“BANGSA CAMPURAN”

Bacaan 3 Minggu Sembahyang 2025 “DARI MESIR KE KANAAN (PERJALANAN BANGSA ISRAEL)

Dibacakan pada Minggu, 7 Desember 2025

BANGSA CAMPURAN

(M. Holmstroem Seely, A.S.)

Sejauh mata memandang, barisan enam ratus ribu pria Israel, dengan istri, anak-anak, dan orang tua terbentang di atas pasir. Hari pembebasan akhirnya tiba! Kerajaan Mesir yang angkuh, dengan lebih dari 1500 dewa palsunya, telah menantang langit. Namun, Allah menegakkan otoritas-Nya atas semua dewa kafir mereka dengan mengirimkan sepuluh tulah yang dahsyat. Pada akhirnya, Mesir dikalahkan. Ternaknya mati; panenannya hancur; rakyatnya berduka. Firaun yang takluk memberikan perintah terakhirnya kepada Musa: “Bangunlah, keluarlah dari tengah-tengah bangsaku, baik kamu maupun orang Israel; pergilah, beribadahlah kepada TUHAN, seperti katamu itu.” Namun Israel tidak pergi sendirian. “Banyak orang dari berbagai-bagai bangsa (bangsa campuran) turut dengan mereka; …” Keluaran 12:31, 38.

SIAPAKAH ORANG-ORANG YANG BERCAMPUR (DARI BERBAGAI-BAGAI BANGSA) ITU?

Bertahun-tahun sebelum peristiwa ajaib ini, Yakub telah tiba di Mesir bersama enam puluh enam keturunannya untuk reuni yang telah lama dinantikan dengan Yusuf. Kejadian 46:26. Seiring berjalannya waktu, setiap keluarga dari kedua belas putra Yakub bertumbuh menjadi sukunya sendiri dengan karakteristik dan kualitas (keunggulan) yang berbeda-beda. Suku-suku ini terdiri dari umat Allah, keturunan Yakub—yang dinamai Israel oleh Kristus Sendiri—yang tinggal di wilayah yang diduduki oleh kerajaan Mesir. Sebagai satu bangsa, Israel juga bertumbuh dengan cara-cara lain.

Karena mereka tidak hidup dalam isolasi total, maka interaksi sosial pun terjadi cukup sering di antara bangsa Israel dengan bangsa Mesir, sehingga masing-masing pihak terbiasa dengan kebiasaan, adat istiadat, dan agama pihak lain. Dalam beberapa kasus, orang-orang Mesir yang tulus bertobat dan menyembah Allah Israel serta diterima di dalamnya. Perkawinan campur juga menambah jumlah penduduk, menghasilkan anak-anak dari garis keturunan campuran, seperti Efraim dan Manasye. Dengan demikian, pada saat keluarnya bangsa Israel dari Mesir, sejumlah besar orang Mesir, dan termasuk juga orang asing (dari berbagai bangsa) lainnya yang ada di Mesir, bergabung dengan rombongan yang berangkat itu. “Dalam rombongan ini terdapatlah bukan hanya mereka yang digerakkan oleh iman kepada Allah Israel, tetapi juga, jauh lebih banyak lagi yang sekedar hanya ingin terhindar dari tulah, atau yang mengikuti jejak rombongan yang berpindah-pindah hanya karena mengikuti kegembiraan dan disebabkan oleh rasa penasaran semata (rasa ingin tahu).” —Patriarchs and Prophets, hlm. 281.

KESEMPATAN YANG LUAR BIASA

Sejak kejatuhan manusia, Allah telah senantiasa berusaha untuk dapat membawakan keselamatan kepada orang-orang yang tidak percaya dan membawa mereka kepada pertobatan penuh. “Allah telah menetapkan Israel menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain,…” —Manuscript 151, 1899.

Dengan mengingat akan hal ini, maka tidak mengherankan bahwa Allah mengizinkan orang banyak yang beragam itu untuk bergabung dengan Israel dalam keluarnya dari Mesir.

Namun, hal ini bukan tanpa syarat. Sebuah kerangka kerja yang telah ditentukan sebelumnya telah ditetapkan yang mengharuskan orang banyak yang beragam itu untuk mematuhi semua hukum dan praktik hidup yang diperintahkan untuk dijalankan oleh orang Israel—termasuk perayaan tahunan dan Sabat mingguan. Keluaran 12:49; 20:10.

