Bacaan 3 Minggu Sembahyang 2024 “Berdoalah Setiap Waktu”
(Dibacakan pada Minggu, 8 Desember 2024)
DOA BAPA KAMI
“Para murid telah lama meninggalkan Tuhan mereka, ketika mereka kembali, mereka mendapati-Nya asyik berkomunikasi dengan Allah. Karena tidak menyadari kehadiran mereka, Ia terus berdoa dengan suara keras. Wajah Juruselamat bersinar dengan cahaya surgawi. Ia tampak berada di hadapan hadirat Dia Yang Tak Terlihat, dan ada kuasa yang hidup dalam perkataan-Nya yang terdengar seperti perkataan seseorang yang sedang berbicara dengan Allah.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 102.
Juruselamat memahami tiga hal utama dalam pertentangan dengan kejahatan. Ia memahami keseriusan pekerjaan yang harus Ia lakukan. Ia memahami singkatnya waktu yang Ia miliki untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Ia juga memahami hakikat pertempuran yang sedang dilancarkan Setan dan semua kuasa kegelapan terhadap-Nya untuk memperoleh kemenangan atas bumi dan penduduknya. “Karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” Efesus 6:12. Hanya melalui doa saja maka Kristus dapat menang.
“Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia selesai berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.” Lukas 11:1. Menurut catatan Lukas, ketika para murid melihat keberhasilan yang menyertai pekerjaan Yesus dan banyak orang yang mengikuti-Nya ke mana pun Ia pergi, untuk mengajar dan menyembuhkan orang sakit, mereka menyadari bahwa Ia dapat melakukan semua hal ini karena saat-saat berdoa yang Ia hargai. Setelah seharian bekerja, Ia sering meninggalkan para murid-Nya ke suatu tempat terpencil di mana Ia dapat berdoa dan memperoleh kekuatan untuk tiap-tiap hari.
Mengapa penting untuk belajar bagaimana berdoa? Yohanes Pembaptis pun, pembuka jalan kedatangan Yesus, mengajar murid-muridnya bagaimana untuk berdoa. Yesus juga menyatakan, “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.”” Matius 26:41. Ada juga hal lainnya yang dinyatakan dalam Yakobus 4:3: “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu…” (artinya kurang tepat, atau tidak tepat). Engkau mungkin telah berdoa dan sampai pada titik di mana engkau merasa bahwa Allah tidak menjawab doa-doamu. Mungkin engkau telah mengajukan banyak pertanyaan tanpa menerima jawaban, sampai pada titik putus asa. Sebenarnya tidak ada kesalahan pada pihak Allah. Sebabnya adalah karena kita tidak tahu atau belum tahu bagaimana berdoa dan bagaimana mendekati takhta kasih karunia. Janji Tuhan selalu pasti dan benar, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu.” Matius 7:7.
Menanggapi permintaan murid-murid-Nya, Yesus mengajarkan mereka sebuah doa yang “begitu sederhana sehingga dapat diterima bahkan oleh anak kecil, namun begitu lengkap dan menyeluruh sehingga maknanya yang sesungguhnya tidak akan pernah dapat dipahami sepenuhnya oleh pikiran-pikiran yang paling hebat sekalipun. Kita diajarkan untuk datang kepada Allah dengan persembahan syukur kita, untuk menyatakan keinginan kita, untuk mengakui dosa-dosa kita, dan untuk memohon belas kasihan-Nya sesuai dengan janji-Nya.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 103.
“Bapa kami yang di surga”
“Yesus mengajarkan kita untuk memanggil Bapa-Nya sebagai Bapa kita. Dia tidak malu memanggil kita sebagai saudara. Ibrani 2:11. Begitu siapnya, begitu bersemangatnya, hati Juruselamat untuk menyambut kita sebagai anggota keluarga Allah, sehingga dalam kata-kata pertama yang harus kita gunakan ketika mendekati Allah, Dia memberikan kepastian tentang hubungan ilahi kita, ‘Bapa Kami.’” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 103.
