CARA ILAHI MENEGAKKAN DAN MENGAGUNGKAN HUKUM SABAT-NYA
“Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai (patah semangat), sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya (hukum-Nya)… TUHAN berkenan karena kebenaran-Nya; Ia akan membesarkan (mengagungkan) hukum dan membuatnya mulia.” Yesaya 42:4, 21 KJV.
“Yesus telah datang untuk “mengagungkan hukum dan membuatnya mulia.” Ia tidak bermaksud merendahkan martabatnya, melainkan meninggikannya. Kitab Suci menyatakan bahwa, “Ia tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai (patah semangat), sampai Ia menegakkan hukum di bumi.” Yesaya 42:21, 4 KJV. Ia telah datang untuk membebaskan hari Sabat dari tuntutan-tuntutan yang membebani yang menjadikannya kutukan, dan bukannya berkat. DA 206.1.
“Karena alasan inilah Ia telah memilih hari Sabat untuk melakukan perbuatan penyembuhan di Betesda. Ia bisa saja menyembuhkan orang sakit itu pada hari lain dalam seminggu; atau Ia bisa saja menyembuhkannya begitu saja, tanpa menyuruhnya mengangkat tempat tidurnya. Namun, hal ini tidak akan memberi-Nya kesempatan yang Ia kehendaki. Tujuan yang bijaksana mendasari setiap perbuatan hidup Kristus di bumi. Segala sesuatu yang Ia lakukan adalah hal yang penting, baik dalam dirinya sendiri maupun dalam ajarannya. Di antara orang-orang yang menderita di kolam, Ia memilih orang yang paling parah kondisinya, untuk menerima kuasa penyembuhan-Nya, dan memerintahkan orang itu untuk membawa tempat tidurnya melintasi kota agar pekerjaan besar yang telah dilakukan atas dirinya dapat diberitakan. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan tentang apa yang boleh atau yang sah untuk dilakukan pada hari Sabat, dan akan membuka jalan bagi-Nya untuk mencela larangan-larangan orang Yahudi yang salah mengenai hari Allah, dan untuk menyatakan bahwa tradisi-tradisi mereka adalah tidak berlaku dihadapan hukum-Nya.” DA 206.2.
“Yesus menyatakan kepada mereka bahwa pekerjaan meringankan penderitaan orang-orang yang menderita adalah selaras dengan hukum Sabat. Hal itu selaras dengan pekerjaan para malaikat Allah, yang senantiasa turun dan naik di antara surga dan bumi untuk melayani umat manusia yang menderita. Yesus menyatakan, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja.” Setiap hari adalah milik Allah, untuk melaksanakan rencana-Nya bagi umat manusia. Jika penafsiran orang Yahudi tentang hukum itu benar, maka Allah-lah yang bersalah, yang pekerjaan-Nya telah menghidupkan dan menopang segala sesuatu yang hidup sejak pertama kali Ia meletakkan dasar-dasar bumi; maka Ia yang menyatakan pekerjaan-Nya baik, dan menetapkan Sabat untuk memperingati penyelesaiannya, harus menghentikan pekerjaan-Nya, dan menghentikan rutinitas alam semesta yang tak pernah berakhir. DA 206.3.
“Haruskah Allah melarang matahari menjalankan tugasnya pada hari Sabat, menghalangi sinarnya yang cemerlang untuk menghangatkan bumi dan menyuburkan tumbuh-tumbuhan? Haruskah sistem peradaban dunia-dunia berhenti sepanjang hari suci itu? Haruskah Dia memerintahkan sungai-sungai untuk berhenti mengairi ladang dan hutan, dan memerintahkan ombak laut untuk menghentikan pasang surutnya yang tak henti-hentinya? Haruskah gandum dan jagung berhenti tumbuh, dan tandan yang matang menunda mekarnya yang keunguan? Haruskah pohon-pohon dan bunga-bunga tidak bertunas atau mekar pada hari Sabat?” DA 206.4.
“Dalam hal seperti itu, manusia akan kehilangan buah-buah bumi, dan berkat-berkat yang membuat hidup ini berharga. Alam harus melanjutkan jalurnya yang tak berubah. Allah tak dapat sedetik pun menghentikan tangan-Nya, atau manusia akan pingsan dan mati. Dan manusia juga memiliki pekerjaan yang harus dilakukan pada hari ini. Kebutuhan kehidupan harus dipenuhi, orang sakit harus dirawat, keperluan orang yang membutuhkan harus dipenuhi. Ia tidak akan dianggap tidak bersalah jika lalai meringankan penderitaan pada hari Sabat. Hari perhentian kudus Allah telah diciptakan untuk manusia, dan perbuatan belas kasihan adalah selaras sempurna dengan tujuan-Nya. Allah tidak menghendaki makhluk-Nya menderita kesakitan sesaat pun yang dapat diringankan, baik pada hari Sabat ataupun pada hari lainnya.” DA 207.1.