Meskipun setiap suku berangkat dan berkemah di belakang panji-panjinya sendiri dalam suatu pengaturan yang terorganisasi, maka orang-orang dari berbagai suku lain itu akan selalu berangkat terakhir dan mendirikan kemah mereka di sepanjang pinggiran perkemahan. Bilangan 2:17; —Patriarchs and Prophets, hlm. 375. Mereka tidak diizinkan tinggal di antara suku-suku tersebut setidaknya sampai generasi ketiga. Ulangan 23:7, 8. Dewasa ini, hal ini mungkin dianggap sebagai diskriminasi yang parah. Namun, pemisahan fisik dan masa tunggu yang diwajibkan ini adalah untuk memberikan kesempatan yang luas bagi orang-orang percaya yang tulus di antara orang banyak yang bercampur baur untuk belajar dan mengikuti jalan Allah, sehingga memastikan keberhasilan proses penggabungan mereka ke dalam bangsa Israel. Selain itu, pemisahan ini adalah untuk melindungi Israel dari pengaruh penyembahan berhala yang telah menjadi kebiasaan kelompok ini sebelumnya.

Dengan cara ini, Allah hendak menunjukkan kasih-Nya kepada semua bangsa, dan kesediaan-Nya agar mereka bersatu dengan umat pilihan-Nya, sekaligus menjaga kemurnian iman, identitas unik, dan tujuan Israel. Namun demikian, tetaplah ada satu jenis persatuan yang tidak pernah diizinkan-Nya.

PERCAMPURAN YANG TERLARANG

Masuknya dosa ke dalam dunia telah membagi semua orang menjadi dua golongan—orang benar dan orang fasik. Orang benar mudahlah dikenali, karena mereka percaya akan kebenaran sejati dan mengikuti prinsip-prinsip ilahi. Di sisi lain, kelompok fasik adalah terdiri dari ateis hingga anggota gereja yang suam-suam kuku. Pena yang diilhami menulis: “Pengakuan iman dan kepemilikan kebenaran dalam jiwa adalah dua hal yang berbeda. Pengetahuan akan kebenaran saja tidaklah cukup. Kita mungkin memilikinya, tetapi nada pikiran kita bisa saja belum diubahkan. Hati haruslah diubah dan disucikan.” —Christ’s Object Lessons, hlm. 97.

Orang benar dipanggil untuk memisahkan diri dari orang fasik dan menjangkau mereka dengan kebenaran sejati. Hal ini dapatlah dilakukan dalam lingkup masyarakat, tetapi hampir mustahil dilakukan di dalam rumah. Karena alasan inilah, maka Allah secara tegas melarang pernikahan orang percaya, yakni barangsiapa yang mengasihi dan menaati Allah, dengan orang yang tidak percaya, atau dengan mereka yang mungkin mengaku percaya kepada Allah, tetapi tidak mau menaati kehendak-Nya. Karena pernikahan mencakup kesatuan yang utuh dan menyeluruh dari sumber daya, tujuan, dan keyakinan, sehingga persatuan yang tidak seimbang akan menimbulkan pertanyaan, “Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji (bersepakat)?” Amos 3:3.

Selama tinggal di Mesir, banyak orang Israel melupakan warisan unik mereka ini. Perkawinan campur mereka dengan orang Mesir yang hanya bertobat sebagian sangatlah melemahkan bangsa Israel dengan membawa dosa-dosa Mesir melalui ikatan kekeluargaan ke tengah-tengah umat yang sebenarnya telah dipanggil Allah untuk dipisahkan dari dunia. Kelompok inilah yang secara tegas disebut sebagai “umat campuran” yang bermasalah. “Bangsa campuran yang datang dari Mesir bersama orang Israel inilah yang menjadi penggerak utama dalam kemurtadan yang mengerikan dari Allah ini. Mereka disebut sebagai bangsa campuran, karena orang Ibrani telah menikah dengan orang Mesir.” —Spiritual Gifts, vol. 3, hlm. 274.

