Renungan Petang 19 Maret 2025

CONTOH DOA YANG DI DENGAR ALLAH

Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Lukas 18:13-14.

“Doa pemungut cukai didengar karena doa itu menunjukkan ketergantungan yang terbentang untuk berpegangan teguh pada Kemahakuasaan. Diri pribadi bagi pemungut cukai tidak lain hanyalah rasa malu. Demikian juga hendaknya yang hendaknya dilihat oleh semua orang yang mencari Allah. Dengan iman—iman yang melepaskan semua rasa percaya pada diri—pemohon yang merasakan kebutuhan diri ini harus berpegang teguh pada kuasa yang tak terbatas.”

“Sekedar ketaatan lahiriah tidak dapat menggantikan iman yang tulus dan penyangkalan diri yang sepenuhnya. Namun, tidak ada seorangpun yang dapat mengosongkan dirinya dengan kekuatan dirinya sendiri. Kita hanya dapat melakukannya dengan mengizinkan Kristus untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Maka bahasa jiwa akan menjadi, ya Allah, ambillah hatiku; karena aku tidak dapat memberikannya dengan kekuaranku sendiri. Itu adalah milik-Mu. Jagalah agar tetap murni, karena aku tidak dapat menyimpannya untuk-Mu. Selamatkanlah aku dari diriku sendiri, diriku yang lemah dan tidak seperti Kristus ini. Bentuklah aku, bentuklah aku, angkatlah aku ke dalam suasana yang murni dan suci, di mana arus kasih-Mu yang kaya dapat mengalir melalui jiwaku.”

“Tidak hanya pada awal kehidupan Kristen penyangkalan diri ini harus dilakukan. Pada setiap langkah maju ke surga, itu harus diperbarui. Semua perbuatan baik kita bergantung pada kekuatan di luar diri kita ini. Oleh karena itu, perlu ada usaha terus-menerus untuk menjangkau pegangan kita kepada Allah, pengakuan dosa yang terus-menerus, yang tulus yakni bersungguh-sungguh, dan memilukan hati, serta dengan merendahkan hati di hadapan-Nya. Hanya dengan penyangkalan diri yang terus-menerus dan ketergantungan pada Kristus saja, maka kita dapat berjalan dengan aman.” COL 159.2 – COL 159.4.

And the publican, standing afar off, would not lift up so much as his eyes unto heaven, but smote upon his breast, saying, God be merciful to me a sinner.I tell you, this man went down to his house justified rather than the other: for every one that exalteth himself shall be abased; and he that humbleth himself shall be exalted.” Luke 18:13-14.

“The prayer of the publican was heard because it showed dependence reaching forth to lay hold upon Omnipotence. Self to the publican appeared nothing but shame. Thus it must be seen by all who seek God. By faith—faith that renounces all self-trust—the needy suppliant is to lay hold upon infinite power.”

“No outward observances can take the place of simple faith and entire renunciation of self. But no man can empty himself of self. We can only consent for Christ to accomplish the work. Then the language of the soul will be, Lord, take my heart; for I cannot give it. It is Thy property. Keep it pure, for I cannot keep it for Thee. Save me in spite of myself, my weak, unchristlike self. Mold me, fashion me, raise me into a pure and holy atmosphere, where the rich current of Thy love can flow through my soul.”

“It is not only at the beginning of the Christian life that this renunciation of self is to be made. At every advance step heavenward it is to be renewed. All our good works are dependent on a power outside of ourselves. Therefore there needs to be a continual reaching out of the heart after God, a continual, earnest, heartbreaking confession of sin and humbling of the soul before Him. Only by constant renunciation of self and dependence on Christ can we walk safely.” COL 159.2 – COL 159.4.***