Bacaan 4 Minggu Sembahyang 2024 “Berdoalah Setiap Waktu”
(Dibacakan pada Selasa, 10 Desember 2024)
BERDOA BAGI MUSUH-MUSUH-MU
“…Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat…” (Lukas 23:34)
Itulah kata-kata yang diucapkan Yesus di saat-saat paling menyakitkan-Nya saat tangan-Nya tertusuk paku besar di kayu salib. Sungguh teladan yang luar biasa untuk ditiru dari Guru kita!
Yesus tidak melakukan apa pun yang setimpal untuk dihukum mati dengan cara disalib, tetapi Ia meminta pengampunan, bukan penghakiman bagi mereka yang menyalibkan-Nya. Sayangnya, sering kali kita bersalah karena menyakiti seseorang atau menyebabkan pertikaian di antara orang-orang atau permusuhan melalui kata-kata, tindakan, dan bahkan pandangan antikristen kita.
Setiap hari, kita menghadapi situasi dan perbuatan teman sebaya yang dapat membuat kita menganggap orang lain sebagai musuh kita. Sebenarnya, tentu saja ada perbedaan-perbedaan bahkan dalam lingkaran terdekat, yakni di keluarga, di tempat kerja, di antara tetangga, dan bahkan di gereja. Namun, kita tidak boleh membiarkan tantangan, perbedaan, atau sikap orang lain membuat kita mengubah sikap Kristen kita dalam mengasihi sesama.
Yesus telah mengajarkan apa artinya hidup dengan berpegang teguh pada Allah dan kasih-Nya.
Seberapa sering kita telah menciptakan jarak karena seseorang tidak menyapa kita, atau menanggapi sesuatu yang kita katakan atau perbuat dengan cara yang tidak menyenangkan, atau karena telah mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak kita sukai? Dan kemudian, tanpa bertanya apa pun, kita malah membayangkan bahwa orang tersebut memiliki masalah dengan kita. Dalam banyak kasus, imajinasi atau pikiran kita sendiri lah yang perlu diubah. Seberapa sering engkau merasa sangat buruk tentang situasi yang engku sedang alami di tempat kerja atau sesuatu yang kelihatannya tidak berjalan dengan baik dalam hidupmu sendiri, dan kemudian engkau malah terpengaruh oleh pengalaman hari itu? Setelah itu, kita mungkin, malah mengabaikan anggota keluarga kita sendiri, dan sesama kita manusia yang tidak dapat berbuat apa-apa dengan apa yang telah terjadi pada kita.
Dapatkah seorang Kristen yang sejati berperilaku sebagai musuh? Di dalam Matius 5:44, Yesus telah mengajarkan hal ini: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Kita dapat melihat dari pernyataan Yesus ini bahwa pusat dari kehidupan Kristen adalah Kasih, yang berlawanan dengan permusuhan. Perbuatan daging yang tercantum dalam Galatia 5:20 adalah dosa dan bertentangan dengan Allah, termasuk “perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah (suka menghasut).” Jangan biarkan dosa-dosa itu berakar di hati dan pikiranmu!
Apakah permusuhan itu? Permusuhan adalah keadaan persengketaan atau perseteruan yang mendalam antara individu, kelompok, atau komunitas. Hal ini ditandai dengan perasaan negatif yang kuat, seperti kebencian, ketidaksukaan, atau penghinaan; dan sering dikaitkan dengan konflik, perbedaan, atau pengalaman negatif sebelumnya. Mari kita telaah mengapa permusuhan muncul dan apa yang dapat dilakukan untuk menghindarkan diri dari jatuh ke dalam perangkap tersebut.
Perbedaan pendapat
Perseteruan sering kali muncul antara individu dan keluarga karena perbedaan pendapat yang signifikan dalam hal pandangan, nilai, atau kepercayaan, yang mengarah pada konflik antara individu yang melihat dunia dengan cara yang berbeda. Bahkan dalam pernikahan, ada perbedaan pendapat yang, jika tidak terselesaikan, dapat menyebabkan kesulitan serius. Sudut pandang dan pendapat yang berbeda dapat memperluas pandangan kita yang terbatas jika kita terbuka untuk mendengarkan orang lain dan membiarkan mereka mengekspresikan diri mereka sendiri, terutama jika mereka tidak bertentangan dengan kehendak Allah. Meneliti perbedaan tersebut dengan hati-hati adalah penting, karena jika tidak, mereka dapat menyebabkan perpecahan yang lebih besar. Tindakan Roh Kudus adalah untuk mempersatukan orang percaya dalam kebenaran. Cobalah untuk menempatkan dirimu pada posisi sesamamu untuk memahami mengapa dia berpikir berbeda darimu. Carilah kesatuan pendapat. Dan jika ada perbedaan, berusahalah untuk menghormati mereka yang memiliki sudut pandang berbeda dan mintalah Allah untuk menolongmu untuk dapat memahami sesamamu.
