Bacaan 2 Minggu Sembahyang 2025 “DARI MESIR KE KANAAN (PERJALANAN BANGSA ISRAEL)“
Dibacakan pada Sabat, 6 Desember 2025
KELUAR DARI MESIR
(Y. Delgado, Peru / AS.)
“… Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.” 2 Korintus 6:17.
DUA PANDANGAN MENGENAI ISRAEL
Bangsa Israel di Mesir merupakan mata rantai terakhir dalam struktur sosial bangsa yang perkasa itu. Sebelum Keluaran (peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir), keturunan Abraham dan Ishak hidup selama 430 tahun—separuh waktunya di wilayah yang dikuasai orang Mesir dan separuhnya lagi di tanah Mesir itu sendiri. Mereka berkembang pesat di bawah perlindungan Yusuf, dan kemudian diperbudak dengan kejam setelah kematiannya. Pada akhirnya, terdapat dua pandangan mengenai bangsa ini. Pertama, Firaun Mesir menyatakan bahwa “bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya daripada kita.” Meskipun diperbudak, Israel sebagai suatu bangsa yang bertumbuh dan nampak semakin kuat jumlahnya, sampai-sampai mereka dianggap sebagai ancaman. Bahkan, “makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembang mereka, sehingga orang merasa takut kepada orang Israel itu.” Keluaran 1:9, 12.
Kedua, Israel sebagai sebuah bangsa adalah diakui oleh Yang Maha Mulia di surga dengan kata-kata Firman ini: “Israel adalah anak-Ku, bahkan anak-Ku yang sulung.” Dalam pandangan kedua tentang Israel ini, Allah sendiri menyatakan Israel sebagai umat pilihan-Nya dan menyebut mereka anak sulung-Nya, “Sebab itu Aku berfirman kepadamu: Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung.” Keluaran 4:22, 23. Israel dipisahkan dan dianggap kudus bagi Tuhan. Hal itu pun dicatat sebagai peringatan: “Aku menguduskan bagi-Ku semua anak sulung yang ada pada orang Israel, baik dari manusia maupun dari hewan; semuanya itu kepunyaan-Ku; Akulah TUHAN…” Bilangan 3:13.
Ingatlah, setelah kematian Yusuf, Israel merupakan sumber daya ekonomi bagi Mesir, sebagai tenaga kerja bebas. Firaun ingin menghindari pemberontakan dan mempertahankan sumber daya berharga ini dengan cara apa pun. Namun, bagi Tuhan, Israel adalah keturunan Abraham, “sahabat Allah” (Yakobus 2:23), bapa iman. Israel adalah pewaris janji, “Firman-Nya kepada Abram: Ketahuilah dengan sesungguhnya, bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing di negeri yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya; Tetapi bangsa yang akan memperbudak mereka, akan Kuhukum…” Kejadian 15:13, 14.
Dalam konteks ini, Keluaran merupakan penggenapan janji Allah. “Dalam Kejadian 15:13 kita membaca bahwa Tuhan berfirman kepada Abraham, ‘Ketahuilah dengan sesungguhnya bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri, yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya.’ … Pernyataan dalam Keluaran 12:40, bahwa ‘Lamanya orang Israel diam di Mesir adalah empat ratus tiga puluh tahun,’
… Penafsiran Paulus yang terilhami ilahi disajikan dalam Galatia 3:16, 17, di mana 430 tahun dikatakan mencakup periode yang dimulai ketika Tuhan membuat perjanjian-Nya dengan Abraham sampai pada hukum Allah diumumkan di Sinai.” —Patriarchs and Prophets, hlm. 759.
Waktu yang sesungguhnya dihabiskan oleh anak-anak Israel di Mesir adalah tidak lebih dari 215 tahun.
ALLAH MEMPERKENALKAN DIRI-NYA
Agar Israel dapat memperoleh kembali identitasnya sebagai umat Allah, maka Allah merujuk kepada perjanjian yang telah dibuat-Nya dengan Abraham, Ishak, dan Yakub (Keluaran 2:24), dan kita menemukan tiga kali ketika Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah para leluhur.
