan yang mengguncang buaian menguasai dunia”. Tangan yang mengguncang buaian adalah tangan seorang ibu, yang mampu mengayunkan seorang anak dengan cara yang paling nyaman, penuh kasih dan perhatian. Ini adalah tangan yang sama yang mengguncang anak laki-laki dan perempuan, laki-laki dan perempuan yang, melalui nilai-nilai dan pemilihan mereka, akan menguasai dunia. Tangan yang mengguncang buaian, mengajarkan dengan hidupnya bahwa, jika kita ingin dikasihi oleh seseorang, kita harus terlebih dahulu mengasihi, kasih seperti yang dimiliki perempuan (dalam cerita Alkitab) yang lebih suka kehilangan hak atas putranya daripada harus melihatnya mati. 1 Raja-raja 3:26.

Identitas perempuan

Saat ini, ada banyak konsep yang dengannya masyarakat mendefinisikan identitas perempuan. Mereka semua fokus untuk mengobarkan ego perempuan, memberi mereka jargon “pemberdayaan” palsu yang memberi makan harga diri mereka dan menyandarkan mereka ke arah feminisme. Ini menciptakan kebencian terhadap maskulinitas, dan kecenderungan pada perilaku memberontak terhadap pernikahan, bahkan menyetujui aborsi dan memberi mereka hak yang bertentangan dengan kehendak ilahi. Feminisme adalah posisi setan yang anti alkitabiah. Feminisme menciptakan perempuan pemberontak, yang seolah tidak dapat dijinakkan dan bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar dalam Alkitab.

Perempuan cenderung untuk mencari perlindungan terus-menerus, dimana sejatinya mereka ingin selalu ditemani, disayangi, dihargai dan didengarkan, namun, mereka seringkali malah mencarinya di tempat yang tidak cocok, dan menjelajah di tangki / sumber yang rusak; Di antara tempat-tempat perlindungan palsu ini, yang paling berbahaya adalah yang dipromosikan oleh teori feminisme revolusioner, karena itu mempengaruhi identitas perempuan dan merusak keberadaan mereka sampai ke akarnya yang terdalam.

“Hawa sangat bahagia di sisi suaminya di rumahnya di Eden; tetapi, seperti Hawa modern yang gelisah, dia tersanjung dengan hasrat untuk memasuki lingkungan yang lebih tinggi daripada yang telah Allah tetapkan untuknya. Dalam upaya untuk naik tingkat di atas posisi aslinya itulah, dia malah jatuh jauh ke bawahnya. Hasil serupa akan terjadi kepada siapa saja yang tidak mau melakukan tugas hidup mereka dengan riang sesuai dengan rencana Allah.” AH 115.2.

Di mana ribuan perempuan mencari identitas mereka?

Dalam sosok model, dan membuat keindahan eksterior identitas palsu, tetapi pada akhirnya, mereka terus kosong tanpa cakrawala.

Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada melihat perempuan yang sangat memperhatikan kecantikan lahir mereka, tetapi tanpa tujuan, tanpa arah dalam pikiran, bagi banyak dari mereka kita dapat bertanya: siapa saya? Dengan cara yang bertele-tele beberapa dari mereka akan menjawab bahwa mereka tidak tahu siapa diri mereka yang sebenarnya.

Tempat perlindungan palsu lainnya yang mempengaruhi perempuan adalah, harga diri yang rendah, depresi, ketakutan, pelatihan duniawi, cerita-cerita dongeng / novel dan jejaring sosial. Diam terhadap pelecehan, mendukung feminisme dan kejantanan (chauvinisme laki-laki), melumpuhkan karunia-karunia yang mereka miliki, merasa tidak mampu menghadapi tantangan besar dalam hidup, dendam ataupun amarah, kebencian, dan kepahitan.  Banyak perempuan dihancurkan oleh kekecewaan-kekecewaan dan hidup terkubur di bawah puing-puing kebencian. Jadi, ketika seorang perempuan kehilangan identitasnya di dalam Kristus, maka dia akan selalu menjadi korban orang lain, korban kerusakan psikologis, fisik, verbal, seksual dan bahkan agama.

Tidak memiliki identitas adalah kemerosotan tabiat, karena menjadi objek atau bahkan korban yang akan dikendalikan oleh masyarakat, budaya dan dalil-dalil agama yang radikal.

Seorang perempuan tanpa identitas akan mengakibatkan rumah tangga yang tanpa struktur yang solid, mereka adalah istri yang tanpa visi yang jelas, ibu yang tanpa tujuan. Mereka kehilangan nilainya sebagai penawar pertama, keadaan emosi mereka malah dikendalikan oleh pendapat orang lain, harga diri mereka bahkan tidak stabil, dan mereka rapuh terhadap terpaan pengaruh buruk.

“Para perempuan dengan prinsip yang teguh dan tabiat yang kokoh diperlukan, para perempuan yang percaya bahwa kita memang hidup di zaman terakhir, dan bahwa kita memiliki pekabaran peringatan khidmat yang terakhir untuk diberikan kepada dunia. Mereka harus merasa bahwa mereka terlibat dalam pekerjaan paling penting dalam menyebarkan sinar terang yang telah dicurahkan Surga kepada mereka. Tidak ada yang akan dapat menghalangi golongan ini dari tugas mereka. Tidak ada yang akan sanggup mematahkan semangat mereka dalam pekerjaan ini. Mereka memiliki iman untuk bekerja untuk waktu fana dan untuk kekekalan. Mereka takut akan Allah, dan tidak akan mau dialihkan dari pekerjaan oleh godaan situasi yang menguntungkan dan prospek yang menarik. Sabat dari perintah keempat dipelihara secara sakral oleh mereka, karena Yehova telah menempatkan kekudusanNya di atasnya, dan telah memerintahkan mereka untuk menguduskannya. Mereka akan menjaga integritas mereka dengan harga berapa pun untuk diri mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang yang akan mewakili iman kita dengan benar, yang kata-katanya akan diucapkan dengan tepat, bagai apel emas dalam pinggan perak. Saudari-saudariku sekalian, Allah memanggilmu untuk bekerja di ladang yang sudah menguning untuk dipanen dan untuk membantu mengumpulkan berkas-berkas gandum.” EV477.2

Seberapa baik kita mengenal dan menghargai diri sendiri?

Siapa kita? Ketika kita melihat ke cermin, siapa yang kita lihat? Menurut kita mengapa Allah menciptakan kita? Allah masih mengundang kita untuk memandang pada salib Kalvari karena kita tidak dilahirkan secara kebetulan, Dia telah menciptakan kita untuk kemuliaan-Nya. Dalam Alkitab kita dapat menemukan beberapa contoh perempuan yang memiliki peran mendasar untuk dikembangkan. Saya dapat menyebutkan Ester, yang tahu bagaimana memanfaatkan posisinya yang menonjol untuk membawa keselamatan bagi bangsanya. Yael, yang dengan keberaniannya membunuh jenderal tentara musuh mampu menyelamatkan bangsa Israel dari pasukan Yabin. Debora, yang memiliki peran penting dalam perjuangan demi rakyatnya. Hana, yang mengandung seorang putra yang adalah Samuel, nabi yang dibutuhkan Israel. Maria, dalam satu-satunya perannya yang unik dan istimewa untuk menjadi ibu Mesias. Masing-masing perempuan ini memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda, satu dengan yang lain. Namun, mereka semua memiliki kesamaan, yaitu bahwa mereka sama-sama mau dan siap sedia dalam memenuhi misi penciptaan mereka yang telah ditentukan-Nya. Mereka melakukan apa yang harus mereka lakukan.

Contoh-contoh ini menunjukkan kepada kita bahwa dalam Alkitab tidak ada tujuan yang rendah atau bersifat sekunder dari seorang perempuan, tetapi itu menunjukkan kepada kita bahwa ada peran atau bagian tabiat feminin yang protagonis dan penting dalam kisah keselamatan. Juga, kisah-kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada fungsi terbatas seperti sarang merpati untuk perempuan: ataupun sebagai seorang ibu, baik sebagai istri ataupun sebagai pejuang hidup. Setiap perempuan harus menemukan panggilannya sendiri. Yakni alasan keberadaannya – tujuan hidupnya yang telah Allah tentukan baginya. Ketika kita menemukan tujuan sejati kita, dan kita hidup setia pada panggilan itu, maka saat itulah kita bisa mendapatkan yang terbaik dari diri kita sendiri.

“Kita bertanggung jawab atas kemampuan yang Allah telah berikan kepada kita. Kita dapat, dengan memanfaatkan hak istimewa kita sebaik-baiknya, menyesuaikan diri kita untuk posisi yang berguna dan dapat berkarya sesuai tugas atau bagian kita. Kita mungkin tidak perlu bercita-cita untuk melakukan pekerjaan besar atau yang muluk-muluk, atau berangan-angan pada hal-hal besar; tetapi engkau dapat melakukan pekerjaanmu dengan sebaik-baiknya, sekecil apapun itu, dan merasakan nilai tanggung jawabmu dalam melakukan pekerjaan ini agar dapat berkenan di hadapan Allah… Dalam hal-hal rohani, setiap laki-laki dan perempuan memiliki lingkup dan panggilannya masing-masing yang khas. Pertanggungjawaban yang Allah mintakan akan sebanding dengan jumlah modal yang telah dipercayakan-Nya sesuai dengan ukuran karunia Kristus …. ” TDG 243.

SIAPA YANG MENJADI PEMILIK DIRI PRIBADI KITA?

Banyak perempuan kehilangan ciri pribadi mereka dengan menyerahkannya pada pendapat anti-Alkitab, mode, filosofi kafir atau konsep chauvinis laki-laki. Mereka pun menjadi objek yang dapat dikendalikan dengan semena-mena; Mereka jatuh seperti daun musim gugur yang terbawa angin. Allah memperingatkan melalui hamba-hamba-Nya: “Tetapi sementara kamu harus berbaur sebagai satu kesatuan, tidak seorang pun dari kamu harus kehilangan nilai pribadinya karena orang lain. Allah adalah pemilik diri pribadi kita. Mengenai Dia kita harus bertanya: Apa yang benar? Apa yang salah? Bagaimana saya dapat memenuhi tujuan penciptaan saya dengan sebaik-baiknya?” AH 103.

“Diri pribadinya (istri) tidak dapat digabungkan dengan suaminya, karena dia adalah milik Kristus. Adalah suatu kesalahan untuk membayangkan bahwa dia harus melakukan pengabdian buta dengan melakukan persis seperti yang dikatakan suaminya dalam segala hal.” AH 116.

Peringatan terhadap orang buta yang menyerah pada kehendak suami menunjukkan bahwa ketundukan seharusnya tidak berarti kehilangan kearifan dan otonomi diri sendiri. Apa yang akan terjadi jika Abigail, istri Nabal, mau menyerah secara membabi buta kepada pendapat dan kedudukan suaminya di hadapan permintaan Raja Daud? Ceritanya akan berbeda baginya dan bagi banyak hambanya yang bergantung padanya. Adalah penting bahwa setiap perempuan dapat mempertahankan nilai diri pribadi dan otonominya bahkan ketika telah berada di dalam pernikahan.