Kesalahpahaman
Kurangnya komunikasi yang jelas atau adanya perselihinan pendapat dapat menyebabkan kesalahpahaman dan konflik yang tidak perlu, yang memicu pertikaian yang sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih baik. Kesulitan komunikasi juga dapat terjadi dalam keluarga. Banyak konflik dapat dihindari jika saja kita berupaya untuk melakukan komunikasi yang penuh kasih. Berusahalah untuk memahami sesamamu tanpa menarik kesimpulan yang seringkali salah. Jika ada yang menurutmu salah, ikutilah ajaran Yesus dalam Matius 5:23, 24: “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.” Nasihat bijak dari firman Allah ini adalah untuk mencari perdamaian ketika kita melihat sesuatu yang keliru atau telah menyebabkan kesulitan antara kita dan orang lain.
Luka emosional (Luka perasaan)
Pengalaman masa lalu berupa pengkhianatan, kekecewaan, atau rasa sakit hati dapat meninggalkan bekas luka yang dalam, dan menciptakan kebencian yang dapat memicu perseteruan seiring waktu. Jangan biarkan pengalaman negatif melukai hidupmu. Ketika Allah mengampuni, Dia akan “melemparkan segala dosa mereka ke dalam laut,” menurut Mikha 7:19, yang menyiratkan bahwa Dia melupakannya. Mintalah Allah untuk menghilangkan perasaan negatif dari hatimu, karena perasaan itu tidak datang dari surga dan tidak berguna pada kemampuanmu untuk mengasihi orang-orang di sekitarmu dan untuk berdamai dengan Allah.
Kompetisi atau Persaingan antarpribadi
Dalam lingkungan yang kompetitif, baik di tempat kerja maupun dalam situasi sosial, persaingan untuk meraih kesuksesan atau perhatian dapat menyebabkan permusuhan di antara individu yang dianggap sebagai pesaing. Hal ini sangat umum terjadi di antara sesama karyawan ketika ada promosi ke posisi yang lebih baik atau terhadap tanggung jawab dan gaji yang lebih besar. Namun, persaingan seperti itu tidak seperti Kristus dan merupakan hasil dari sifat keegoisan. Misi kita adalah melayani orang lain dengan segenap hati kita, seperti yang diajarkan rasul Paulus dalam Kolose 3:23, 24. “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.”
Kurangnya empati
Ketidakmampuan untuk memahami ataupun mengerti dan berempati dengan orang lain pasti akan mengarah pada sikap bermusuhan dan terbentuknya permusuhan karena kunci hubungan antar manusia yang diperlukan untuk membangun hubungan yang sehat telah hilang. Prinsip surga adalah melayani orang lain, bukan diri sendiri. Berbuat baiklah!
Perbedaan budaya
Keragaman budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman, ketegangan, dan permusuhan jika tidak ditangani dengan rasa hormat dan pengertian. Ingatlah, hanya ada satu budaya yang mempersatukan kita, yaitu budaya surgawi. Kewarganegaraan kita bukan di bumi ini, melainkan di surga, menurut Filipi 3:20, di mana hanya ada satu Allah dan Bapa dari semua. Selagi kita berada di dunia ini, marilah kita berusaha memahami sesama kita manusia, bahkan ketika mereka memiliki adat istiadat yang berbeda dari kita, selama adat istiadat tersebut tidak menyinggung Allah.
Persaingan untuk sumber daya
Perebutan sumber daya yang terbatas, seperti kekuasaan, pengakuan, atau bahkan barang-barang material dapat memicu ketidakbahagiaan yang besar di antara orang-orang atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan hal-hal tersebut. Nilai-nilai Kristen adalah kebalikan dari perebutan kekuasaan, otoritas, atau sumber daya tersebut. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Matius 20:25-28.
Perhatikan kisah berikut tentang Alexander dan Carl, dua bersaudara yang hidupnya berubah drastis setelah terjadi pertikaian tentang warisan. Masalah muncul ketika kakek mereka membagi hartanya secara tidak merata, yang menyebabkan kebencian yang mendalam. Selama bertahun-tahun, persaingan itu semakin memanas, dengan kesalahpahaman dan tindakan yang telah disalah-tafsirkan, yang berujung pada tindakan hukum yang membuat sepupu, paman, dan kakek-nenek saling bermusuhan selama beberapa generasi.
Hal yang sama terjadi dalam keluarga Abraham. Terjadi pertikaian antara Sarah dan Hagar, tetapi itu tidak berakhir dengan mereka. Keturunan mereka di Timur Tengah telah berperang selama berabad-abad hingga hari ini, dengan banyaknya korban jiwa karena konflik keluarga, meskipun Israel dan Palestina berasal dari ayah yang sama.