Yang pertama adalah ketika Dia menyapa Musa, yang akan menjadi pembebas, yakni sebagai utusan, dan memanggilnya keluar, oleh suara dari semak yang menyala, “Musa, Musa. Dan dia pun menjawab, “Ya, Allah.” “Lagi Dia berfirman, Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub.” Setiap kali Tuhan Allah menampakkan diri kepadanya, Musa perlu mengetahui nama Allah nenek moyangnya. “Firman Allah kepada Musa, AKU ADALAH AKU:…” “TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub…” Keluaran 3:4, 6, 14, 15. Allah adalah nama-Nya (Hahweh dalam bahasa Ibrani), yang kemudian diungkapkan sebagai Allah.
Perkenalan Allah dengan Musa dalam konteks zaman modern dinyatakan melalui Nabi Yesaya, “Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan! Luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!” (Yesaya 40:3). Yohanes Pembaptis mempersiapkan jalan bagi Tuhan Yesus Kristus, Sang AKU ADALAH yang agung, yang dijelaskan lebih rinci dalam Yohanes 6, agar kita dapat mengenali-Nya.
Kali kedua adalah ketika Allah memerintahkan Musa untuk mengumpulkan para tua-tua Israel, sebagai struktur kepemimpinan para bapa yang mewakili keteraturan sebagai kebajikan surga. Dalam kitab Keluaran, tata aturan ini didasarkan pada otoritas keluarga, atau suku. “Pergilah, kumpulkanlah para tua-tua Israel dan katakanlah kepada mereka: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Ishak dan Yakub, telah menampakkan diri kepadaku,…” Lalu dinyatakanlah janji pembebasan: “Aku sudah mengindahkan kamu, juga apa yang dilakukan kepadamu di Mesir. Jadi Aku telah berfirman: Aku akan menuntun kamu keluar dari kesengsaraan (penindasan) di Mesir….” Keluaran 3:16, 17. Untuk memastikan agar para pemimpin Israel percaya bahwa benar Allah telah mengutus Musa sebagai seorang nabi, tiga tanda pun diberikan—tongkat berubah menjadi ular (Keluaran 4:2-4), tangan yang sakit kusta (Ayat 6, 7), dan air berubah menjadi darah. Ayat 9. Bangsa itu pun percaya ketika mereka melihat tanda-tanda mujizat ini. Keluaran 4:29-31.
Ketiga kalinya adalah ketika Allah memberi tahu Musa cara berbicara kepada Firaun, yang mewakili kekuasaan yang kini menindas Israel, meskipun sang bapa dan keluarganya tiba di Mesir dengan bebas dan sukarela, kecuali Yusuf. “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Apabila engkau pergi kembali ke Mesir, lakukanlah segala mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu di hadapan Firaun.” Keluaran 4:21. Ia memiliki dua tujuan dalam hal ini—pertama, untuk dimuliakan dan untuk menyatakan bahwa Ia adalah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, “yang ada, yang sudah ada, dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.” “… Akulah Allah dan tidak ada yang lain; Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku.” (Wahyu 1:8; Yesaya 46:9).
Dan, kedua, Firaun harus diberi tahu sepenuhnya bahwa perbuatan jahat tidak akan luput dari hukuman. “Dalam berurusan dengan Firaun, Tuhan menunjukkan kebencian-Nya terhadap penyembahan berhala dan tekad-Nya untuk menghukumkan kekejaman dan penindasan.” —Pa- triarchs and Prophets, hlm. 267.
PERISTIWA KELUARNYA BANGSA ISRAEL DARI MESIR, MENURUT TATA CARA SURGA
Israel ketika itu telah dianggap sebagai umat kudus bagi Allah, dipilih sebagai umat istimewa, yang nilainya lebih tinggi daripada segala bangsa lainnya. Apa yang menjadi dasar nilai Israel? Apakah karena jumlah tentaranya atau jumlah penduduknya? Apakah karena keterampilannya dalam membangun kota-kota di Mesir? Tidak. “Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu.” Ulangan 7:7.
Mereka adalah umat yang istimewa karena “karunia kepada Abraham dan keturunannya” —Patriarchs and Prophets, hlm. 169, berdasarkan iman sang bapa.
“Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman.” (Roma 4:13).
“Harapan Israel diwujudkan dalam janji yang dibuat pada saat Abraham dipanggil, dan setelahnya diulangi berulang kali kepada keturunannya, ‘Olehmu semua kaum (keluarga) di muka bumi akan diberkati.’ (Kejadian 12:3).”… —Prophets and Kings, hlm. 683.