“Istri dan ibu hendaknya tidak mengorbankan kekuatannya dan membiarkan kekuatannya terbengkalai, dan bersandar sepenuhnya pada suaminya. Diri pribadinya tidak dapat digabungkan dalam diri suaminya. Dia harus merasa bahwa dia bernilai setara dengan suaminya — untuk berdiri di sisinya, masing-masing setia pada tugasnya.” AH 231.

Setiap inisiatif untuk memperburuk identitas perempuan adalah inisiatif untuk menghancurkan dasar yang kuat dari penebusan itu sendiri, itu adalah serangan terhadap rancangan Allah dan siapa pun yang mengancam eksistensi rancangan-Nya, berarti sedang mengancam Allah.  Kekristenan tidak akan menindas perempuan; Ini memberi mereka kebebasan di tengah-tengah tindakan penaklukan atau penjajahan sekalipun.

Setiap perempuan yang benar-benar mengenal Yesus tidak akan membiarkan identitasnya memburuk, apalagi sampai kehilangan nilai diri pribadi di dalam Dia. Kristus adalah sahabat terbaik kita dan Dia siap membantu kita untuk menjaga identitas kita di dalam Dia. Apakah kita bersedia menyerah setiap hari kepada sahabat kita ini? Yang menjadi doa kita hendaknya adalah: Ya Bapa tolonglah aku agar senantiasa berada di sisi-Mu setiap hari.

Amin.

BACAAN 4 (Sabat, 11 Mei 2024)

Pemeliharaan keluarga menurut Allah

Oleh Pastor Pablo Hunger

Impian setiap keluarga adalah memiliki rumah sendiri, sebagai tempat perlindungan mereka. Berapa banyak pengorbanan yang dilakukan untuk mencapai impian memiliki hidup sendiri ini? Dan setelah tercapai pun, harus dipertahankan dengan pemeliharaan tertentu agar rumah tetap indah. Tapi untuk apa rumah yang indah, jika tidak ada hubungan yang baik di antara anggota keluarganya atau bila ada ketegangan di antara pasangan? Banyak yang bahkan menghindari pulang ke rumah karena mereka tidak ingin bertemu dengan pasangan mereka.

Para nabi menasihati raja-raja, dan orang-orang, sebagai berikut:

“Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” Mazmur 127:1

“… Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN.” Yosua 24:15

“… Beginilah firman TUHAN: Rapikanlah rumahmu …” Yesaya 38:1 KJV.

“… sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa.” Yesaya 56:7

Jika kita memang menginginkan rumah yang diberkati dan makmur, maka perkataan firman itu adalah rekomendasi terbaik untuk rumah kita.

Dengan kata lain, ada detail yang memengaruhi semua aspek rumah. Itu termasuk hadirnya “Tuhan” “Allah”. Kemudian, biarkan Dia sebagai konstruktor atau perancang dan pembangunnya, dan kita adalah hamba-hamba-Nya. Inilah perbedaan antara rencana yang telah Allah rancang dengan rencana manusia. Bayangkan bilamana kita sedang membangun rumah tetapi kita tidak tahu undang-undang konstruksi pemerintah. Ketika kita memintakan persetujuan dari departemen terkait, mereka akan memberi tahu kita bahwa semua pekerjaan itu adalah salah, karena kita belum membangun sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tentunya, mereka akan meminta kita untuk mengulang lagi pekerjaan pembangunan itu sebelum kita dapat hidup bahagia menempati rumah kita.

Demikian juga, Allah memiliki beberapa peraturan untuk rumah. Menerapkannya akan memberikan rumah tangga yang bahagia sebagai hasilnya, dengan keputusan yang akan mengarah pada tujuan yang baik, penuh dengan ungkapan kasih sejati, dengan komunikasi yang mengalir lancar, dengan perasaan yang didasarkan pada asas-asas ilahi, dengan rencana konstruktif, dan dengan cita-cita yang memiliki sentuhan kebahagiaan, kehangatan, dan kedamaian.

Kita semua tentu ingin mempelajari peraturan ini agar kita dapat memperoleh hasil yang baik.

Saya ingat pasangan muda di Austria yang memiliki seorang putra dan bayi kembar yang baru lahir. Mereka secara teratur membantu kelas kuliner yang kami tawarkan kepada masyarakat. Setelah mengamati keluarga saya dan bagaimana kami mendidik anak-anak kecil kami, suatu hari sang suami berkata kepada saya: “Kami suka bagaimana engkau mendidik anak-anamu. Engkau memiliki beberapa aturan yang berbeda dari yang lain, dan saya melihat bahwa engkau memiliki garis yang jelas dan tahu apa yang perlu engkau lakukan dan bagaimana engkau dapat melakukannya. Saya ingin istri saya belajar darimu. Bagaimana engkau tahu tentang cara mendidikmu yang benar itu?” Mereka mengizinkan saya untuk mengunjungi mereka secara pribadi dan membacakan ayat dari Alkitab tentang aturan-aturan yang Allah telah sediakan bagi kami untuk dapat memiliki rumah yang penuh dengan sukacita dan kemakmuran.

Sayangnya, masyarakat umumnya memilih jalannya sendiri dan membangun rumahnya tanpa berkonsultasi dengan Allah. Orang-orang membiarkan diri mereka dikendalikan oleh emosi perasaan mereka dan mencari pasangan yang menyenangkan mata ataupun pikiran mereka, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai rohani. Banyak dari mereka bahkan memutuskan untuk hidup bersama tanpa menikah. Setelah melihat realitas kehidupan, mereka lalu berpisah lagi. Perasaan dan emosi mereka menjadi dasar perbuatan mereka, yang menghancurkan kebahagiaan nyata mereka.

Membangun sesuai dengan aturan ilahi berarti mau duduk mempelajarinya, menelaah dan memahami hukum-Nya. Setiap hari kita harus duduk untuk membaca Alkitab sebagai sebuah keluarga. Kita juga harus berkomunikasi dengan Allah sebagai sahabat kita yang akan memberi kita nasihat dan yang akan mengajar kita. Dan dengan cara ini, kita akan belajar secara detail untuk melanjutkan pembangunan rumah kita dengan sukacita dan keamanan.

Beberapa keluarga mungkin telah memilih awal yang baik, tetapi mereka kemudian dengan cepat melupakan Allah. Keinginan untuk mendapatkan uang menenggelamkan nilai-nilai baik. Pagi-pagi sekali, mereka memberikan anak-anak mereka kepada orang lain untuk merawat mereka, sementara itu, ibu dan ayah pergi ke pekerjaan mereka. Saat-saat paling penting untuk menegakkan nilai-nilai kekal dalam pikiran lembut mereka dan menciptakan kebiasaan kekal malah diabaikan karena tidak ada waktu.

“Beginilah firman TUHAN semesta alam: Bangsa ini berkata: Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah TUHAN!” Hagai 1:2

Tanggapan yang sama terdengar hari ini ketika kita bertanya dalam hati kita: Kapan kita mau menjadi lebih dekat dengan Tuhan? Belum sekarang, saya akan memikirkannya kemudian. Saya harus menyelesaikan karir saya terlebih dahulu, saya ingin memperbaiki riwayat pengalaman saya, saya perlu mencari pasangan saya terlebih dahulu, saya perlu memperbaiki rumah saya, atau nanti saja ketika anak-anak saya lebih besar, atau ketika saya telah pensiun, dll. Bukankah seharusnya kita berpikir bahwa saat ini lah saat terbaik bagi kita untuk membangun rumah kita?

Tetapi kita belum menyadari bahwa meninggalkan Tuhan di luar rumah kita akan mengakibatkan kehidupan yang berkualitas buruk, kehidupan dengan hasil yang rendah.

“Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!” Hagai 1:6.

“Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah–sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” Mazmur 127:2

Berkat-berkat Allah datang dengan mengutamakan Allah dalam kehidupan kita dan dengan membangunnya sesuai dengan hukum-hukum ilahi.

Rencana besar Setan untuk menghancurkan keluarga:

Saya punya rumah di pedesaan yang membutuhkan renovasi total. Di salah satu sudut rumah itu telah dipengaruhi oleh rayap. Hewan-hewan kecil ini, selama beberapa dekade, perlahan-lahan memakan seberkas kayu dan fondasinya. Itu mengingatkan saya tentang bagaimana Setan mencoba menyabotase fondasi banyak rumah tangga. Perlahan-lahan namun dengan upaya terus-menerus ia berupaya untuk mencari dan menemukan celah ataupun ruang kecil di rumah-rumah tangga yang telah mengabaikan ataupun menghancurkan prinsip-prinsip tegas yang telah Allah tempatkan untuk pembangunan rumah-rumah tangga ini.

Karena itu adalah rumah tua dan, karena perlu direnovasi secara besar, maka, selain harus menghilangkan rayapnya, salah satu pekerjaan pertama yang harus dilakukan adalah untuk dapat mengganti balok kayu pilarnya dan memulihkan fondasinya yang telah terpengaruh.

Jika kita mendeteksi pekerjaan musuh di rumah kita, maka kita harus memperbaiki fondasi rumah kita. Meskipun mungkin tampak sulit dipercaya, namun, hanya dengan dongkrak hidrolik yang mampu mengangkat beban seberat 8 ton, dan kerja sekelompok orang dengan pengalaman, sedikit demi sedikit ia mampu mengangkat rumah, untuk mengganti balok kayu yang telah termakan rayap, dan memulihkan fondasinya. Tidak mungkin bagi saya untuk melakukannya sendirian, tetapi pengalaman teman-teman itu sudah cukup untuk memulihkan rumah. Jika kita telah memutuskan untuk memulihkan prinsip-prinsip ilahi dalam rumah kita, maka Allah akan bekerja melalui agen-agen-Nya, dan Roh Kudus akan hadir untuk memulihkan rumah tangga kita.

Yang kita butuhkan hanyalah iman, kesabaran dan kerelaan untuk menyerahkan hidup kita di tangan Allah. Bahkan di rumah tangga kita juga, hanya Allah yang sanggup mengangkat beban yang beratnya seumpama lebih dari 8 ton permasalahan itu dan memberi kita kebahagiaan.