Setelah kebangkitan-Nya, ketika Yesus menampakkan diri kepada Maria, Ia melarangnya untuk menyentuh-Nya karena Ia belum naik kepada Bapa-Nya. Ia berkata kepadanya, “… pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu; …” Yohanes 20:17.
“Melalui hidup dan kematian-Nya, Kristus telah mencapai lebih dari sekadar pemulihan dari kehancuran yang disebabkan oleh dosa. Tujuan Setan adalah untuk mendatangkan perpisahan kekal antara Allah dan manusia; tetapi di dalam Kristus kita menjadi lebih erat bersatu dengan Allah daripada jika kita tidak pernah jatuh. Dengan mengambil kodrat kita, Juruselamat telah mengikatkan diri-Nya kepada manusia melalui ikatan yang tidak akan pernah putus. Sepanjang zaman kekal Ia terhubung dengan kita…. Allah telah mengadopsi kodrat manusia dalam pribadi Anak-Nya, dan telah membawanya naik ke surga yang tertinggi.” –Reflecting Christ, hlm. 45.
Itulah sebabnya rasul Paulus berkata, “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.” Ibrani 4:16.
“Dengan menyebut Allah sebagai Bapa kita, kita mengakui semua anak-Nya sebagai saudara kita. Kita semua adalah bagian dari jaringan besar umat manusia, semua anggota dari satu keluarga. Dalam permohonan kita, kita harus menyertakan sesama kita dan juga diri kita sendiri. Tidak seorang pun berdoa dengan benar jika ia hanya mencari berkat untuk dirinya sendiri.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 105.
Kita hendaknya tidak memiliki roh yang seperti Kain, yang menyatakan bahwa ia bukanlah penjaga saudaranya. Kita juga hendaknya tidak bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain, seperti para imam dan orang-orang Lewi, sebagaimana diajarkan Yesus dalam perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik Hati. Sebaliknya, kita hendaknya menjadi seperti Yusuf. Ia meninggalkan rumah ayahnya untuk mencari saudara-saudaranya dengan risiko terluka atau bahkan kehilangan nyawa. Kita berutang budi kepada sesama manusia, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekitar, tempat kerja, atau di sekolah. Banyak yang sedang tersesat dan membutuhkan seseorang untuk menunjukkan jalan menuju salib. Sebagian mungkin adalah bagai orang asing di negeri asing tanpa teman atau harapan. Kita hendaknya rela meninggalkan kenyamanan rumah kita, demi mencari saudara-saudara kita, dan memberi mereka janji-janji manis Bapa. Lebih jauh lagi, selain menyebut Allah sebagai Bapa kita, kita juga hendaknya menaati perintah-perintah-Nya dan menyerahkan keinginan kita kepada kehendak-Nya. Akan menjadi sukacita dan kesenangan yang besar untuk melakukan perbuatan apa pun, betapa pun rendahnya kelihatannya, yang akan memuliakan Allah dan memberkati saudara-saudara kita aaataupun sesama kita manusia.
“Dikuduskanlah namaMu”
“Untuk menguduskan nama Allah, maka, kata-kata yang kita ucapkan tentang Yang Mahatinggi harus diucapkan dengan penuh rasa hormat. ‘Nama-Nya kudus dan agung.’ Mazmur 111:9. Kita tidak boleh menganggap enteng gelar atau sebutan Allah. Dalam doa, kita memasuki ruang pertemuan Yang Mahatinggi; dan kita harus datang ke hadapan-Nya dengan rasa hormat yang kudus. Para malaikat bahkan menutupi wajah mereka di hadapan-Nya. Kerubium dan serafim yang cemerlang dan kudus sekalipun mendekati takhta-Nya dengan rasa hormat yang khidmat. Betapa lebih lagi kita, makhluk yang terbatas dan berdosa, harus datang dengan penuh rasa hormat di hadapan Tuhan, Pencipta kita!” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 106.