Perbedaan pendapat ada di setiap keluarga, lingkungan kerja, kelompok sosial, dan bahkan jemaat ataupun gereja. Meskipun demikian, seorang Kristen yang setia tidak akan membiarkan perbedaan tersebut menyebabkan perpecahan ataupun permusuhan. Kita harus memohon kepada Allah untuk memberikan kepada kita Roh Kristus untuk membawakan perubahan ilahi dan hidup dalam kesatuan dan persatuan yang diinginkan surga bagi anak-anaknya.
Dapatkah seorang Kristen menyimpan dendam? Apa yang dikatakan Sang Guru tentang hal ini? “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu” Matius 6:14, 15.
Yesus menambahkan kata-kata itu setelah mengakhiri Doa Bapa Kami. “Orang yang tidak mau mengampuni telah memutus saluran yang melaluinya ia dapat menerima belas kasihan dari Allah. Kita tidak boleh berpikir bahwa kecuali mereka yang telah menyakiti kita mengakui kesalahannya, kita dibenarkan untuk tidak mengampuni mereka. Memang sudah menjadi tugas mereka, tidak diragukan lagi, untuk merendahkan hati mereka dengan pertobatan dan pengakuan; tetapi kita harus memiliki roh belas kasihan terhadap mereka yang telah bersalah kepada kita, terlepas dari apakah mereka mengakui kesalahan mereka ataupun tidak. Betapapun parahnya mereka telah menyakiti kita, kita tidak boleh menyimpan dendam dan bersimpati pada diri kita sendiri atas luka-luka kita; tetapi seperti kita berharap untuk diampuni atas pelanggaran kita terhadap Allah, maka demikianlah kita harus mengampuni semua orang yang telah berbuat jahat kepada kita.” –Thoughts from the Mount of Blessing, hlm. 113.
Jangan menyimpan dendam dalam hatimu. Jangan biarkan benih kejahatan menumbuhkan rasa dendam, kemarahan, atau kebencian dalam hatimu, tetapi maafkanlah dan ampunilah mereka yang telah bertindak tidak pantas kepadamu.
‘Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Matius 5:44. “Kita harus mengasihi musuh-musuh kita dengan kasih yang sama yang Kristus telah tunjukkan kepada musuh-musuh-Nya dengan menyerahkan nyawa-Nya untuk menyelamatkan mereka. Banyak orang mungkin berkata, ‘Ini adalah perintah yang sulit; karena saya ingin menjauh sejauh mungkin dari musuh-musuh saya.’ Namun, bertindak sesuai dengan keinginan sendiri bukanlah menjalankan asas-asas yang telah diberikan Juruselamat kita. ‘Berbuat baiklah,’ kata-Nya, ‘kepada mereka yang membenci kamu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.’ Ayat ini menggambarkan satu fase kesempurnaan Kristen. Selagi kita masih menjadi musuh Allah, Kristus telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita. Demikianlah, Kita harus mengikuti teladan-Nya.” –Medical Ministry, hlm. 335.
Berdoa bagi orang-orang yang menolak dan menganiayamu merupakan salah satu indikator atau tanda perubahan Kristen sejati. Doa semacam itu menumbuhkan belas kasih dan keinginan untuk membantu orang-orang yang telah dibutakan oleh musuh. Engkau akan diberi kekuatan untuk mengampuni, tidak hanya sekali, tetapi sesering yang diperlukan. Engkau sebenarnya perlu mencari perdamaian yang langgeng dan menghindari pengalaman yang dapat menyebabkan penderitaan selama beberapa generasi, yang sebenarnya menjadi tanggung jawabmu. Doa semacam itu merupakan tanda pertumbuhan rohani yang mendalam, karena Allah sedang mengendalikan perbuatan, perkataan, pikiran, dan perasaanmu.
Mintalah Allah untuk memberimu pengalaman yang telah dijelaskan oleh rasul Paulus dalam Kitab Roma 12:20, 21. “Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menaruh bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan.”
Marilah kita semua mengikuti nasihat yang terdapat dalam Ibrani 12:14: “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.”
Tuhan, tolonglah kami untuk menjadi “duta-duta perdamaian” (2 Korintus 5:20) di rumah kami, dengan istri-istri kami, dengan anak-anak kami, di lingkungan kerja kami, dengan sesama-dan tetangga kami, dan dengan sesama orang percaya. Hasilnya akan menjadi gambaran yang tepat tentang kerajaan surga, Kanaan surgawi, rumah tempat kita semua akan hidup bersama untuk selamanya. Amin!
“Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Matius 5:44