Apakah rayap kecil ini yang mencoba menghancurkan keluarga? Mari kita sebutkan empat serangan musuh terhadap keluarga:

  1. Perpecahan / perselisihan: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” 1 Petrus 5:8. Setan berusaha untuk memperkenalkan perpecahan dalam keluarga dengan membentuk perselisihan dan konflik. Ini dapat dinyatakan melalui terjadinya perselisihan, kurangnya roh suka memaafkan, kurangnya kerendahan hati, kurangnya komunikasi, dan hubungan yang retak, yang akan melemahkan perhubungan yang harmonis di dalam keluarga. Lebih dari sering, kesombongan adalah hambatan untuk mengakui kesalahan dan memohonkan pengampunan. “Orang tua hendaknya berhati-hati untuk tidak membiarkan roh pertikaian menyusup ke dalam rumah; karena ini adalah salah satu agen Setan untuk membuat noda pada tabiat. Jika orang tua mau mengupayakan persatuan di rumah dengan menanamkan asas-asas yang mengatur kehidupan Kristus, pertikaian akan diusir, dan persatuan serta kasih akan tinggal di sana. “AH 178.3
  2. Keegoisan dan Individualisme:sombong, penghujat, tidak taat kepada orang tua, tidak tahu berterima kasih, tidak suci,” 2 Timotius 3:2
    “Manusia adalah bagian dari satu keluarga besar, —keluarga Allah. Sang Pencipta telah merancangkan bahwa mereka harus saling menghormati dan mengasihi, selalu mewujudkan kepedulian yang tulus dan tidak mementingkan diri dalam memperhatikan kesejahteraan satu sama lain. Tetapi tujuan Iblis adalah untuk menuntun manusia kepada diri mereka sendiri; dan menyerahkan diri mereka pada kendali-Nya, mereka telah mengembangkan keegoisan yang telah memenuhi dunia ini dengan kesengsaraan dan perselisihan, membuat manusia saling berselisih dengan satu sama lain.” CS 24.1

    Betapa banyaknya orang yang tidak menghormati Kristus dan salah menggambarkan tabiat-Nya di lingkungan rumah! Betapa banyak yang tidak mau menunjukkan kesabaran, menahan diri, pengampunan, dan kasih yang sejati! … Kehidupan Yesus penuh dengan kebaikan dan kasih. AH 178.
  3. Menghancurkan Asas Dasar Moral: Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu. Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.” Yakobus 4:1-4. Setan sedang mencoba untuk mematahkan nilai-nilai dasar yang penting di dalam keluarga, dan mempromosikan nilai-nilai yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Alkitab. Dia menggunakan bukan hanya sarana komunikasi, gambar atau video, musik, mode dan makanan, tetapi juga melalui guru, pemimpin, dan hukum liberal atau yang berlaku di masyarakat, untuk mempengaruhi pikiran tentang nilai-nilai moral yang sesungguhnya tidak sejalan dengan Alkitab. Tingkat moral masyarakat yang rendah telah ditoleransi oleh pemerintah dan gereja-gereja. Iblis ingin kita berpartisipasi dalam apa yang dia tawarkan, yang disebut “kesenangan” yang tidak hanya mengarah pada dosa tetapi juga membuat kita menjadi malas dan suntuk, tidak jujur, dan tidak bermoral. Merongrong kekudusan pernikahan dengan mempromosikan ketidaksetiaan dan “poligami” modern yang mengarah pada keluarga yang berantakan. Beberapa efek dari pernikahan yang rusak adalah kecemasan, depresi, perasaan kehilangan, dan perasaan ditinggalkan. Putusnya pernikahan juga dapat memicu perilaku agresi atau suka menyerang, dan stres, dan berdampak pada kemampuan kita untuk berkonsentrasi, menghadapi tantangan akademis, kehilangan kepercayaan, kehilangan pengertian, kehilangan komunikasi serta menghadapi tantangan keuangan, risiko menyalahgunakan zat / obat yang terlarang, dan anak-anak selanjutnya beresiko mengulangi contoh orang tua di masa depan, mengakibatkan mereka merasa bahwa mereka dapat dengan mudah meninggalkan hubungan jika dianggap tidak berhasil dengan baik.

4. Serangan terhadap hak-hak dan kehormatan orang tua: “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya.” Amsal 29:15

  1. Alkitab mengajar anak-anak untuk menghormati dan menaati orang tua mereka, dan merupakan hak istimewa orang tua untuk membimbing mereka, memelihara mereka, memperbaiki mereka, dan menunjukkan kepada mereka kasih yang tulus. Ada dua ekstrem dalam gaya edukatif yang harus dihindari oleh rumah tangga Kristen. Salah satunya adalah gaya pendidikan liberal atau bebas. Anak-anak memiliki semua kebebasan. Mereka dapat memilih kapan harus makan, apa yang harus dimakan, kapan harus tidur, bagaimana mengatur waktu mereka, pada akhirnya, merekalah yang memerintah orang tua mereka. Yang lainnya adalah gaya otoriter, anak-anak tidak dapat mengungkapkan perasaan, dan pikiran mereka dan tidak dapat mengambil bagian ketika keluarga membuat keputusan. Kedua gaya pengasuhan ini dapat berakibat pada mengembangkan anak-anak pemberontak.
  2. “Anak-anak memiliki sifat sensitif dan penuh kasih. Mereka mudah senang dan mudah dibuat tidak bahagia. Dengan disiplin yang lemah lembut dalam kata-kata dan dalam perbuatan yang penuh kasih, para ibu dapat mengikat anak-anak mereka pada hati mereka. Untuk menyatakan kegarangan atau kekerasan dan menuntut anak-anak adalah kesalahan besar. Ketegasan yang beraturan dan kendali yang mantap diperlukan untuk disiplin setiap keluarga. Katakan apa yang engkau maksudkan dengan tenang, bergerak dengan pertimbangan yang bijak, dan laksanakan apa yang engkau katakan tanpa penyimpangan sedikitpun.” 3T 532.2
  3. “Pemberontakan terlalu sering dibangun dalam hati anak-anak melalui disiplin yang salah dari orang tua, bila saja jalan yang tepat telah diambil, maka anak-anak akan membentuk tabiat yang baik dan harmonis.”- CG 237.4

Rencana Asli Allah untuk Pernikahan dan Keluarga:

  • Persatuan dan persaudaraan: karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan.” Filipi 2:2. Menurut rencana awal Allah, keluarga dirancang untuk menjadi sumber persatuan dan persaudaraan. Ikatan antara anggota keluarga adalah untuk memajukan terlaksananya dukungan emosional, kasih, dan rasa memiliki. “Semakin dekat anggota keluarga dipersatukan dalam pekerjaan mereka di rumah, maka akan semakin meneguhkan dan membantu pengaruh yang ayah dan ibu serta putra dan putri kerahkan di luar rumah.” AH 37.5 “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Kejadian. 2:24. Ayat ini menunjukkan persatuan suci antara seorang laki-laki dan istrinya. Ungkapan “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya“: pemisahan hubungan dua keluarga untuk menciptakan persatuan baru dan mandiri. Penggunaan kata “sehingga keduanya menjadi satu daging” berarti ikatan yang kuat dan tak terpisahkan antara suami dan istri, bukan hanya saling menerima dan mengerti, dan saling pengabdian dalam kasih, tetapi juga kebutuhan untuk melakukan hal-hal bersama dalam pernikahan. Ungkapan “sehingga keduanya menjadi satu daging” menunjuk pada kesatuan yang mendalam dan seutuhnya dan saling keterkaitan dari hubungan perkawinan, tidak hanya secara fisik atau keuangan tetapi juga secara emosional dan kerohanian.
  • Kasih dan pengorbanan: Rancangan Allah bagi keluarga menekankan prinsip kasih dan pengorbanan tanpa pamrih. Anggota keluarga dipanggil untuk saling mengasihi seperti mereka mengasihi diri mereka sendiri. Setiap bagian dari keluarga harus memprioritaskan kesejahteraan orang lain. Inilah yang membangun kepercayaan dan yang memperdalam hubungan dalam keluarga. Efesus 5 adalah tentang kasih suami dan rasa hormat istri.
  • Kasih suami:
    1. Tindakan pengorbanan: Suami dapat menunjukkan kasihnya dengan berkorban untuk kesejahteraan dan kebahagiaan istri dan anak-anaknya. Ini bisa berarti meninggalkan kesenangan pribadi, membatasi penggunaan berita atau platform media sosial, dan memberikan perhentian dan rekreasi kepada keluarga dengan berjalan-jalan atau minum bersama.
    2. Kata-kata perawatan dan komunikasi yang efektif.: “Ada banyak laki-laki yang tidak pernah tahu betapa laparnya hati istri dengan kata-kata penghargaan dan kasih sayang yang lembut.” 3T 527.1
    3. Memiliki percakapan yang terbuka dan jujur tidak mudah bagi kebanyakan laki-laki. Kita dapat belajar melakukan ini dengan mengajukan pertanyaan terbuka, seperti: Bagaimana perasaan aatau pendapatmu tentang …? Bisakah kamu membantu saya untuk lebih memahami hal ini? Apakah ada yang kamu butuhkan dari saya sekarang? Bagaimana kita bisa bekerja sama untuk menemukan solusi? Apa tujuan kita dalam hal ini? Apakah ada sesuatu di pikiranmu yang kamu ingin untuk kita bicarakan? Dan jangan lupa bahwa mendengarkan istri adalah bagian penting dari komunikasi yang baik dalam pernikahan.
  • Tindakan Melayani: Gerakan sederhana seperti membantu tugas-tugas rumah atau merawat anak-anak dan tanggung jawab lainnya menunjukkan kesediaan untuk meringankan beban keluarga.

Rasa hormat istri:

  • Penguatan dan Dorongan: Mengenali dan menghargai upaya suami, baik itu hal kecil atau besar, akan memperkuat hubungan kasih kita. Sering kali, istri tidak tahu bagaimana mengenali upaya suami mereka, tetapi kita dapat mengatakan: “Saya mengagumi kebaikan dan kemurahan hatimu”, “Humormu membawakan terang ke rumah kita”, “Terima kasih telah bekerja sangat keras dan tidak pernah menyerah”, “Kamu telah menunjukkan begitu banyak tanggung jawab dan dedikasi dalam pekerjaanmu”, “Saya menghargai kesediaanmu untuk untuk mendengarkan dan memahami perasaan saya”. “Doronganmu memberi saya kekuatan”, “Saya bersyukur atas segala kasih dan kehangatan yang kamu bawa ke keluarga kita. ” Jadilah spesifik ketika mengenali upaya suamimu, tekankanlah aspek-aspek baik dari tabiat atau perilakunya, tindakan setianya dan apapun yang kamu sukai darinya.
    • Tindakan untuk Mendorong Suami: Rasa hormat ditunjukkan melalui tindakan dukungan. Ini bisa berarti secara aktif mendukung harapan dan impian suami, mendorong pertumbuhan pribadi dan memberikan rasa aman. Misalnya, jika dia harus mengangkut sesuatu yang berat untuk memperbaikinya, maka dapat mengatakan kepadanya: “Aku ikut denganmu, aku tahu itu berat”.
    • Mengakui kepemimpinan: Berarti menghormati peran suami sebagai pemimpin keluarga, mengenali keputusannya dan mendiskusikan topik-topik penting bersama. Kita harus memiliki Roh Allah, atau kita tidak akan pernah memiliki keharmonisan dalam rumah. Istri, jika dia memiliki roh Kristus, akan berhati-hati terhadap kata-katanya; Dia akan mengendalikan rohnya, dia akan tunduk, namun tidak akan merasa bahwa dia adalah budak, tetapi sahabat suaminya. Jika suami adalah hamba Allah, ia tidak akan berkuasa atas istrinya; Dia tidak akan sewenang-wenang dan menuntut.” AH 118.1 “Ada Dia yang berada lebih tinggi dari suami kepada istri; Dia adalah Penebusnya, dan ketundukan istri kepada suaminya harus diberikan seperti yang telah Allah arahkan— “sebagaimana yang seharusnya di dalam Tuhan.” Kolose 3:18.” AH 116.1