“Tetapi karena TUHAN mengasihi kamu dan memegang sumpah-Nya yang telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyangmu, maka TUHAN telah membawa kamu keluar dengan tangan yang kuat dan menebus engkau dari rumah perbudakan, dari tangan Firaun, raja Mesir.” Ulangan 7:8.
Oleh karena itu, dalam petunjuk yang diberikan kepada Musa, hal terpenting baginya untuk dilakukan adalah menghubungi, menjelaskan, dan mendukung para tua-tua Israel dalam upaya mereka untuk memenuhi janji pembebasan Allah. Ia dengan tegas telah memerintahkan Musa, “Pergilah dan kumpulkanlah para tua-tua Israel.” (Keluaran 3:16).
Hal ini menunjukkan bahwa, bahkan di bawah kondisi perbudakan yang paling buruk sekalipun, pentingnya struktur organisasi yang berada di atas kendali umat (perorangan). Selama masa Keluaran, struktur gerejawi yang mengidentifikasi para tua-tua Israel menekankan sifat kerohanian dan doktrinalnya. Misalnya, “Lalu Musa memanggil semua tua-tua Israel serta berkata kepada mereka: “Pergilah, ambillah kambing domba untuk kaummu dan sembelihlah anak domba Paskah.'” (Keluaran 12:21).
Tatanan gereja di surga tercermin dalam perjalanan bangsa Israel ke Kanaan. Tak lama kemudian, struktur organisasi gereja di padang gurun ini pun diresmikan ketika Musa membawa tujuh puluh orang ke hadapan Kemah Suci. “Lalu turunlah TUHAN dalam awan dan berbicara kepada Musa, kemudian diambil-Nya sebagian dari Roh yang hinggap padanya, dan ditaruh-Nya atas ketujuh puluh tua-tua itu; ketika Roh itu hinggap pada mereka, kepenuhanlah mereka seperti nabi, dan tidak berhenti-henti.” Bilangan 11:25 KJV.
Selama masa eksodus (keluarnya bangsa Israel dari Mesir), tata aturan ataupun tata tertib ini dipatuhi dengan ketat. Ketika awan terangkat, tidak satu pun suku yang dapat memilih sendiri posisi yang berbeda dari yang telah ditetapkan; dan ketika awan berhenti, tidak satu suku pun dapat begitu saja menempati tempat sesuai keinginannya sendiri di sekitar Kemah Suci. Telah ditetapkan bahwa “Orang Israel haruslah berkemah masing-masing di tempat perkemahannya dan masing-masing dekat panji-panjinya, menurut pasukan mereka.” Bilangan 1:52.
“Tuhan mencintai kemurnian, kebersihan, ketertiban (keteraturan), dan kekudusan. Tuhan menghendaki agar semua umat-Nya yang belum memiliki kualifikasi ini untuk mengusahakannya dan agar jangan pernah berhenti sampai mereka telah mendapatkannya.” —Our High Calling, hlm. 230.
Allah ingin menjaga keteraturan (organisasi) di gereja, pada setiap waktu. Ingatlah bahwa, pada zaman para rasul, Allah pun telah berfirman kepada Saulus, “Bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu apa yang harus kau perbuat.” Kisah 9:6.
KELUAR DARI MESIR
Allah sampai harus turun tangan langsung dari surga untuk melaksanakan pengeluaran umat-Nya dari Mesir. Pencarian ilahi itu telah dilakukan dan masih dilakukan untuk menawarkan kebebasan bagi setiap orang yang lahir ke dunia ini. Penting bagi Israel untuk mengingat janji yang telah dibuat kepada bapa mereka, Abraham, dan untuk menyadari hubungan mereka dengannya—untuk mengenali Allah nenek moyang mereka. Sebagai bukti pengakuan mereka akan Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, maka mereka perlu berpaling kepada-Nya. “Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui.” (Yeremia 33:3). Tuhan menanggapi seruan mereka. “Dan Tuhan berfirman, Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, … Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka.” Keluaran 3:7-9.
Disebutkan secara jelas bahwa seruan orang Israel telah sampai kepada Allah dan bahwa Allah telah melihat penderitaan mereka, mendengar seruan mereka, mengerti penderitaan mereka, dan turun untuk menyelamatkan mereka.