Kadang-kadang kita menunjukkan bahwa kita tidak mengerti betapa terhormatnya nama Allah dengan memanggil sesama manusia dengan sebutan “Yang Terhormat.” Hamba Allah menulis, “Menurut ajaran Kitab Suci, adalah tidak menghormati Allah untuk memanggil pendeta ataupun pelayan Injil dengan sebutan ‘Yang Terhormat.’ Tidak ada manusia yang memiliki hak untuk menyebut nama ini pada namanya sendiri atau pada nama manusia lainnya. Itu hanya milik Allah, untuk membedakan-Nya dari setiap makhluk lainnya. Barangsiapa yang mengklaim gelar ini berarti mengambil kehormatan suci Allah untuk diri mereka sendiri. Mereka tidak memiliki hak atas kata yang dicuri, apa pun posisi atau kedudukan mereka. Sebab, ‘Kudus dan terhormatlah nama-Nya.’” –Evangelism, hlm. 133.
“Doa kita tidak boleh berbentuk perintah, tetapi syafaat atau permohonan agar Dia melakukan apa yang kita inginkan dari pada-Nya.” –Counsels on Health, hlm. 379.
Ketika menyampaikan permohonan kita kepada Allah, kita harus sangat berhati-hati dengan nada bicara kita. “Saya melihat bahwa nama Allah yang kudus harus digunakan dengan rasa hormat dan kagum. Kata-kata Tuhan atau Allah Yang Mahakuasa digabungkan dan digunakan oleh beberapa orang dalam doa dengan cara yang ceroboh dan tidak bijaksana, yang tidak menyenangkan-Nya. Orang-orang seperti itu tidak memiliki kesadaran akan Allah atau kebenaran, sebab jika mereka sadar mereka tidak akan berbicara dengan tidak hormat tentang Allah yang agung dan dahsyat, yang akan segera menghakimi mereka di hari terakhir. Kata malaikat itu, ‘Jangan gabungkan mereka; karena nama-Nya dahsyat.’ Barangsiapa yang menyadari kebesaran dan keagungan Allah akan menyebut nama-Nya di bibir mereka dengan rasa kagum yang kudus. Dia tinggal dalam terang yang tidak dapat didekati; tidak ada seorang pun yang dapat melihat-Nya dan hidup.” –Counsels to the Church, hlm. 252.
“Apakah kita menyadari bahwa kita harus menguduskan nama itu dalam keluarga kita, dan bahwa jika kita membiarkan anak-anak kita menunjukkan sifat-sifat Setan, berarti nama itu tidak akan dikuduskan dalam rumah tangga kita? Jika kita ingin para malaikat suci menjaga anak-anak kecil kita, maka kita harus membesarkan mereka dalam asuhan dan nasihat Allah, dan mengajar mereka untuk menguduskan nama Allah.” –Review and Herald, July 16, 1895.
Para orangtua, saat kita mempelajari Bacaan-bacaan untuk Minggu Sembahyang ini, di manakah anak-anak kalian? Para ayah, bagaimana kalian memimpin rumah tangga kalian? Apakah kita telah mencerminkan tabiat dan sifat-sifat Allah dalam hidup kita?
“Datanglah kerajaanMu”
Apa itu kerajaan Allah? “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.” Roma 14:17.
“Para pengikut Kristus menantikan kedatangan kerajaan kemuliaan-Nya yang segera, tetapi dalam memberikan doa ini kepada mereka, Yesus mengajarkan bahwa kerajaan itu belum akan didirikan pada saat itu. Mereka harus berdoa agar kedatangannya sebagai suatu peristiwa di masa depan. Namun, permohonan ini juga merupakan jaminan bagi mereka. Meskipun mereka tidak akan melihat kedatangan kerajaan itu pada zaman mereka, namun kenyataannya adalah bahwa Yesus meminta mereka berdoa untuk itu merupakan bukti bahwa pada waktu-nya Allah sendiri, itu pasti akan datang.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 107.
Bagaimana seseorang mempersiapkan diri untuk kedatangan kerajaan? Kita tidak dapat berdoa agar kerajaan datang jika kita belum siap. Hidup kita harus sesuai dengan iman kita. Kita berada di dunia tetapi bukan dari dunia sebagaimana kerajaan Kristus juga bukan dari dunia ini.