Jangan pernah lupa bahwa kita harus membuat rumah menjadi cerah ceria dan bahagia bagi diri kita sendiri dan bagi anak-anak kita dengan menghargai sifat-sifat Juruselamat. Jika kita membawa Kristus ke dalam rumah, maka kita akan tahu yang baik dan yang jahat. Kita akan dapat menolong anak-anak kita untuk menjadi pohon kebenaran, dan menghasilkan buah-buah Roh. AH 17.4

Rencana Allah bagi keluarga menyiratkan tentang penerapan nilai-nilai Alkitab dan prinsip-prinsip moral dari satu generasi ke generasi berikutnya. Orang tua harus menjadi pembimbing yang mengajarkan kepada anggota keluarganya tentang kejujuran, integritas, iman, takut akan Allah dan pentingnya hidup sesuai dengan perintah-perintah Allah. Penerapan nilai-nilai ini akan menjadi berkat bagi masyarakat. Maka, mari kita biarkan rumah kita didasarkan pada rancangan Allah.

Amin.

BACAAN 5 (Minggu, 12 Mei 2024)

Identitas Manusia Menurut Allah

Oleh Elizabeth Cabrera

Menurut Gambar dan Rupa Allah

“Setelah bumi ini dengan kehidupan hewani dan nabatinya yang beraneka ragam telah diciptakan, kemudian manusia, karya puncak Sang Pencipta, yang untuknya bumi yang indah telah diciptakan, dibawa ke panggung kehidupan. Kepadanya diberikan kekuasaan atas segala sesuatu yang dapat dilihat matanya; karena “Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas … seluruh bumi…. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah; … laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” (Kejadian 1:26, 27). PP 44.3.

“Manusia harus memiliki gambar Allah, baik dalam secara lahiriah maupun dalam tabiat. Kristus sendiri adalah “gambar wujud Allah” (Ibrani 1:3) dari Bapa; tetapi manusia dibentuk menurut rupa Allah. Sifatnya selaras dengan kehendak Allah. Pikirannya mampu memahami hal-hal ilahi. Kasih sayangnya murni; Selera dan nafsunya berada di bawah kendali akal. Dia kudus dan bahagia dalam membawa rupa Allah dan dalam kepatuhan sempurna pada kehendak-Nya.” PP45.2

“Orang tua pertama kita, meskipun diciptakan tanpa dosa dan kudus, tidak ditempatkan di luar kemungkinan untuk melakukan kesalahan. Allah telah menciptakan mereka sebagai agen moral yang bebas, yang mampu menghargai kebijaksanaan dan kebajikan tabiat-Nya dan keadilan persyaratan-Nya, dan dengan kebebasan penuh untuk menyerah atau menahan ketaatan. Tanpa kebebasan memilih, ketaatannya tidak akan bersifat sukarela, tetapi dipaksakan. Tidak mungkin ada perkembangan tabiat bila penurutannya dipaksakan”. PP48.4-PP49.1

Kita semua tahu betul bagaimana kisahnya. Adam dan Hawa dicobai dan berdosa, sehingga menyerahkan semua kekuasaan dan otoritas atas bumi kepada Setan, yang selalu memiliki rencana kehancuran dan kematian, yang dapat kita verifikasi sepanjang sejarah dengan berbagai contoh.

Musuh dalam rencananya berusaha untuk menghancurkan gambar dan rupa Allah dalam diri manusia. Dia mulai dengan teori evolusi dan teori-teori yang merendahkan kita, dengan mengarahkan pandangan bahwa manusia berasal dari binatang, amfibi yang berubah dan berevolusi selama bertahun-tahun, dan dia mengambil dari pikiran kita kesempurnaan manusia sebagai mahkota penciptaan dan otoritas yang diberikan kepada Adam untuk memerintah atas bumi dan bangsa hewani.

“Manusia pada awalnya diberkahi dengan kekuatan mulia dan pikiran yang seimbang. Dia sempurna dalam keberadaannya, dan selaras dengan Tuhan. Pikirannya murni, tujuannya suci. Tetapi melalui ketidaktaatan, kekuatannya diselewengkan, dan keegoisan menggantikan kasih … Adalah tujuan si penggoda untuk menggagalkan rencana ilahi dalam penciptaan manusia, dan memenuhi bumi dengan celaka dan kehancuran. Dan dia hendak menuduhkan semua kejahatan ini sebagai hasil dari pekerjaan Allah dalam menciptakan manusia.” SC 17.1

Pengetahuan tentang Diri Sendiri

Identitas kita adalah topik yang menonjol dalam masyarakat kontemporer. Identitas dapat didefinisikan sebagai seperangkat sifat atau karakteristik seseorang yang membedakan mereka dari orang lain dalam suatu kelompok. Bagi orang percaya, sumber identitas yang mendasar selalu dan akan terus menjadi Allah dan Firman-Nya. Kita adalah mahakarya Allah, diciptakan menurut gambar-Nya, yang menyiratkan bahwa kita memiliki sifat atau karakteristik yang mirip dengan Pencipta kita. Ini adalah dasar dari identitas kita. Namun, kejatuhan manusia telah membiaskan gambar dan rupa Allah di dalam kita. Dosa telah mengaburkan identitas sejati kita. Seringkali, kita mencari nilai kita dalam prestasi, penampilan, harta benda, atau persetujuan sosial. Tetapi Alkitab memperingatkan kita, dalam 1 Yohanes 2:16: “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.”

“Mengenal diri sendiri adalah pengetahuan yang besar … Pengetahuan akan diri mengarah pada kerendahan hati dan percaya kepada Allah, tetapi itu tidak menggantikan upaya pribadi kita untuk perbaikan diri. Dia yang menyadari kekurangannya sendiri tidak akan susah untuk disuruh mencapai standar tertinggi keunggulan fisik, mental, dan moral. 1MCP 4.5.

Sungguh luar biasa bagaimana orang-orang berfokus pada pendidikan mereka, pemberdayaan intelektual, atau pengembangan keterampilan mereka untuk hidup mereka, dan, meskipun, tidak satu pun dari hal-hal ini salah, seringkali kita lupa atau lalai akan hal yang paling penting: yaitu, hubungan kita dengan Allah dan rencana-Nya untuk tiap-tiap anak-anak-Nya. Dalam Alkitab, kita memiliki contoh yang terkenal dalam diri Musa, seorang anak Ibrani yang dibesarkan dan dididik di dalam semua kebijaksanaan dan strategi militer Mesir. Orang mungkin berpikir bahwa dia akan menjadi pembebas yang hebat, bahwa dia bisa melakukan kudeta, mengetahui semua strategi militer dari dalam dirinya, dan dengan kekuatan yang dia miliki itu, dia dianggap bisa mempersiapkan pemberontakan dan memimpin rakyatnya menuju kemerdekaan dan pembebasan. Namun, ternyata semua pengetahuan itu justru memisahkannya dari hubungan intimnya dengan Allah; dia sempat kehilangan identitasnya, dan perlu baginya untuk menghabiskan 40 tahun di padang gurun, melupakan semua pendidikan Mesirnya dan belajar untuk bergantung pada Allah, untuk percaya sepenuhnya pada Allah, bukan bersandar pada kekuatannya sendiri tetapi pada kekuatan Allah. Dia memang melakukan pembebasan bagi umat-Nya, tetapi secara ajaib, melalui mujizat, dengan meninggikan kuasa Allah dan menunjukkan kepada semua bangsa bahwa Allah Israel nyata lebih unggul dari semua allah lainnya.

Konsekuensi dari seorang manusia yang tanpa identitas

Seseorang yang tidak mengenal identitasnya di dalam Kristus adalah seperti daun yang ditiup angin, terombang-ambing dipengaruhi oleh arus pemikiran atau budaya populer. Kurangnya identitas ini dapat menyebabkan ketidakamanan, dosa, dan akhirnya pemisahan dari Allah. Kita harus sadar bahwa kita adalah “… bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” (1 Petrus 2:9).

Sayangnya, mereka yang tidak memiliki hubungan yang hidup dengan Allah akan kehilangan identitas dan tujuan mereka, dan tergelincir jatuh semakin jauh ke jalan yang salah. “Ketika si penipu mulai melakukan penipuannya, ia sering kali menemukan perbedaan selera dan kebiasaan; tetapi karena kepura-puraan (si penipu) yang besar terhadap kesalehan ia (si musuh) pun memperoleh kepercayaan diri, dan ketika hal ini dilakukan, kuasanya yang licik dan menipu digunakan dengan caranya sendiri untuk menjalankan siasatnya. Dengan bergaul dengan unsur-unsur berbahaya ini, …. Identitas mereka (umat manusia) hilang; mereka menjadi bayangan penggoda mereka (mengikuti bujukan si penggoda itu).” 2JT35.3

Seberapa baik kita mengenal diri kita sendiri?

“Mengenal diri sendiri adalah pengetahuan yang luar biasa. Pengetahuan diri sejati menuntun pada kerendahan hati yang mempersiapkan jalan bagi Allah untuk mengembangkan pikiran dan membentuk serta mendisiplinkan tabiat.” 2MCP 366.1.

Tetapi kita harus berhati-hati; Yeremia 17:9 memberi tahu kita, “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” Dengan sendirinya, kita tidak dapat sepenuhnya mengenal diri kita sendiri. Hanya melalui Allah dan Firman-Nya kita dapat menemukan identitas dan nilai sejati kita.

Nilai kita sangat besar di mata Allah. Sedemikian besarnya sehingga Dia mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk mati bagi kita. “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8).

Sebagai anak-anak Allah, adalah penting bagi kita untuk memahami identitas sejati kita di dalam Kristus. Hanya dengan cara demikian kita dapat menjalani kehidupan dan tujuan berkelimpahan yang Alah miliki bagi kita. Adalah tugas kita sebagai satu keluarga untuk saling membantu dalam menemukan dan menegaskan identitas ini di dalam Kristus.

Laki-laki dengan Identitas Kristen sebagai Ayah

Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa peran laki-laki Kristen dalam keluarga sebagai suami dan ayah adalah yang paling penting. Dalam Efesus 5:25, firman allah menyatakan kepada kita, “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.” Sungguh teladan yang hebat dan tujuan mulia yang hendaknya para suami perjuangkan dalam hubungan mereka dengan istri mereka. Mereka harus mencintai, merawat, dan menyediakan setiap kebutuhan mereka, dan bersedia memberikan hidup mereka untuk istri mereka. Dan firman Allah juga memberitahu kita dalam Efesus 6:4, “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Dengan kata lain, mereka harus dengan penuh kasih membimbing anak-anak mereka di jalan iman dan kebenaran.