Di tahun-tahun berikutnya, baik Ezra maupun Nehemia pun akan diganggu oleh bangsa campuran yang sama ini. “Pada masa itu pula para pemuka Yehuda mengirim banyak surat kepada Tobia, dan sebaliknya mereka menerima surat-surat dari padanya, karena banyak orang di Yehuda mempunyai ikatan sumpah dengan dia, sebab ia adalah menantu Sekhanya bin Arah, sedang Yohanan, anaknya, mengambil anak Mesulam bin Berekhya sebagai isteri.” Nehemia 6:17, 18. “Di sini terlihat akibat buruk dari perkawinan campur dengan penyembah berhala. Sebuah keluarga Yehuda telah terhubung dengan musuh-musuh Allah, dan hubungan itu telah terbukti menjadi jerat. Banyak orang lain telah melakukan hal yang sama. Mereka ini, seperti bangsa campuran yang datang bersama Israel dari Mesir, merupakan sumber masalah yang terus-menerus. Mereka tidak sepenuh hati dalam pelayanan-Nya; dan ketika pekerjaan Allah menghendaki adanya pengorbanan, maka mereka malah siap untuk melanggar sumpah khidmat mereka untuk selalu bekerja sama dan saling mendukung.” —Prophets and Kings, hlm. 657.

Ketika Ezra diberitahu tentang pernikahan campur antara orang Israel dengan mereka yang tidak menghormati Allah, ia sangat sedih dan sampai mengoyakkan pakaiannya. Doanya yang pedih, yang tercatat dalam Ezra 9, mencakup seruan berikut: “Ya Allahku, aku malu dan mendapat cela, sehingga tidak berani menengadahkan mukaku kepada-Mu, ya Allahku, karena dosa kami telah menumpuk mengatasi kepala kami dan kesalahan kami telah membubung ke langit.” Tanpa membuang waktu, ia mulai mengusir pasangan-pasangan yang tidak percaya dari Israel agar “murka Allah kami yang menyala-nyala karena hal ini berbalik dari kami.” Ezra 9:6; 10:14.

“Tak seorang pun yang takut akan Tuhan dapat tanpa bahaya bersekutu dengan seseorang yang tidak takut akan Dia…. Kebahagiaan dan kesejahteraan hubungan pernikahan adalah bergantung pada kesatuan kedua belah pihak; tetapi antara orang percaya dengan orang yang tidak percaya terdapatlah perbedaan yang radikal dalam hal selera, kecenderungan-kecenderungan, dan dalam maksud dan tujuan hidup.

Mereka melayani dua tuan, yang mana di antara mereka tak akan mungkin ada keselarasan. Semurni dan sebenar apa pun prinsip seseorang, pengaruh teman yang tak seiman demikian akan cenderung menjauhkan seseorang dari Tuhan.” —Patriarchs and Prophets, hlm. 174.

SUATU JERAT YANG TERUS MENERUS

“Golongan ini [bangsa campuran / umat campuran] selalu menjadi penghalang dan jerat bagi Israel.” —Patriarchs and Prophets, hlm. 281. Masalah-masalah pun hampir selalu timbul karena hal ini. Perhatikan contoh-contoh berikut.

  • “Setelah tiga hari perjalanan, keluhan-keluhan terbuka mulai terdengar. Keluhan ini berasal dari orang banyak yang bercampur baur (bangsa/umat campuran), banyak di antaranya yang belum sepenuhnya bersatu dengan Israel, dan terus-menerus mencari-cari alasan untuk mengecam atau menggerutu. Para pengeluh ini tidak senang dengan arahan perjalanan, dan mereka terus-menerus mengkritik cara Musa memimpin mereka, meskipun mereka sebenarnya tahu betul bahwa ia, seperti halnya mereka, hanyalah mengikuti awan penuntun.” —Patriarchs and Prophets, hlm. 377.
  • “Orang-orang bajingan (bangsa/umat campuran) yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus; dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: “Siapakah yang akan memberi kita makan daging?” Bilangan 11:4 KJV.
  • “‘Bangsa / umat campuran’ adalah orang-orang pertama yang berlaku menggerutu (bersungut) dan menyatakan ketidaksabaran, dan mereka adalah pemimpin-pemimpin kemurtadan yang terjadi kemudian.… Atas usulan mereka yang pernah mempraktikkan penyembahan berhala di Mesir inilah, maka dibuatlah patung anak lembu dan disembah.” —Patriarchs and Prophets, hlm. 315.