Kita sedang menantikan penggenapan doa ini pada kedatangan Kristus yang kedua kali. “Maka pemerintahan, kekuasaan dan kebesaran dari kerajaan-kerajaan di bawah semesta langit akan diberikan kepada orang-orang kudus, umat Yang Mahatinggi: pemerintahan mereka adalah pemerintahan yang kekal, dan segala kekuasaan akan mengabdi dan patuh kepada mereka.” Daniel 7:27. Sekarang kita sedang berada di dalam kerajaan kasih karunia, tetapi kita sedang menantikan kerajaan kemuliaan itu, sebagai puncak dan terwujudnya harapan keselamatan.
“Jadilah Kehendak-Mu”
Apa kehendak Tuhan? “Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.” Mazmur 40:8.
“Kehendak Allah dinyatakan dalam perintah-perintah hukum-Nya yang kudus, dan asas-asas hukum ini adalah asas-asas surga. Para malaikat surga tidak memperoleh pengetahuan yang lebih tinggi daripada mengetahui kehendak Allah, dan melakukan kehendak-Nya adalah pelayanan tertinggi yang dapat melibatkan kekuatan mereka.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 109.
Permohonan, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga,” adalah doa agar kekuasaan kejahatan di bumi ini dapat berakhir, dan agar dosa dihancurkan selamanya, dan agar kerajaan kebenaran ditegakkan. Kemudian, di bumi seperti di surga, kehendak-Mu akan terpenuhi. “Dengan kekuatan-Nya menyempurnakan kehendakmu untuk berbuat baik dan menyempurnakan segala pekerjaan imanmu.” 2 Tesalonika 1:11.
Sekarang, Setan telah berhasil membutakan pikiran orang-orang yang mengaku Kristen terhadap hukum Allah yang mencerminkan dasar pemerintahan-Nya. Kita tidak akan pernah bisa hidup rukun dan damai dengan Allah jika kita melanggar hukum-Nya. “Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka.” Mazmur 119:165. Seluruh umat Kristen yang mengaku mengasihi Kristus saat ini sedang menginjak-injak hukum-Nya.
“Namun, saatnya akan tiba saat pertempuran akan berakhir, dan kemenangan diraih. Kehendak Allah harus dilakukan di bumi, sebagaimana di surga. Maka bangsa-bangsa tidak akan memiliki hukum lain selain hukum surga. Semua akan menjadi keluarga yang bahagia dan bersatu, berpakaian jubah pujian dan ucapan syukur—jubah kebenaran Kristus.” –Counsels for the Church, hlm. 341.
“Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”
Sama seperti sepuluh perintah, yang dibagi menjadi dua bagian—bagian pertama menunjukkan kasih manusia kepada Allah dan bagian kedua menunjukkan kasih seseorang kepada sesamanya—demikian pula dengan Doa Bapa Kami. Bagian pertama menunjukkan rasa hormat seseorang kepada Allah, memuliakan-Nya, dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Dalam bagian kedua Doa Bapa Kami, setelah seseorang melakukan kehendak Bapa, ia dapat menyampaikan permohonannya kepada-Nya untuk kebutuhannya sendiri dan kebutuhan orang lain. “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.” Filipi 4:19.
“Begitu siapnya, begitu bersemangatnya, hati Juruselamat untuk menyambut kita sebagai anggota keluarga Allah, sehingga dalam kata-kata pertama yang harus kita gunakan ketika mendekati Allah, Dia memberikan kepastian tentang hubungan ilahi kita, ‘Bapa Kami.’” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 103.
“Doa untuk makanan sehari-hari tidak hanya mencakup makanan untuk menopang tubuh, tetapi juga roti rohani yang akan memelihara jiwa untuk kehidupan kekal. Yesus meminta kita, ‘Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal.’ Yohanes 6:27. Dia berkata, ‘Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.’ Ayat 51. Juruselamat kita adalah roti hidup, dan dengan memandang kasih-Nya, dengan menerimanya ke dalam jiwa, kita memakan roti yang telah turun dari surga….