Ellen G. White dalam “The Adventist Home” menyatakan kepada kita, bahwa, tempat ayah di rumah adalah suci dan bermartabat. Ia harus menganggap dirinya sebagai penatalayan Allah, dan dengan demikian bertanggung jawab atas jiwa-jiwa anak-anaknya. Dia harus mengajar mereka dan memerintah seisi rumahnya yang ada dalam lingkup tanggung jawabnya, yakni istri dan anak-anaknya. Dia harus mendidik keluarganya bagi Allah, dan melatih anak-anaknya untuk mematuhi dan menghormati kehendak Bapa surgawi mereka.

Yang diuraikan di atas menyoroti pentingnya ayah dalam keluarga Kristen. Dia harus mengambil perannya sebagai pembimbing rohani dan pelindung keluarganya, memimpin mereka kepada hubungan yang lebih dalam dengan Allah dan mengajar mereka untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Alkitab menyajikan model yang jelas tentang kebapaan Kristen dalam sosok Abraham. Dalam Kejadian 18:19 (KJV), Allah berkata tentang Abraham, “Sebab Aku mengenal dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan.” Ini menekankan bahwa seorang ayah Kristen harus menjadi pemimpin rohani di rumahnya, memberikan teladan iman dan kebenaran bagi anak-anaknya. Tanggung jawabnya tidak terbatas pada menyediakan hal-hal materi tetapi juga termasuk mengajar mereka dalam iman dan nilai-nilai Kristen, dan yang paling penting, memberikan teladan kepatuhan dan kebenaran terhadap perintah Allah. Seringkali, perbuatan kita berbicara lebih keras daripada kata-kata, dan para ayah dengan identitas Kristen yang benar akan menunjukkan dalam praktiknya bagaimana menaati Hukum Allah dan melayani-Nya dalam segala situasi.

Ayah Kristen dengan identitas yang benar harus menjadi model tabiat dan kebajikan bagi anak-anaknya. Dia harus menjadi imam keluarganya sendiri dan harus menjalani kehidupan yang patut diteladani sehingga istri dan anak-anaknya menghormati dan mengasihinya. Dia harus menjadi pendoa, memiliki iman yang hidup kepada Allah, dan harus mencari bimbingan ilahi untuk segala sesuatu setiap saat.

Selanjutnya, Alkitab mengingatkan kita dalam Amsal 22:6: ” Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Orang tua Kristen memiliki tanggung jawab untuk mengajar anak-anak mereka prinsip-prinsip iman dan membantu mereka mengembangkan hubungan pribadi dengan Allah sejak usia dini.

Berapa nilai diri kita?

“Harga yang dibayar untuk penebusan kita, yakni pengorbanan tak terbatas Bapa surgawi kita dalam memberikan Putra-Nya untuk mati bagi kita, hendaknya memberi kita gagasan yang mulia tentang apa jadinya kita melalui Kristus. Sewaktu rasul Yohanes yang diilhami Allah melihat tingginya, dalamnya, dan luasnya kasih Bapa terhadap bangsa manusia yang sedang binasa, dia dipenuhi dengan ketakjuban dan kekhidmatan; Dan, gagal menemukan bahasa yang cocok untuk mengungkapkan kebesaran dan kelembutan kasih ini, dia pun memanggil dunia untuk melihatnya. “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.” 1 Yohanes 3:1. Betapa berharganya hal ini bagi manusia… Dengan mengambil sifat manusia, Kristus mengangkat derajat umat manusia. Orang-orang yang jatuh ditempatkan di mana, melalui hubungan dengan Kristus, mereka dapat dijadikan layak untuk menyandang nama “anak-anak Allah.” SC 15.1

“Nilai satu jiwa, siapa yang bisa mengukurnya? Bila kita ingin tahu nilainya, pergilah ke Getsemani, dan di sana berjaga-jagalah bersama Kristus melalui jam-jam penderitaan itu, ketika Dia meneteskan keringat yang seperti titik-titik darah yang besar. Lalu, pandanglah pada Juruselamat yang ditinggikan di kayu salib. Dengarkanlah seruan penghabisan-Nya, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Markus 15:34. Lihatlah kepala-Nya yang terluka (oleh mahkota duri), lambungnya yang tertusuk (tombak), dan kakinya yang rusak (oleh paku) itu. Ingatlah bagaimana Kristus telah mempertaruhkan segalanya. Demi mengadakan penebusan bagi kita, surga itu sendiri telah mempertaruhkan segalanya. Di kaki salib, dengan mengingat bahwa demi satu orang berdosa Kristus telah rela menyerahkan nyawa-Nya, kita dapat tahu berapa nilai satu jiwa yang sesungguhnya. COL 196.4

Allah memiliki rencana yang indah bagi tiap-tiap anak-Nya. Dia sangat menghargai kita sehingga Dia melaksanakan rencana keselamatan untuk menyelamatkan kita. Marilah kita mengizinkan Allah untuk bekerja dalam hidup kita, sehingga, seperti Daud, kita dapat memiliki hati yang berkenan di hati Allah, terlepas dari kekurangan kita. Marilah kita memohon kepada Allah untuk berkenan menunjukkan kehendak-Nya dalam hidup kita, agar kita menemukan dan mengenali identitas sejati kita, dan seperti Paulus, semoga kita juga dapat diubahkan. Seperti Yosua, semoga kita dapat menjadi orangtua yang patut diteladani, dan yang melayani Allah bersama dengan keluarga kita. Dan seperti Musa, melalui kerendahan hati dan keteguhan hatinya, kiranya kita pun dapat menjadi wakil-wakil Allah yang benar di bumi, dan dapat menyatakan seperti Paulus: “Karena bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:21).

Amin.

BACAAN 6 (Sabat, 18 Mei 2024)

KELUARGA MENGIDENTIFIKASI DIRINYA DENGAN GEREJA

Oleh Pastor Victor Carbajal

PENDAHULUAN

“Lalu Naomi, mertuanya itu, berkata kepadanya: ‘Anakku, apakah tidak ada baiknya jika aku mencari tempat perlindungan bagimu supaya engkau berbahagia?'” Rut 3:1. “Rumah adalah tempat kudus bagi keluarga, dan kamar ataupun pepohonan yang rimbun adalah tempat yang paling tenang untuk ibadah individu, tetapi gereja adalah tempat kudus bagi jemaatnya.” (2TT 193.3).

Manusia selalu mengidentifikasi diri dengan keyakinan mereka. Selama zaman para bapa, keluarga adalah tempat perlindungan rohani, dimana kepercayaan para anggotanya diperkuat, sebagai tempat mengabadikan pengetahuan tentang kebenaran-kebenaran keselamatan dan ajaran-ajaran yang mereka terima melalui para nabi dan bapa. Kegiatan penginjilannya aktif sedemikian rupa, sehingga banyak penyembah berhala terkenal dan orang-orang biasa menerima pengetahuan tentang adanya satu Allah yang benar; misalnya, beberapa dari antaranya adalah anggota bangsa Israel, seperti Rahab dan Rut, dan yang lain, seperti Naaman, yang tetap tinggal di kota-kota mereka dengan sedikit terang yang telah mereka terima. Dalam kehidupan orang terakhir ini (Naaman), seorang gadis kecil yang menjadi alat yang dipilih oleh Allah untuk menjadi terang dalam keluarga yang adalah kafir oleh kelahiran dan budaya kesehariannya. Jelaslah bahwa tiap-tiap anggota keluarga akan selalu mengidentifikasi diri dengan imannya, kota tempat tinggalnya, atau gerejanya. Sehubungan dengan hal ini, kita akan melihat rincian Alkitab yang cocok untuk menjadi pelajaran bagi kita.

KELUARGA DAN JEMAAT PADA ZAMAN ALKITAB

  1. ZAMAN PERJANJIAN LAMA. Ketika menciptakan Adam dan Hawa, Dia Yang Kekal itu telah mendirikan lembaga pernikahan, dimana keluarga dan anak-anak disertakan melalui kata-kata: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, …” Kejadian 1:28. Hawa juga menyatakan bahwa anak-anak ada bukan semata hanya karena kehendak manusia: “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN.” Kejadian 4:1.

Dalam keluarga Adam dan Hawa, dua anak pertama menerima pendidikan rohani yang sama, keduanya mengerti bahwa Allah menghendaki penghormatan dan pujian; tetapi sementara Habel mengakui bahwa ia adalah orang berdosa, Kain ternyata hanya sebagian taat, dan melalui cara dia membawa persembahannya menunjukkan bahwa ia merasa tidak membutuhkan seorang Juruselamat.

Kisah keluarga pertama di bumi dibayangi oleh terjadinya peristiwa pembunuhan oleh anak pertama, setelah bencana terbesar keluarga manusia (masuknya dosa ke dalam dunia kita). Sejak itu, keluarga kita manusia berada dalam krisis, karena perceraian, perpisahan, dan pertengkaran, bahkan upaya-upaya melawan kehidupan berpasangan. Oleh karena itu, anak-anak lah yang akan paling terpengaruh, bahkan menghasilkan kejahatan lain yang lebih besar, yang tidak hanya melanggengkan kejahatan tetapi juga memperluas dan memperparah konsekuensinya.

Pada zaman Alkitab, keluarga-keluarga Israel mengidentifikasi diri dengan iman mereka, prinsip-prinsip rohani yang berlaku, dan tentu saja juga dengan bangsa mereka: “Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu, …” Keluaran 6:7. Itulah sebabnya keluarga-keluarga lah yang membela dan berjuang untuk membesarkan bangsa mereka: “Berbahagialah engkau, hai Israel (Advent Pembaharuan); siapakah yang sama dengan engkau? Suatu bangsa yang diselamatkan oleh TUHAN, perisai pertolongan dan pedang kejayaanmu. Sebab itu musuhmu akan tunduk menjilat kepadamu, dan engkau akan berjejak di bukit-bukit mereka.” Ulangan 33:29. “Kuatkanlah hatimu dan marilah kita menguatkan hati untuk bangsa kita dan untuk kota-kota Allah kita. TUHAN kiranya melakukan yang baik di mata-Nya.” 2 Samuel 10:12.