“Tuntutan kepada Allah bahkan lebih besar pada hari Sabat dibandingkan pada hari-hari lainnya. Umat-Nya telah meninggalkan pekerjaan rutin mereka, dan menghabiskan waktu untuk merenungkan firman dan beribadah. Mereka memohon lebih banyak kebaikan kepada-Nya pada hari Sabat dibandingkan hari-hari lainnya. Mereka memintakan perhatian khusus-Nya. Mereka mendambakan berkat-berkat-Nya yang terbaik. Allah tidak menunggu Sabat berlalu sebelum Dia mengabulkan permohonan-permohonan ini. Pekerjaan surga tidak pernah berhenti, dan demikian juga manusia tidak boleh berhenti berbuat baik. Sabat tidak dimaksudkan sebagai periode tanpa aktivitas yang sia-sia. Hukum memang melarang kerja duniawi pada hari perhentian Allah ini; kerja keras untuk mencari nafkah memang harus berhenti; tidak boleh juga ada kerja untuk kesenangan atau keuntungan duniawi yang biasa pada hari itu; tetapi sebagaimana Allah berhenti bekerja dalam penciptaan, dan beristirahat pada hari Sabat serta memberkatinya, demikian pula manusia harus meninggalkan kesibukan hidup sehari-harinya, dan mengabdikan waktu-waktu suci itu untuk istirahat yang sehat, untuk beribadah, dan untuk perbuatan-perbuatan yang suci…” DA 207.2.
“He shall not fail nor be discouraged, till he have set judgment in the earth: and the isles shall wait for his law… The LORD is well pleased for his righteousness’ sake; he will magnify the law, and make it honourable.” Isaiah 42:4, 21 (KJV).
“Jesus had come to “magnify the law, and make it honorable.” He was not to lessen its dignity, but to exalt it. The scripture says, “He shall not fail nor be discouraged, till He have set judgment in the earth.” Isaiah 42:21, 4 (KJV). He had come to free the Sabbath from those burdensome requirements that had made it a curse instead of a blessing.” DA 206.1.
“For this reason He had chosen the Sabbath upon which to perform the act of healing at Bethesda. He could have healed the sick man as well on any other day of the week; or He might simply have cured him, without bidding him bear away his bed. But this would not have given Him the opportunity He desired. A wise purpose underlay every act of Christ’s life on earth. Everything He did was important in itself and in its teaching. Among the afflicted ones at the pool He selected the worst case upon whom to exercise His healing power, and bade the man carry his bed through the city in order to publish the great work that had been wrought upon him. This would raise the question of what it was lawful to do on the Sabbath, and would open the way for Him to denounce the restrictions of the Jews in regard to the Lord’s day, and to declare their traditions void.” DA 206.2.
“Jesus stated to them that the work of relieving the afflicted was in harmony with the Sabbath law. It was in harmony with the work of God’s angels, who are ever descending and ascending between heaven and earth to minister to suffering humanity. Jesus declared, “My Father worketh hitherto, and I work.” All days are God’s, in which to carry out His plans for the human race. If the Jews’ interpretation of the law was correct, then Jehovah was at fault, whose work has quickened and upheld every living thing since first He laid the foundations of the earth; then He who pronounced His work good, and instituted the Sabbath to commemorate its completion, must put a period to His labor, and stop the never-ending routine of the universe.” DA 206.3.
“Should God forbid the sun to perform its office upon the Sabbath, cut off its genial rays from warming the earth and nourishing vegetation? Must the system of worlds stand still through that holy day? Should He command the brooks to stay from watering the fields and forests, and bid the waves of the sea still their ceaseless ebbing and flowing? Must the wheat and corn stop growing, and the ripening cluster defer its purple bloom? Must the trees and flowers put forth no bud nor blossom on the Sabbath?” DA 206.4.
“In such a case, men would miss the fruits of the earth, and the blessings that make life desirable. Nature must continue her unvarying course. God could not for a moment stay His hand, or man would faint and die. And man also has a work to perform on this day. The necessities of life must be attended to, the sick must be cared for, the wants of the needy must be supplied. He will not be held guiltless who neglects to relieve suffering on the Sabbath. God’s holy rest day was made for man, and acts of mercy are in perfect harmony with its intent. God does not desire His creatures to suffer an hour’s pain that may be relieved upon the Sabbath or any other day.” DA 207.1.
“The demands upon God are even greater upon the Sabbath than upon other days. His people then leave their usual employment, and spend the time in meditation and worship. They ask more favors of Him on the Sabbath than upon other days. They demand His special attention. They crave His choicest blessings. God does not wait for the Sabbath to pass before He grants these requests. Heaven’s work never ceases, and men should never rest from doing good. The Sabbath is not intended to be a period of useless inactivity. The law forbids secular labor on the rest day of the Lord; the toil that gains a livelihood must cease; no labor for worldly pleasure or profit is lawful upon that day; but as God ceased His labor of creating, and rested upon the Sabbath and blessed it, so man is to leave the occupations of his daily life, and devote those sacred hours to healthful rest, to worship, and to holy deeds…” DA 207.2.” ***