“Dalam mengajar kita untuk meminta setiap hari apa yang kita butuhkan—baik berkat jasmani maupun rohani—Allah memiliki tujuan untuk mencapai kebaikan kita. Dia ingin kita menyadari ketergantungan kita pada pemeliharaan-Nya yang terus-menerus, karena itu Dia berusaha untuk menarik kita ke dalam persekutuan dengan-Nya.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 112, 113.
Satu pelajaran penting yang harus diajarkan adalah pelajaran tentang ketergantungan kepada Allah… Seperti bunga di ladang yang akarnya berada di dalam tanah, dan sebagaimana bunga itu harus menerima udara, embun, hujan, dan sinar matahari, maka, demikian juga kita harus menerima dari Allah apa yang diperlukan bagi kehidupan jiwa.” –Our Father Cares, hlm. 20.
“Hanya ada satu sumber yang dapat memberi kita makanan, kekuatan, dan kecerdasan, yaitu dari Allah. Dia ingin setiap orang merendahkan jiwanya di hadapan-Nya; karena kita semua bergantung pada Allah. Dia ingin kita bersandar sepenuhnya kepada-Nya.” –Manuscript 57, 1906.
Kita bergantung pada Bapa kita di surga untuk makanan jasmani dan rohani kita. Tetapi mengapa kita harus berdoa agar makanan itu diberikan kepada kita setiap hari, bukannya meminta-Nya sekali saja untuk memberi kita semua yang kita butuhkan? Itu adalah karena kemurahan hati Allah selalu baru setiap pagi. Alasan lain disajikan dalam baris-baris berikut dari Roh Nubuat: “Tetapi kamu seperti seorang anak yang belum diberi kuasa untuk mengurus warisanmu. Allah tidak mempercayakan kepadamu harta milikmu yang berharga, supaya Iblis jangan memperdaya kamu dengan tipu dayanya, seperti yang dilakukannya kepada pasangan pertama di Eden. Kristus memegangnya untukmu, aman dari jangkauan si perusak. Seperti anak itu, kamu akan menerima hari demi hari apa yang dibutuhkan untuk kebutuhan hari itu. Setiap hari kamu harus berdoa, ‘Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.’” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 110.
“Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni kesalahan orang lain”
Dalam doa ini kita secara harafiah mengatakan, Allah akan memperlakukan kita sebagaimana kita memperlakukan sesama kita. “Kita tidak boleh berpikir bahwa kecuali mereka yang telah menyakiti kita mengakui kesalahannya, kita dibenarkan untuk tidak mengampuni mereka. Memang sudah menjadi tugas mereka, tidak diragukan lagi, untuk merendahkan hati mereka dengan pertobatan dan pengakuan; tetapi kita harus memiliki roh belas kasihan terhadap mereka yang telah bersalah kepada kita, terlepas dari apakah mereka mengakui kesalahan mereka ataupun tidak. Betapapun parahnya mereka telah menyakiti kita, kita tidak boleh menyimpan dendam dan bersimpati pada diri kita sendiri atas luka-luka kita; tetapi seperti kita berharap untuk diampuni atas pelanggaran kita terhadap Allah, maka demikianlah kita harus mengampuni semua orang yang telah berbuat jahat kepada kita.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 113, 114.
Pengampunan adalah salah satu sifat Allah, sebagaimana yang Dia katakan kepada Musa. “TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, … yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa, …” Keluaran 34:6, 7. Ketika para prajurit menancapkan paku ke tanganNya, Yesus berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Lukas 23:34. Beberapa tahun kemudian, ketika Stefanus dilempar batu, “Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka ….” Kisah 7:60. Demikian pula Saulus sang penganiaya, setelah ia menjadi Paulus dalam pertobatannya, menulis kepada Timotius, “ada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorangpun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku–kiranya hal itu jangan ditanggungkan atas mereka.” 2 Timotius 4:16. Rahasia untuk memaafkan ataupun mengampuni adalah memahami bahwa, ketika kita tidak memaafkan ataupun mengampuni, berarti kita membiarkan dendam dan kebencian menghalangi pikiran kita, yang menjadi saluran yang melaluinya kita dapat menerima pengampunan Allah. Ketidakmampuan untuk memaafkan ataupun mengampuni bahkan dapat menyebabkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh dokter mana pun kecuali oleh Kristus.