Di antara orang-orang yang menonjol dalam catatan sejarah Alkitab, adalah keluarga yang identitasnya terkenal di antara orang lain dan bahkan di kalangan mereka sendiri; misalnya: keluarga Nuh yang semuanya diselamatkan; Keluarga Abraham karena pimpinan dan kesetiaan mereka kepada Tuhan, membimbing orang-orang menuju tanah perjanjian; Keluarga Ishak menonjol karena kesetiaannya yang tak tergoyahkan pada prinsip-prinsip pernikahan monogami; dan kita tidak dapat melupakan Yakub, yang karena iman, penyangkalan diri, dan keteguhannya, meskipun ia memiliki juga aspek-aspek tertentu yang tidak direkomendasikan. Yakub memperoleh pengampunan yang sangat diinginkannya dengan mendapatkan nama baru yang mencerminkan pertobatan dan keselamatannya: Israel, yang artinya “pemenang,” yang menggambarkan pencalonan keluarga rohani pada tahap terakhir jemaat di seluruh dunia. Marilah kita juga mengingat Musa, yang keluarganya berjalan bersamanya dan mendukungnya untuk memimpin bangsanya dengan bijaksana; yang, karena kesabaran, kerendahan hati, dan kepasrahannya yang unik, meski sempat gagal sekali, berhasil menjadi perantara bagi mereka yang mencoba menyakitinya namun dia mengasihi mereka lebih dari dirinya sendiri. Bagi Musa, bangsa itu juga adalah keluarganya.

Singkatnya, keluarga-keluarga yang ada sebelum Yesus muncul, diidentifikasi dengan prinsip-prinsip, pemerintahan, dan jemaat-Nya, bahwa melalui iman dan kasih kepada Dia Yang Kekal, tetap menjadi sisa yang setia. Mereka tidak kehilangan identitas kepercayaan sejati mereka, dan mempertahankan diri mereka sampai saatnya tiba Anak Manusia, yang muncul dalam lingkup keluarga Yusuf dan Maria, yang adalah anggota jemaat Yahudi atau orang-orang Israel.

Ayat-ayat dan kisah yang disebutkan di atas mengungkapkan kasih sayang yang mendalam terhadap Sang Pencipta, yang meluas ke gereja atau umat pilihan-Nya Allah. Mayoritas menyadari misi dan visi  keberadaan mereka karena mereka bukan sembarang orang meski adakalany berada di antara bangsa-bangsa lain.

  1. DALAM PERJANJIAN BARU. Dengan kedatangan Guru Ilahi di antara kita (umat manusia), pertimbangan yang nyata dialami dalam peran perempuan, istri, dan ibu. Ada lebih banyak stabilitas di antara keluarga karena poligami secara resmi dibuang dari persekutuan jemaat Allah, karena (poligami) itu bukanlah kehendak Allah, tetapi sebaliknya, itu telah ditoleransi karena kekerasan hati (tegar tengkuknya) manusia. (Matius 19:3-9). Mari kita renungkan kata-kata Yesus ini: “… dan jika anggota keluarga bertengkar di antara mereka sendiri, keluarga itu tidak akan bertahan (rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan).” Matius 12:25. Ada berkat utama bagi keluarga-keluarga di bumi yang telah diungkapkan oleh Sang Arsitek Agung itu, “… Ia berfirman kepada Abraham: Oleh keturunanmu semua bangsa di muka bumi akan diberkati.” Kisah 3:25. Inilah bagaimana jemaat ditopang dalam Perjanjian Lama dan berlanjut dalam Perjanjian Baru, membagikan harapan penghiburan dan keselamatan yang diberkati ini selama ribuan tahun. Keluarga dipimpin dalam kesatuan, untuk menyampaikan pekabaran ini kepada anggota keluarga mereka dan kepada orang-orang lain, termasuk kepada yang bukan Israel. Kita menemukan dalam Alkitab Allah pernyataan ini: “Jawab mereka: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.” Kisah 16:31; catatan ilham berikut ini bahkan lebih membesarkan hati dan memotivasi lagi: “Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis.” Kisah 16:33. Meski sebagai tahanan, mereka (para rasul), menyampaikan iman dan keyakinan mereka kepada Guru Galilea, yang mendatangkan rasa kepuasan dan sukacita yang sangat besar kepada para hamba Allah. Kitab Suci memberi tahu kita tentang bahwa: “Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.” Kisah 16:34. Rasul Paulus, dalam catatan kisah pekabaran penginjilannya yang tercatat, menyatakan: “…seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga.’ Kisah 17:28. Sungguh mengherankan bahwa Keilahian telah memasukkan kita ke dalam lingkup kasihnya yang tak terlukiskan, sebagai bagian dalam keluarga alam semesta yang besar, yang mencakup para malaikat, penghuni dunia-dunia yang tak terhitung banyaknya, termasuk umat manusia di bumi ini, meskipun, kita sesungguhnya tidak memiliki apa pun yang dapat melayakkan kita atau membuat kita layak untuk perbedaan dan pertimbangan seperti itu; karena catatan Ilahi menyatakan: “Masakan manusia bersih, masakan benar yang lahir dari perempuan? Sesungguhnya, para suci-Nya tidak dipercayai-Nya, seluruh langitpun tidak bersih pada pandangan-Nya; lebih-lebih lagi orang yang keji dan bejat, yang menghirup kecurangan seperti air.” Ayub 15:14-16.

Dengan gambaran seperti itu tentang keadaan kita, Allah, dalam belas kasihan-Nya yang tak terbatas menempatkan kita ke dalam keluarga surgawi, dan hendak mengisi kembali surga dengan orang-orang yang diselamatkan oleh iman melalui jasa kebenaran Kristus. Pada zaman jemaat yang mula-mula, teladan keluarga yang menonjol karena kepahlawanan iman, doa, dan pengabdian mereka kepada Juruselamat, termasuk diantaranya ialah orang tua dari Yohanes Pembaptis, yang sisa keluarganya menantikan penghiburan Israel melalui kedatangan Mesias. Dan Yohanes yang dilahirkan di pangkuan keluarga ini dianggap oleh Yesus sendiri sebagai “Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes.” (Lukas 7:28). Mereka mengidentifikasi diri mereka dengan jemaat karena kepercayaan mereka kepada Allah dan Zakaria melanjutkan kegiatan pelayanannya sebagai pensiunan imam.

Keluarga Timotius juga terdaftar di halaman-halaman suci Firman Allah, yang menyebutkan tentang iman neneknya, Lois, dan ibunya, Eunike, sebagai mentor bagi hamba Yesus ini, terlepas dari asal-usul (ayah) keluarga ini (yang tidak disebutkan detailnya). Namun, pengetahuan tentang pekabaran penebusan adalah pemicu untuk menghasilkan buah-buah yang memuliakan Yang Mahakuasa dan yang bermanfaat bagi jemaat. Penting untuk menyebutkan keluarga Juruselamat ketika ia berada di dunia ini, yang juga merupakan bagian dari keluarga manusia yang fana, yang berkontribusi pada dukungan hidup bagi-Nya, dan mengidentifikasi diri-Nya dengan jemaat ketika itu, dan dengan umat-Nya (meski Ia malah mengalami penolakan) (Yohanes 1:11; Lukas 4:16) untuk menggenapi misi keluarga-keluarga yang percaya kepada Allah yang benar.

KELUARGA DI ABAD PERTENGAHAN YANG GELAP

Melalui penderitaan dan pencobaanlah para anggota jemaat dimurnikan dan dipersiapkan untuk masuk melalui melalui pintu gerbang sorga: “Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara.” Kisah 14:22. Melalui langkah-langkah yang disiplin inilah gereja dan keluarga menjadi kuat dan teguh karena ikatan yang tak terpatahkan yang mempersatukan mereka dan karena kasih persaudaraan yang ada pada mereka bagi orang-orang yang tidak percaya. Allah juga telah mengajar untuk mengasihi musuh dan tidak membalas kejahatan untuk kejahatan, tetapi membalas kejahatan dengan kebaikan. (Roma 12:17-21). Prinsip ini sangat kuat, sehingga bahkan di pusat metropolis dunia, yakni Roma, yang terkenal sebagai Kekaisaran Besi (dalam sejarahnya), memiliki monumen kesetiaan untuk kemuliaan Tuhan.

Kita memiliki catatan dari pena Ilahi mengenai kekuatan pendidikan Kristen dalam keluarga: “Terutama di antara mereka yang dipanggil untuk memimpin jemaat dari zaman kegelapan kepausan ke dalam terang iman yang lebih murni, berdirilah Martin Luther …yang terlahir dari kalangan miskin … Kesulitan, kekurangan, dan disiplin yang berat adalah sekolah di mana Hikmat Tak Terbatas mempersiapkan Luther untuk misi penting hidupnya” (GC 120.1, 2).  Disebutkan di sini, bahwa adalah kekuatan anggota jemaat yang setia yng mempengaruhi keluarga dan juga sebaliknya, bahwa, terdapat pengaruh dan kuasa keluarga pada jemaat, bahkan ketika itu tidak lagi sesuai dengan panggilannya yang tinggi, terdapat manfaat luar biasa dengan hasil yang sangat besar yang dapat dirasakan. Sepanjang sejarah, kita menemukan banyak contoh laki-laki dan perempuan yang termashyur karena iman mereka, dan bekerja demi jemaat dan giat dalam penginjilan, seperti John Huss; berikut ini adalah beberapa kata yang patut digarisbawahi: “Ibu (nya John Huss) itu hanya sedikit menyadari bagaimana doanya akan dijawab” (GC 98.1).

KELUARGA MODERN

“Sebab anak laki-laki menghina ayahnya, anak perempuan bangkit melawan ibunya, menantu perempuan melawan ibu mertuanya; musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.” Mikha 7:6. ” Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.” Lukas 12:53. Para bapa yang terkasih, hal ini sedang terjadi di dunia kita bahkan di antara orang-orang yang mengaku mengenal kebenaran Yesus. Sangat menggembirakan bahwa Sang Pencipta membandingkan kerajaan-Nya dengan penobatan, fungsi, dan tanggung jawabmu sebagai bapa keluargamu (Matius 20:1). Oleh karena itu, pengembangan, kesejahteraan, dan fungsi keluargamu bergantung pada arahan dan kepemimpinanmu; Peran kita begitu penting sehingga bahkan keselamatan anggota keluarga sangat bergantung pada bapa (Lukas 12:39, 42) dan, ingatlah saudaraku, jika kita tidak melakukan tanggung jawab kita dengan sebagaimana mestinya, maka Pencipta dan Bapa Keluarga kita (yang di sorga) itu, akan mengabaikan kita, akibat ketidakmampuan dan kelalaian kita sendiri, dan akan mengundang yang lain-lainnya yang mau (Lukas 14:21) agar kehendak-Nya dapat digenapi.