Tentu saja Roh Allah melakukan pekerjaan serupa di zaman kita, mencari jiwa yang tertindas dosa dengan erangan yang tak terucapkan. Dan, “ketika hati tunduk kepada pengaruh Roh Allah, maka hati nurani akan dihidupkan, dan orang berdosa akan memahami betapa dalamnya dan sucinya hukum Allah yang kudus, yang adalah fondasi pemerintahan-Nya, baik di surga dan di bumi. ‘Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dunia,’ Yohanes 1:9, menerangi ruang-ruang rahasia jiwa, dan hal-hal yang tersembunyi menjadi nyata. Keyakinan akan dosa (kesadaran akan dosa) menguasai pikiran dan hati. Orang berdosa pun menjadi memiliki kesadaran akan kebenaran Allah dan merasakan kengerian saat menghadapinya, dalam kesalahan dan kenajisannya sendiri, di hadapan Penyelidik hati. Ia melihat kasih Allah, keindahan kekudusan, sukacita kemurnian; ia pun rindu untuk dibersihkan dan dipulihkan ke dalam persekutuan dengan Surga.” —Steps to Christ, hlm. 24.
PEKABARAN INJIL DI KITAB KELUARAN
Hari keempat belas bulan pertama adalah hari pertemuan kudus bagi Israel; itu adalah awal pembebasan mereka—kemenangan atas yang perkasa. Paskah Tuhan memiliki makna yang dalam, karena menandai berakhirnya 430 tahun berada di bawah pemerintahan para penindas sekaligus pembebasan dari perbudakan dosa. Seekor domba berumur satu tahun yang tak bercacat dikorbankan pada malam hari. Darahnya yang tertumpah dioleskan pada ambang pintu dan tiang pintu; tanda penebusan dosa ini harus terlihat jelas. “Dan TUHAN akan menjalani Mesir untuk menulahinya; apabila Ia melihat darah pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu itu, maka TUHAN akan melewati pintu itu dan tidak membiarkan pemusnah masuk ke dalam rumahmu untuk menulahi.” Keluaran 12:23.
“Anak Domba Allah yang sejati yang menghapus dosa dunia” telah diumumkan secara nubuat. “Sementara penetapan Paskah merujuk ke masa lalu pada pembebasan ajaib orang Ibrani, hal itu juga merujuk ke masa depan, menunjuk kepada kematian Anak Allah, sebelum hal itu terjadi.” Bertahun-tahun kemudian, pada tanggal yang sama, “Bayangan (lambang / simbol) akhirnya bertemu dengan aslinya, dalam kematian Kristus.” —Lift Him Up, hlm. 31.
Patut dicatat bahwa, pada malam itu, ketika keluarga-keluarga Israel merayakan Paskah sebagai rasa syukur kepada Allah atas pembebasan mereka, Firaun belum memberikan izin bagi Israel untuk meninggalkan Mesir. Sehingga itu merupakan tindakan iman terhadap sesuatu yang belum terjadi. Keluarga-keluarga tersebut menyantap domba panggang dengan roti tak beragi dan sayur pahit. Tata cara tersebut menyatakan bahwa mereka harus menyantap domba Paskah ketika mereka siap meninggalkan Mesir, dengan pakaian dan sepatu mereka yang sudah terpakai untuk perjalanan, dengan tongkat di tangan, dan tinggal menunggu izin untuk berangkat.
“Lalu bangunlah Firaun pada malam itu, bersama semua pegawainya dan semua orang Mesir; dan kedengaranlah seruan yang hebat di Mesir, sebab tidak ada rumah yang tidak kematian. Lalu pada malam itu dipanggilnyalah Musa dan Harun, katanya: “Bangunlah, keluarlah dari tengah-tengah bangsaku, baik kamu maupun orang Israel; pergilah, beribadahlah kepada TUHAN, seperti katamu itu. Bawalah juga kambing dombamu dan lembu sapimu, seperti katamu itu, tetapi pergilah! Dan pohonkanlah juga berkat bagiku.” Keluaran 12:30-32.
Tak lama setelah peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir itu, banyak dari orang yang telah merayakan Paskah Tuhan, kemudian berdiri di depan Laut Merah dengan pasukan Mesir yang mengejar di belakang mereka, dan mereka pun berkata bahwa mereka berharap tidak pernah meninggalkan Mesir. Mereka berkata, “… Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini.”