Mengapa bangsa campuran ini biasanya menjadi yang pertama menimbulkan masalah di Israel? Jawabannya sederhana. “Penyerahan diri yng hanya sebagian saja kepada kebenaran dan pemanjaan diri yang masih dilakukanlah yang memberi akses bebas kepada Setan; saran-sarannya tercampur dan bercampur aduk dengan kebenaran dalam pikiran, dan diterima sebagai kebenaran seutuhnya, dan akibatnya jiwa-jiwa yang dipengaruhi oleh pikiran-pikiran ini pun dituntun menjauh dari tonggak-tonggak lama yang agung kepada jalan-jalan sesat yang terpisah dari Tuhan.” —Manuscript 4a, 1885. Mereka yang baru bertobat setengah-setengah menjadikan diri mereka sasaran empuk. “Setan … akan mendekati umat Allah di mana ia dapat meraih keberhasilan terbesar.… Ia datang dengan godaan-godaannya, pertama-tama kepada bangsa campuran, lalu kepada orang-orang Mesir yang percaya, dan menghasut mereka untuk bersungut-sungut dan ikut menghasut.” —Signs of the Times, 12 Agustus 1880.

Perhatikan frasa “orang Mesir yang percaya”, dan pahamilah bahwa meskipun banyak orang Mesir ini menjadi percaya kepada Tuhan, mereka belum sepenuhnya bertobat. Tidaklah cukup bagi kita hanya percaya kepada Tuhan, karena setan pun percaya dan gemetar. Yakobus 2:19. Seperti Paulus, yang menyebut dirinya tidak percaya (di luar iman) sebelum pertobatannya dalam perjalanan ke Damsyik, meskipun ia telah percaya kepada Tuhan (1 Timotius 1:13), kita pun harus mengalami pertobatan yang menyeluruh untuk mewujudkan arti sejati orang percaya, yakni seseorang yang hidup sesuai dengan kebenaran masa kini yang berlaku untuk hari ini.

Salah satu bagian Alkitab yang paling menakutkan berlaku bagi barangsiapa yang mengaku percaya kepada Tuhan. Yesus berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku, Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku, Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Matius 7:21-23.

“Allah memanggil pria dan wanita yang setia untuk berada di dunia, tetapi bukan dari dunia. Umat Kristus yang telah ditebus dan percaya, yang layak mengaku sebagai kerabat-Nya, akan menunjukkan hubungan mereka dengan menjadi saksi sejati kebenaran untuk zaman ini. Mereka akan menunjukkan bahwa mereka adalah putra dan putri Raja surgawi melalui kesopanan dalam berpakaian, dalam perkataan, dan dalam tingkah-laku ataupun perbuatan mereka.” —Letter 123, 1900.

BANGSA CAMPURAN SAAT INI

Kebenarannya adalah bahwa bangsa yang bercampur baur demikian ini tidaklah pernah sepenuhnya terpisah dari umat Allah. Sepanjang sejarah, selalu ada “orang percaya” yang sebenarnya tidak sepenuhnya menerima kebenaran masa kini. Ketika Kristus berada di bumi, kelompok murid-Nya sendiri berisi Yudas yang tidak percaya. Perumpamaan tentang gandum dan lalang yang tumbuh di ladang yang sama menunjukkan upah yang sangat berbeda bagi kedua kelompok ini. “Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbung-Ku.” Matius 13:30. Sekedar keanggotaan gereja belumlah menjamin keselamatan seseorang. Mungkin saja telah menjadi anggota jemaat Allah yang sisa, bahkan memegang jabatan, telah menghadiri kebaktian Sabat dan pertemuan doa, dan membayar persepuluhan, namun tetap terhilang.

“Di setiap jemaat terdapatlah bangsa campuran. Yakni mereka yang mengaku benar, tetapi … sebenarnya tidak melakukan apa yang diperintahkan Allah.…

“Kristus memberikan kita ujian untuk membuktikan apakah kita setia atau tidak.” —Manuscript 127, 1899. Perkataan-Nya sederhana,

“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Yohanes 14:15.