Kita sedang hidup di dunia di mana emosi, sentimentalisme perasaan, dan gairah nafsu telah menang mengalahkan akal sehat, kehendak yang murni, dan hati nurani, dan juga tentu saja atas prinsip-prinsip rohani berdasarkan yang sesuai dengan Firman yang tertulis; dunia sedang mengidentifikasi dengan apa yang mereka cintai, hargai, kagumi, dan idolakan (yakni penyanyi, aktor atau aktris, atlet, atau tim sepak bola negaramu). Bagaimana dengan kita, apakah kita tergerak oleh pekabaran salib? Apakah hati kita terbangkitkan ketika kita mendengar kisah tentang Kristus? Apakah kita tertarik dengan pelajaran dan topik pembenaran oleh iman? Mari kita renungkan hal-hal berikut ibi: “Banyak orang yang mengaku sebagai orang Kristen malah bersemangat atas usaha-usaha duniawi, dan minat mereka justru terbangun untuk hiburan baru dan menarik, sementara mereka sendiri berhati dingin, dan tampak seolah-olah membeku, di jalan Allah. Ini adalah suatu tema, yang bukan sekedar melibatkan formalitas luar atau lahiriah saja, yang cukup penting untuk membangkitkanmu. Kepentingan kekal terlibat di sini. Pada tema ini, adalah dosa untuk menjadi diam tenang saja dan tidak bersemangat. Adegan-adegan di Kalvari memanggil emosi yang paling dalam. Hany pada pelajaran ini sajalah engkau perlu menunjukkan semangat antusiasmemu.” (2T 212.3).

KESIMPULAN

Anak-anak, kita akan digerakkan oleh tujuan emosi kita, yang berisi: apa yang kita sukai, biasa lakukan, dan apa yang menjadi keyakinan, dan bahkan perasaan, kesalahan, dan kata-kata kita yang tidak dipikirkan. Berhati-hatilah! Tidak peduli apapun itu, konsekuensi akan datang dan penyesalan tidak akan dapat merubah atau menyelesaikan apa pun.

Jika tidak ada identitas yang karib dengan jemaat, umumnya kita tidak akan ragu untuk pergi ke gereja lain manapun dengan mudah, sambil merasa bahwa sekarang kita lebih baik, dan bahwa “kebenaran” ada di pihak kita, dan sangat mengungkapkan bahwa kita telah salah. Firman Allah menyatakan bahwa ada sejumlah besar laki-laki dan perempuan yang menderita penghinaan, fitnahan, marginalisasi, dll; tetapi mereka menang karena memang benar bahwa kebenaran hanya terdapat pada Kristus, pada Keilahian-Nya, Hukum-Nya, Firman-Nya, dan doktrin-Nya. “Allah memiliki umat di bumi yang dalam iman dan pengharapan kudus sedang menelusuri gulungan nubuat yang sedang digenapi dengan cepat …” (1TT 503.3); “Apakah Allah tidak memiliki jemaat yang hidup? Dia memiliki jemaat, tetapi jemaat itu adalah jemaat yang militan, belum menjadi jemaat yang menang. Kami menyesal karena adanya anggota yang masih bercacat, bahwa ada lalang di antara gandum.” (TM 45.1); “Allah sedang memimpin umat-Nya keluar dari dunia ini. Dia memiliki umat pilihan, satu jemaat di bumi, yang telah Dia jadikan sebagai tempat penyimpanan hukum-Nya.” (GRC 44.3).

Kiranya Allah membimbing kita dalam iman dan keyakinan kita akan kebenaran Alkitab; dan kiranya kita tidak disesatkan oleh kebencian, kebodohan, kemarahan, ketidaktahuan akan ajaran Alkitab, ketidakdewasaan, atau kurangnya pengetahuan akan diri dan kedewasaan rohani.

Amin.

BACAAN 7 (Sabat, 25 Mei 2024)

IDENTITAS DALAM KELUARGA

Oleh Pastor Samuel Maravilha

Mengidealkan Pernikahan

Ketika orang muda mencapai periode tertentu dalam hidup mereka, mereka mulai merencanakan masa depan mereka. Biasanya, mereka membayangkan masa depan mereka dengan suami atau istri mereka, sehingga hari-hari mereka yang tersisa di bumi ini mungkin tidak dijalani dalam kesendirian, tetapi dengan sahabat atau pasangan mereka. Mulai saat ini, pikiran mereka, seperti kompas, mulai mencari orang yang mereka bayangkan ideal untuk tujuan hidup mereka. Perempuan, lebih sering daripada laki-laki, mulai bermimpi dalam segala hal. Dia mungkin memimpikan ciri-ciri fisik atau mungkin karakteristik mental (kebijaksanaan) tertentu. Umumnya, dia juga memberikan prioritas tinggi pada status keuangan laki-laki, dan mencari seseorang untuk memuji kepribadiannya, tetapi sering kali dia lupa untuk melihat sifat-sifat emosional dan yang paling penting, sifat-sifat spiritual atau rohani dari calon pasangan masa depannya.

Haruskah seseorang mencari pasangan mereka tanpa berkonsultasi dengan Alkitab atau Roh Nubuat? Saran saya, “Jangan sampai terjadi demikian!” karena dalam perkara ini ataupun itu “… dalam banyak hal lain, kita memerlukan bimbingan para nabi untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia, yang merupakan rencana Allah bagi semua orang.” (The Adventist Home, hal. 3)

Jika kita benar-benar ingin membentuk rumah tangga yang ideal, dan membangun rumah tangga surgawi, maka kita harus mencari bimbingan Allah. Banyak rumah tangga saat ini yang menjadi berantakan karena mereka mencari pasangan seperti yang dicari Simson, bahkan, bertentangan dengan nasihat baik orang tua. “Tetapi ayahnya dan ibunya berkata kepadanya: “Tidak adakah di antara anak-anak perempuan sanak saudaramu atau di antara seluruh bangsa kita seorang perempuan, sehingga engkau pergi mengambil isteri dari orang Filistin, orang-orang yang tidak bersunat itu?” Tetapi jawab Simson kepada ayahnya: “Ambillah dia bagiku, sebab dia kusukai.”… Maka pergilah ia ke sana, lalu bercakap-cakap dengan perempuan itu, sebab Simson suka kepadanya. Hakim-hakim 14:3, 7.

Menariknya, Simson kemudian, pada akhirnya kehilangan matanya dan juga kehilangan perempuan yang menyenangkan matanya. Pernikahan seperti Simson telah menjadi sangat umum dan kebanyakan dari mereka, tidak berlangsung lama karena mereka jauh dari rancangan Allah bagi manusia. Keluarga, yang merupakan jantung (atau inti) masyarakat, gereja, dan bangsa, harus menemukan identitasnya dengan berakar pada Allah, yang adalah perancang dan penyelenggara keluarga manusia. Identitas keluarga harus membawa identitas leluhur manusia yang berasal dari ilahi, karena keluarga adalah diciptakan oleh Allah.

Jangan Pernah Menyesali Pernikahan yang telah terlanjur Terjadi (frustrasi, kecewa).

Jika kita seorang Kristen dan sudah memiliki rumah tangga yang mapan, dan jika kita percaya pada Kemahatahuan Allah, maka kita tidak akan pernah mempertanyakan pernikahan kita. Jika hidup kita berada di tangan Sang Pencipta, maka Dia akan mengabulkan segala impian hidup kita, termasuk pernikahan kita. Rasa frustrasi yang mungkin sering kita rasakan sebenarnya bukan berasal dari pernikahan kita, melainkan berasal dari dalam diri kita sendiri, karena kepercayaan kita kepada Allah sesungguhnya sedang diuji. Frustrasi adalah hasil karya tangan Setan yang menabur keraguan dan ketidakpercayaan pada kuasa dan pemeliharaan ilahi di dalam rumah kita sendiri. Jika tiap pasangan menempatkan hidup dan masa depan mereka di tangan Sang Pencipta, maka mereka tidak akan pernah berkata, “Saya menyesal menikah” atau, “Saya kecewa dengan pernikahan saya” karena Allah benar-benar adalah Pencipta kebahagiaan dalam pernikahan mereka. Mengapa memberi makan hidup kita dengan pikiran dan kata-kata yang membawa ketidakpastian ke dalam rumah? Mengapa mengatakan: “Jika saya menikah dengan orang ini dan itu, itu akan berbeda”;” Perempuan lain atau laki-laki lain akan memperlakukan saya lebih baik daripada dia memperlakukan saya”; “Aku belum bahagia sejak menikahimu”. Kata-kata frustrasi inilah yang membahayakan pasangan dan, dalam banyak kasus, membawa pernikahan mereka kepada kehancuran yang tak tertolong lagi. Seperti contoh pasangan pertama, kesalahan malah dituduhkan kepada Sang Pencipta, melalui tuduhan kepada pasangan. Kesalahan diberikan kepada orang yang semestinya kita percaya sebagai yang juga menginginkan kesejahteraan dan kebahagiaan kita—orang yang telah dirancang untuk memikirkan kita ketika Dia berfirman, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Kejadian 2:18.

Mengenai sukacita yang memenuhi rumah keluarga orang yang telah dilawat Yesus, dinyatakan, “Ucapan syukur yang penuh kegembiraan terdengar dari rumah (orang lumpuh yang telah disembuhkan: Matius 9:1-8; Markus 2:1-12) itu, dan Allah dimuliakan melalui Anak-Nya, yang telah memulihkan harapan bagi mereka yang putus asa, dan kekuatan bagi mereka yang tertimpa musibah. Orang ini dan keluarganya menjadi siap menyerahkan nyawa mereka demi Yesus. Tidak ada keraguan yang meredupkan iman mereka, tidak ada ketidakpercayaan yang merusak kesetiaan mereka kepada Dia yang telah membawa terang ke dalam rumah mereka yang gelap.” -DA hal. 271.2

Banyak rumah tangga yang masih memiliki bayang-bayang frustrasi, rasa bersalah, dan kekecewaan, harus mengizinkan Yesus untuk membawakan terang bagi mereka dan memulihkan iman dan keamanan yang hanya ada dan teguh di dalam Dia.

Pernikahan bukanlah lembaga buatan manusia—lembaga itu kudus dan berasal dari ilahi dan harus dipelihara untuk tetap seperti itu. Dalam tulisan-tulisan yang diilhami, Allah berfirman bahwa “Hari Sabat dan lembaga perkawinan ditetapkan Allah di Eden untuk dijaga kekhidmatan dan kesuciannya. Kedua lembaga yang ditetapkan oleh Allah ini telah diabaikan dan diselewengkan oleh laki-laki dan perempuan yang hatinya sepenuhnya bertekad untuk melakukan kejahatan.” TSB 98.4

Keluarga berencana

Sering kali, frustrasi terjadi tepat di awal pernikahan karena fokusnya tetap pada diri sendiri. Seseorang ingin dikasihi tetapi tidak mau mengasihi. Seseorang ingin dipuji tetapi tidak ingin memuji. Masing-masing ingin diperlakukan seperti raja atau ratu tanpa berusaha keras melakukan hal itu untuk pasangannya. Masing-masing dari mereka akhirnya menderita dan rumah tangga mereka pun memasuki keadaan yang gagal, hancur, dan membusuk. Bukankah sekarang ini adalah saatnya untuk sepenuhnya mengizinkan Allah bekerja?