Tetapi berkatalah Musa kepada bangsa itu: “Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja.” (Keluaran 14:12-14). Secara ajaib, mereka pun menyeberangi laut di tanah kering, “Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut.” 1 Korintus 10:2.
KELUARAN BAGI KITA (PERISTIWA KELUARNYA KITA DARI “MESIR”)
Kita dapat melihat bahwa kisah keluarnya bangsa Israel dari Mesir dahulu itu terulangi dalam pengalaman pribadi kita. Firman Allah menyatakan, “Karena itu tunduklah kepada Allah. Lawanlah Iblis, maka ia akan lari darimu.” (Yakobus 4:7). Sebagaimana Allah Abraham turun tangan untuk membebaskan Israel dan melawan serta merendahkan Firaun, demikian pula setelah kebangkitan Yesus, “suara Allah terdengar menyatakan bahwa keadilan telah digenapi. Setan telah dikalahkan. Umat Kristus yang telah bekerja keras dan berjuang di bumi ‘diterima di dalam Dia yang dikasihi-Nya.’ (Efesus 1:6).” —The Desire of Ages, hlm. 834.
“Perlawanan inilah yang ditakuti Setan. Ia lebih tahu daripada kita batas kekuatannya dan betapa mudahnya ia dapat dikalahkan jika kita melawan dan menghadapinya demikian.” —Testimonies for the Church, vol. 5, hlm. 293.
Pada malam pembebasan mereka, bangsa Israel menunjukkan iman kepada Allah melalui upacara Paskah, tetapi hal ini tidak berlaku bagi orang Yahudi pada zaman Yesus.
Mari kita renungkan maksud dari upacara ini: “Kebenaran yang sama yang dilambangkan dalam ibadah Paskah adalah yang diajarkan dalam sabda Kristus.” —The Desire of Ages, hlm. 389.
“Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” Yohanes 6:53-56.
Sebagaimana Firaun perintahkan, “… Keluarlah dari tengah-tengah bangsaku, … pergilah, beribadahlah kepada Tuhan” (Keluaran 12:31), maka sekarang musuh jiwa kita tidak dapat menahan suara yang berkata, “Tuhan kiranya menghardik engkau, hai Iblis, Tuhan yang telah memilih Yerusalem kiranya menghardik engkau: …” Zakharia 3:2.
Dan sebagaimana Israel menghadapi laut dan merasa takut serta ragu, maka terlalu sering pula jiwa-jiwa menyesal meninggalkan dunia dan ingin kembali ke perbudakan dosa. Ada juga kesamaan lain dengan pengejaran Firaun terhadap Israel dan mendapati mereka menghadap laut. “Apabila roh jahat keluar dari seseorang, ia pun mengembara ke tempat-tempat yang tandus, mencari perhentian, tetapi ia tidak dapat menemukannya. Lalu ia berkata, Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu, dan rapih teratur.” Matius 12:43, 44.
“Marilah kita memohon kepada Tuhan, di rumah, dan di gereja, agar kita memiliki keberanian, dan dapat melangkah maju selangkah demi selangkah, terus maju dan naik, menuju surga.” —Manuscript 61, 1907. “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.” “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.” (2 Korintus 4:8, 9; Filipi 1:6). Sebagaimana Israel menyanyikan lagu kemenangan setelah menyeberangi Laut Merah (Keluaran 15:1-21), demikian pula ada nubuat dalam Alkitab bagi kita: “Dan mereka menyanyikan nyanyian Musa, hamba Allah, dan nyanyian Anak Domba, bunyinya: “Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa! (segala orang kudus).” Wahyu 15:3.
KESIMPULAN
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ulangan 6:5).
Kita berada di penghujung tahun ini; dan dalam konflik pribadi yang kita hadapi, kitalah yang memutuskan siapa yang akan kita layani dengan segenap hati. Kepada siapa kita masing-masing akan menyerahkan segenap hati? Dalam pergumulan ini, bukan yang paling berani atau paling kuat yang akan menang; yang akan menang adalah Dia yang kepadanya kita berikan hati dan kehendak kita. Kitalah yang memutuskan siapa yang akan menang! Tuhan berkata, “Hai anakku, berikanlah hatimu kepadaku, biarlah matamu senang (memperhatikan) jalan-jalanku.” Amsal 23:26. Amin.
| Bacaan Minggu Sembahyang 2025 “DARI MESIR KE KANAAN (PERJALANAN BANGSA ISRAEL)” |
