IMAN DAN PENGHARAPAN YANG MENJADI NYATA
“Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” Matius 9:2.
“Jika kita menaruh kepercayaan kita kepada Allah, dan membawa masalah kita kepada Sang Pemikul Beban yang besar, maka kita akan menemukan ketenangan bagi jiwa kita. Ketika orang lumpuh yang malang itu dibawa ke rumah tempat Yesus mengajar, kerumunan orang banyak mengelilingi pintu, menghalangi setiap jalan masuk kepada Juruselamat. Namun iman dan pengharapan telah menyala dalam hati penderita yang malang itu, dan ia mengusulkan agar teman-temannya membawanya ke belakang rumah, membongkar atap, dan menurunkannya ke hadirat Kristus. Saran itu ditindaklanjuti; saat orang yang menderita itu berbaring di kaki Sang Penyembuh yang perkasa, semua yang dapat dilakukan manusia untuk pemulihannya telah dilakukan. Yesus tahu bahwa penderita itu telah disiksa dengan kesadaran akan dosa-dosanya, dan bahwa ia harus terlebih dahulu menemukan kelegaan dari beban ini. Dengan pandangan belas kasihan yang paling lembut, Juruselamat menyapanya, bukan sebagai orang asing, atau sekedar seorang teman, tetapi sebagai orang yang bahkan saat itu telah diterima dalam keluarga Allah: “Hai anakku, kuatkanlah hatimu; “Dosamu sudah diampuni.” RH 16 Oktober 1883, par. 10.
“And, behold, they brought to him a man sick of the palsy, lying on a bed: and Jesus seeing their faith said unto the sick of the palsy; Son, be of good cheer; thy sins be forgiven thee.” Matthew 9:2.
“If we make God our trust, and carry our troubles to the great burden-bearer, we shall find rest to our souls. When the poor paralytic was brought to the house where Jesus was teaching, a dense crowd surrounded the door, barring every way of access to the Saviour. But faith and hope had been kindled in the heart of the poor sufferer, and he proposed that his friends take him to the rear of the house, break up the roof, and let him down into the presence of Christ. The suggestion was acted upon; as the afflicted one lay at the feet of the mighty Healer, all that man could do for his restoration had been done. Jesus knew that the sufferer had been tortured with a sense of his sins, and that he must first find relief from this burden. With a look of tenderest compassion, the Saviour addressed him, not as a stranger, or even a friend, but as one who had even then been received into the family of God: “Son, be of good cheer; thy sins be forgiven thee.” RH October 16, 1883, par. 10.***