Keluarga berencana itu penting, karena jika dia ingin menjadi raja dan dia ingin menjadi ratu, mengapa tidak membawa pangeran dan putri untuk menjadi bagian dari keluarga kerajaan ini? Bukankah ini akan menjadi solusi untuk memulihkan apa yang Allah inginkan dalam sebuah rumah? “Banyak orang yang sakit secara fisik, mental, dan moral karena perhatian mereka hanya tertuju pada diri mereka sendiri. Mereka mungkin terselamatkan dari stagnasi oleh vitalitas sehat dari pikiran yang awet muda dan bervariasi, serta energi aktif (seperti) anak-anak yang riang. ” AH 160. “Dia yang memberikan Hawa kepada Adam sebagai penolong … menahbiskan bahwa laki-laki dan perempuan harus dipersatukan dalam pernikahan suci, untuk membesarkan keluarga yang anggotanya, yang dimahkotai dengan kehormatan, harus diakui sebagai anggota keluarga di atas.” AH 159.  Mungkin rencana ilahi ini adalah solusinya karena, “Keegoisan, yang menyatakan dirinya dalam berbagai cara sesuai dengan keadaan dan struktur pribadi tiap individu yang khas, harus dihilangkan. Jika engkau mempunyai anak-anak, dan pikiranmu mau dialihkan dari diri sendiri, untuk dapat merawat mereka, mendidik mereka, dan menjadi teladan bagi mereka, maka hal itu akan menjadi suatu keuntungan bagimu…. Ketika dua orang membentuk sebuah keluarga, seperti dalam kasusmu, dan tidak ada anak-anak yang bisa dipanggil untuk melatih kesabaran, ketabahan, dan kasih sejati, maka diperlukan kewaspadaan terus-menerus agar keegoisan tidak mendapatkan keunggulannya, jangan sampai diri sendiri yang menjadi pusatnya, dan malah diri kita yang terus merasa memerlukan perhatian, perawatan, dan kepedulian, dan menganggap diri tidak berkewajiban untuk memberikan semua itu (perhatian, perawatan, kepedulian) kepada orang lain.” AH 159.4

Semua nasihat yang ditawarkan oleh tulisan-tulisan yang diilhamkan Allah ini harus dipikirkan dengan cermat, karena ketika Allah berkata, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu.” (Kejadian 1:28), Dia tidak memberikan izin hanya untuk satu keluarga saja yang untuk memenuhi bumi. Saat ini, banyak rumah tangga yang seolah-olah bahkan seperti memulai negara baru dengan puluhan anak yang ada pada mereka. Ini merugikan bagi zaman kita hidup sekarang, karena pendidikan, menjadi prioritas dan sangat penting, harus menjadi komitmen dari orang tua dan bukan dari karyawan dan keluarga mereka lainnya. Pendidikan sering ditinggalkan untuk kebutuhan ekonomi sebuah rumah tangga. Jika keluarga berencana tidak dianalisis dengan baik, itu akan membawa konsekuensi negatif seperti pasangan tanpa anak, yang frustrasi dan kekecewaannya terlihat pada awal renungan ini. Jika ini tidak dipenuhi dengan bimbingan ilahi, bahkan kehadiran anak-anak sekalipun tidak akan membantu rumah untuk dapat lolos dari perangkap musuh. Jika semua frustrasi yang merusak pernikahan ini berlipat ganda, dan jika anak-anak sudah berada di rumah-rumah yang seperti ini, maka, adakah pengaruh positif yang akan ditularkan melalui pengasuhan mereka, ketika yang mereka dengar hanyalah pernyataan negatif semacam itu, sambil menyaksikan adanya kekecewaan di antara orang tua mereka? Tidak! Dan akan semakin memperburuk keadaan, bila kita mungkin membuat trauma pikiran muda mereka dengan pemikiran bahwa semua rumah akan gagal demikian juga milik mereka. Inilah yang dapat mengakibatkan awan kekecewaan, keragu-raguan, dan ketidakpastian ke masa depan mereka.

Dalam semua tahap kehidupan, seseorang tidak boleh berhenti belajar dalam keluarga

Sebelum menyimpulkan, saya ingin menyajikan beberapa pertanyaan: Apa peran kita dalam sejarah penciptaan? Siapa kita dalam keluarga? Tanggung jawab apa yang telah Allah berikan kepada kita, sebagai ayah ataukah ibu? Siapa yang kita wakili dalam inti terkecil masyarakat, yaitu keluarga kita—apakah Allah ataukah Setan?

Pada setiap tahap kehidupan, ketika seseorang menemukan kepribadiannya sendiri, dia juga membuat pilihannya sendiri. Pembelajaran sehari-hari ini akan membentuk tabiat. Kita harus memahami bahwa, di dalam keluarga kita sendiri, kita akan terus belajar dan memberi contoh bagi orang lain yang memperhatikan kita. “Tidak mungkin bagi siapa pun dari kita untuk hidup sedemikian rupa sehingga kita tidak akan memberikan pengaruh di dunia. Tidak ada anggota keluarga yang dapat mengurung dirinya hanya di dalam dirinya saja, di mana anggota keluarga lainnya tidak akan merasakan pengaruh dan rohnya. Ekspresi wajah saja pun dapat memiliki pengaruh untuk kebaikan ataukah kejahatan. Roh atau semangat, kata-kata, perbuatan, dan sikap terhadap orang lain, menjadi saksi yang tidak dapat dihindarkan. Jika seseorang hidup dalam keegoisan, berarti dia mengelilingi jiwanya dengan atmosfer malaria; sementara jika dia dipenuhi dengan kasih Kristus, dia akan menunjukkan kesopanan, kebaikan, serta perhatian yang lembut terhadap perasaan orang lain dan akan senang berkomunikasi dengan rekan-rekannya, melalui perbuatan kasihnya, perasaannya yang lembut, penuh syukur, dan sukacita. Akan dinyatakan bahwa ia hidup bagi Yesus dan sedang belajar pelajaran setiap hari di kaki-Nya, menerima terang-Nya dan damai sejahtera-Nya. Dia akan dapat berkata kepada Allah, “Kebaikan-Mu membuat aku besar.’ 2 Samuel 22:36” AH 33.4. Nyanyian syukur Daud ini, yang dicatat dalam pasal 22 (Kitab 2 Samuel), harus menjadi nyanyian setiap keluarga yang mau dibimbing oleh tangan ilahi. Saya mendorong kita untuk membaca seluruh pasal ini bersama keluarga kita.

Yang paling penting adalah bahwa jika pembelajaran saya, yang dicapai pada berbagai tahap kehidupan, dapat mencapai juga keturunan saya, maka saya tidak akan menabur frustrasi, kekecewaan, atau ketidakpercayaan, melainkan kepastian bahwa keluarga saya memiliki garis keturunan ilahi, dan bahwa leluhurnya berasal dari dunia kekal, dan bahwa saya berasal dari keturunan teladan.

Untuk perenungan kita, saya akan meninggalkan pengalaman tentang dua keluarga yang merupakan contoh betapa pentingnya merencanakan pernikahan kita dan merencanakan pendidikan seperti apa yang akan kita berikan kepada anak-anak kita sehingga mereka tidak akan frustrasi dan apalagi meragukan Kemahatahuan Allah ketika kita mengizinkan Dia melakukan kehendak-Nya dalam kehidupan kita dan dalam keluarga kita.

Kedua kisah ini adalah adalah tentang keluarga pembunuh berantai.

Stavropol, Rusia – Keluarga Tarverdiyeva yang dipimpin oleh Inessa Tarverdiyeva dan suaminya, Roman Podkopaev membunuh tiga puluh orang dalam enam tahun. Selain pasangan itu, kejahatan itu juga melibatkan dua putri mereka, berusia 25 dan 13 tahun. Di antara korban keluarga ini, adalah seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dan dua remaja yang matanya dipotong.

Sebuah buku dengan judul yang sangat menakutkan, yaitu, “Semua orang di keluarga saya telah membunuh seseorang”, telah diterbitkan tentang Keluarga Cunningham. Keluarga Cunningham adalah keluarga sebagaimana halnya keluarga pada umumnya, kecuali pada suatu detail berikut ini. Di antara mereka ada bibi terkutuk, ayah tiri yang tidak bijaksana, saudara perempuan yang sarkastik, ibu yang penuh keinginan, dan saudara laki-laki yang bermasalah. Hidup bersama tidaklah mudah. Mereka memiliki masalah, mereka tidak rukun, dan mereka tidak terlalu dekat. Tapi satu hal menyatukan mereka – semua orang di keluarga ini telah membunuh seseorang.

Dalam Alkitab, kita melihat Kain, yang, oleh perbuatannya sendiri, mengakibatkan generasinya ditandai dengan kejahatan, pelacuran, dan korupsi, dan mengumpulkan banyak kematian dalam sejarah keluarga.           .

Mengapa mempertaruhkan masa depan keluarga kita dengan membuat kesalahan yang sama dengan yang telah terjadi di masa lalu, jika kita bisa belajar dari kesalahan keluarga yang, dengan percaya dirinya merasa mampu, sehingga malah mencegah Allah dari membantu mereka. Tanpa Allah, mereka merasakan kepahitan, kesedihan, kematian, kekecewaan, dan begitu banyak hal buruk lainnya. Kita bahkan dapat mengatakan bahwa kita memiliki indramu, bahwa kita pikir kita tahu kapan kita harus memiliki anak, bahwa kita tahu berapa banyak anak yang akan kita miliki, tetapi, lalu apa? Tanggung jawab siapa untuk membawa kebahagiaan bagi anak-anakmu? Atau haruskah kita katakan: setiap orang bertanggung jawab masing-masing?

Dalam Amsal 23:24-33 Salomo yang bijaksana berkata, “Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia Biarlah ayahmu dan ibumu bersukacita, biarlah beria-ria dia yang melahirkan engkau.” Itulah jenis keluarga yang Allah ingin kita miliki – yakni yang diberkati dan yang penuh sukacita. Dalam ayat-ayat berikutnya kita dapat melihat akibat dari sebuah keluarga yang dibebani dengan kutukan karena tidak tahu bagaimana merencanakan, selalu merasa frustrasi, dan menunjukkan ketidakpercayaan kepada Allah. “Karena perempuan jalang adalah lobang yang dalam, dan perempuan asing adalah sumur yang sempit. 28 Bahkan, seperti penyamun ia menghadang, dan memperbanyak pengkhianat di antara manusia. 29 Siapa mengaduh? Siapa mengeluh? Siapa bertengkar? Siapa berkeluh kesah? Siapa mendapat cidera tanpa sebab? Siapa merah matanya? Yakni mereka yang duduk dengan anggur sampai jauh malam, mereka yang datang mengecap anggur campuran. …

Semoga pengalaman pahit dari keluarga-keluarga yang malang ini menjadi pelajaran bagi rumah tangga kita yang mau bekerja untuk menjadi anggota “keluarga surgawi”.

Berikut ini adalah rangkuman nasihat yang disampaikan oleh departemen keluarga, “Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati.” (Mazmur 112: 1-2).

Amin.

Tuhan memberkati …

Leave a comment