Saya ingat sebuah cerita tentang seorang saudari yang sakit parah, dan segala cara telah dicoba untuk membantunya. Para pendeta diminta untuk datang untuk kebaktian pengurapan. Setelah doa-doa khusus dipanjatkan, seorang pendeta meminta saudari itu untuk melafalkan doa Bapa Kami bersamanya. Saudari itu dengan senang hati melakukannya dengan suaranya yang lemah. Namun, ketika sampai pada bagian ini, “dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami.” (Lukas 11:4), saudari itu terdiam. Pendeta mengulangi kalimat itu, tetapi saudari itu masih terdiam. Pendeta itu menghentikan dari berdoa dan bertanya mengapa saudari itu tidak mengulangi kalimat itu setelahnya. Saudari itu berkata bahwa seseorang telah menyakitinya sedemikian rupa sehingga dia tidak akan pernah memaafkannya. Sayangnya, saudari itu meninggal tanpa dapat mengampuni.
Memang benar bahwa “celaka” diucapkan kepada barangsiapa yang menyinggung perasaan orang lain, tetapi sebagai anak-anak Allah, kita perlu mengampuni. Kita perlu memohon kepada Allah untuk sifat ini, karena hati yang kedagingan memang tidak memilikinya. Dewasa ini karena adanya roh yang tidak mau mengampuni, maka ada hubungan yang rusak dalam keluarga dan, yang menyedihkannya, bahkan dalam rumah iman di antara saudara-saudari seiman.
“Setiap orang yang harus berurusan dengan orang lain harus mengurus urusannya sendiri; karena sebagaimana kita berurusan dengan orang lain, demikianlah Allah akan berurusan dengan kita. Kita memperlakukan Kristus sebagaimana kita memperlakukan anak-anak-Nya; karena Dia diwakili dalam pribadi orang-orang kudus-Nya.” –Signs of the Times, 3 Februari 1890.
“Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan”
Apakah pencobaan itu? Pencobaan adalah godaan untuk berbuat dosa, dan menurut Alkitab, pencobaan itu tidak berasal dari Allah. Pencobaan itu seperti burung yang terbang di atas kepala kita, dan bukanlah dosa bagi mereka untuk memilikinya. Namun, membiarkan mereka membangun sarang di atas kepala kita akan menjadikan godaan seperti itu menjadi dosa. Jadi, digoda ataau menghadapi pencobaan bukanlah dosa, tetapi menyerah padanya adalah dosa. Selama hampir enam ribu tahun, usaha Setan yang terencana adalah untuk menipu dan menghancurkan manusia melalui keterampilan dan kelicikan yang telah dikembangkannya selama ribuan tahun. Bagaimana ia melakukannya?
“Setan berusaha membawa kita ke dalam pencobaan, agar kejahatan tabiat kita dapat diungkapkan di hadapan manusia dan malaikat, sehingga ia dapat mengklaim kita sebagai miliknya. Dalam nubuat simbolis Zakharia, Setan terlihat berdiri di sebelah kanan Malaikat Tuhan, sedang menuduh Yosua, imam besar, yang terlihat mengenakan pakaian kotor, dan menolak pekerjaan yang ingin dilakukan Malaikat itu baginya. Ini menggambarkan sikap Setan terhadap setiap jiwa yang Kristus ingin tarik kepada-Nya. Musuh membawa kita ke dalam dosa, dan kemudian menuduh kita di hadapan alam semesta surgawi sebagai orang-orang yang tidak layak menerima kasih Allah.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 116, 117.