Yang terakhir dari tujuh Sidang nubuat dalam Kitab Wahyu adalah Sidang Laodikia. Mengenai periode ini tertulislah, “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas.” Wahyu 3:15. Suam-suam kuku berarti campuran suhu dingin dan panas. Suam-suam kuku rohani berarti menerima prinsip-prinsip Alkitab secara dangkal tanpa membiarkan kebenarannya yang berharga mengubahkah seseorang menjadi serupa dengan Kristus. Sayangnya, selama periode nubuat Laodikia, banyak orang akan hidup dalam kondisi suam-suam kuku ini, dengan mencampurkan kesalehan dengan keduniawian.

“Banyak orang menerima kebenaran yang belum menerapkan prinsip-prinsip hidup kebenaran ke dalam hidup mereka. Kristus telah menyediakan syarat-syarat bagi semua orang jika mereka ingin memperoleh hidup yang kekal. ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’ ‘Perbuatlah ini,’ kata Penebus dunia, ‘maka engkau akan hidup.’ Lukas 10:27, 28. Hal ini tidak ditaati, dan sebagai akibat dari pengabaian perintah khusus dari Guru Agung ini, maka dosa dan kejahatan disimpan dalam hati, disukai, digemari, dan dipertahankan sebagai harta yang berharga. Padahal, apapun keadaannya menjauhi kejahatan adalah yang lebih baik.

“Mereka mengaku percaya Tuhan, tetapi kenyataannya tidak. Meski tahu kebenaran yang suci, namun tumbuh rasa cinta pada dosa. Firman yang tidak ditaati mengeraskan hati, membuat hati nurani tak terjamah, dan kebinasaan mereka pun menjadi lebih pasti daripada jika mereka tidak memiliki pengetahuan akan kebenaran sama sekali. Perasaan harus dijauhkan dari kesenangan dan kenikmatan duniawi, dan dipusatkan pada Surga dan hal-hal surgawi.

“Hati adalah bait jiwa; dan bila hati belum sepenuhnya berada di pihak Tuhan, maka hati itu akan menjadi benteng musuh;…” —Manuscript 4A, 1885.

Allah “membenci … suam-suam kuku. Ia membenci ketidakpedulian golongan orang-orang ini. Ia berfirman, ‘Aku ingin engkau dingin atau panas.’ Wahyu 3:15. Seperti air suam-suam kuku, mereka memuakkan bagi-Nya.” —Testimonies for the Church, vol. 4, hlm. 87.

“Sekarang, yakni saat ini, umat Tuhan harus menunjukkan kesetiaan mereka. Waktunya telah tiba ketika Tuhan ingin semua orang yang menghormati-Nya berdiri teguh di sisi kebenaran dan keadilan. Kita tidak boleh lagi menjadi bangsa campuran. Barangsiapa yang mengaku sebagai pengikut firman Tuhan harus jujur, murni, dan kudus.” —Manuscript Releases, vol. 3, hlm. 226.

PENUTUP

Salah satu logam paling berharga di dunia adalah emas murni. Namun, dalam keadaan alaminya, emas umumnya bercampur dengan banyak pengotor, seperti perak, besi, tembaga, dan timah. Dalam keadaan tercampur ini, sifat emas yang sebenarnya tersembunyi, logam tersebut tampak melemah, dan nilainya menurun. Karena alasan inilah emas harus menjalani proses pemurnian yang panjang. Dengan cara yang sama, Allah ingin memurnikan umat-Nya di akhir zaman ini. Alkitab menyatakan kepada kita bahwa Dia “seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu. Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan …; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN.” Maleakhi 3:2, 3.

Jemaat Allah yang sisa harus melewati api pencobaan yang berkobar-kobar agar semua kotoran dapat disingkirkan dan pantulan kebenaran-Nya dapat terlihat jelas. Sebelum hari terakhir sejarah bumi ini, tidak akan ada lagi bangsa/umat campuran yang suam-suam kuku, melainkan hanya jemaat yang murni yang telah bangkit dengan iman kepada standar yang setinggi-tingginya—yakni standar surga. Amin.

Bacaan Minggu Sembahyang 2025 “DARI MESIR KE KANAAN (PERJALANAN BANGSA ISRAEL)”