Akan tetapi, kita tidak perlu putus asa, karena, untuk setiap pencobaan dan godaan yang ditanggung dan dilawan melalui bantuan ilahi, ada berkat dalam memperoleh pengalaman dan maju dalam pembentukan karakter. Namun jika kita jatuh ke dalam godaan, kita berdosa terhadap Allah; dan kemudian, dalam keseimbangan surga, kita akan ditemukan kekurangan. Kristus melihat setiap godaan kita; Dia telah membuat setiap persediaan sehingga kita dapat menanggungnya. Dia berjanji bahwa kita tidak akan dicobai melampaui apa yang dapat kita tanggung. Dalam memanjatkan doa yang telah diberikan Kristus, kita menyerahkan diri kita kepada bimbingan Allah, memohon kepada-Nya untuk menuntun kita di jalan yang aman. Kita tidak dapat memanjatkan doa ini dengan tulus dan kemudian berjalan dengan cara yang kita pilih sendiri. Seorang Kristen yang tulus tidak akan pernah membuat rencana yang tidak dapat disetujui Allah. Pada saat yang sama, dia tidak akan pernah menjelajah ke tempat terlarang dan menyodorkan dirinya pada pengaruh Setan. Oleh karena itu, dalam doa ini, kita memohon kepada Allah untuk menyelamatkan kita dari diri kita sendiri dan menjadikan pencobaan sebagai pelajaran yang membantu mempersiapkan kita untuk kehidupan kekal.
“Karena Engkaulah yang empunya kerajaan, dan kuasa, dan kemuliaan”
Kristus datang ke bumi pada saat kuk penindasan sangat berat bagi umat Allah. Para pengikut dan orang-orang memiliki pemahaman yang sangat terbatas tentang misi yang ingin diselesaikan Kristus. Mereka mengira bahwa Ia hendak datang untuk membebaskan orang-orang Yahudi dari penjajahan Romawi dan untuk mendirikan kerajaan-Nya di bumi. Namun, Kristus memberi tahu Pilatus sebelum penyaliban-Nya, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini: …” Yohanes 18:36. Oleh karena itu, ketika Kristus menyampaikan Doa Bapa Kami kepada para pengikut-Nya, Ia memastikan untuk menyingkirkan kesalahpahaman dari pikiran mereka dan mengarahkan mereka kepada kerajaan-Nya di masa depan. Ia juga meyakinkan mereka bahwa Allah-lah yang memegang kendali penuh, meskipun mereka akan ditindas untuk sementara waktu, dan kuasa jahat tampaknya akan menang di antara umat Allah, Yerusalem akan dihancurkan, dan umat Allah akan tersebar di negeri-negeri asing. Ia akan memperbaiki segala sesuatu pada waktu-Nya sendiri. Kuasa jahat hanya dapat bekerja selama Allah mengizinkannya, karena segala kuasa dan kemuliaan adalah milik-Nya.
“Namun para pengikut Kristus tidak perlu takut bahwa harapan mereka hilang atau bahwa Allah telah meninggalkan bumi. Kuasa dan kemuliaan adalah milik-Nya yang berarti tujuan-tujuan besar-Nya akan tetap berjalan tanpa hambatan menuju penyempurnaan mereka. Dalam doa yang memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, para pengikut Kristus diarahkan untuk melihat kepada Pemilik segala kuasa dan kekuasaan di atas segala kuasa kejahatan, yakni kepada Tuhan Allah mereka, yang kerajaannya memerintah atas alam semesta dan yang adalah Bapa dan Sahabat mereka yang kekal.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 120.
Kiranya Allah menolong kita untuk lebih mendekatkan diri kita kepada-Nya dalam doa, lebih daripada sebelumnya, karena bagi-Nyalah segala kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amen!
“Tetapi kamu seperti seorang anak yang belum diberi kuasa untuk mengurus warisanmu. Allah tidak mempercayakan kepadamu harta milikmu yang berharga, supaya Iblis jangan memperdaya kamu dengan tipu dayanya, seperti yang dilakukannya kepada pasangan pertama di Eden. Kristus memegangnya untukmu, aman dari jangkauan si perusak. Seperti anak itu, kamu akan menerima hari demi hari apa yang dibutuhkan untuk kebutuhan hari itu. Setiap hari kamu harus berdoa, ‘Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.’” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 110.