“DI GUNUNG SINAI”

Bacaan 6 Minggu Sembahyang 2025 “DARI MESIR KE KANAAN (PERJALANAN BANGSA ISRAEL)

Dibacakan pada Jumat, 12 Desember 2025

DI GUNUNG SINAI

(H. Hernández, Venezuela/Chili)

Dan ketika Musa melihat bahwa orang-orang itu seperti kuda yang terlepas dari kandang; (sebab Harun telah melepaskannya, sampai menjadi buah cemooh bagi lawan mereka;) maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: “Siapa yang memihak kepada TUHAN datanglah kepadaku!” Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi.” Keluaran 32:25, 26. Setelah melewati Mara, Elim, dan Rafidim, bangsa Israel tiba di Gunung Sinai, yang juga dikenal sebagai Gunung Horeb, atau Gunung Allah. Lokasi itu dipilih oleh Tuhan sebagai tempat di mana Ia akan membuat perjanjian dengan umat yang telah dipilih sebagai harta kesayangan-Nya. Di sanalah konstitusi hukum umat yang unik ini diberikan, yang berisi prinsip-prinsip kehidupan yang mencerminkan ajaran Allah, sebagai Pencipta, Pembebas, dan Penebus mereka. (Lihat Keluaran 19.)

Dalam pasal 32 dari kitab Keluaran, yang berarti “jalan keluar,” terdapatlah gambaran tentang apa yang terjadi ketika Tuhan menguji umat-Nya dan mereka tidak lulus ujian. “… Ketika bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: “Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir–kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.” Keluaran 32:1.

“Selama Musa tidak ada, Israel mengalami masa penantian dan ketegangan. Bangsa itu tahu bahwa ia telah mendaki gunung bersama Yosua, dan telah memasuki awan kegelapan pekat yang terlihat dari dataran di bawah, beristirahat di puncak gunung, diterangi dari waktu ke waktu oleh kilat Kehadiran ilahi. Mereka menunggu kepulangannya dengan penuh harap. Karena terbiasa di Mesir dengan sosok figur yang nyata secara fisik untuk mewakili  keilahian, sulit bagi mereka untuk percaya kepada sosok yang tak kasat mata, dan mereka pun mengandalkan Musa untuk menopang iman mereka. Kini ia telah diambil dari mereka. Hari demi hari, minggu demi minggu berlalu, dan ia tetap tak kembali. Meskipun awan itu masih terlihat, banyak orang di perkemahan merasa bahwa pemimpin mereka telah meninggalkan mereka, atau telah dilahap api yang menghanguskan.

“Selama masa penantian ini, ada waktu bagi mereka untuk merenung-renungkan hukum Allah yang telah mereka dengar, dan mempersiapkan hati mereka untuk menerima wahyu-wahyu selanjutnya yang mungkin akan Dia sampaikan kepada mereka. Mereka malah tidak mempergunakan waktu untuk pekerjaan ini; dan seandainya saja mereka mau mencari pemahaman yang lebih jelas tentang kehendak Allah, dan mau merendahkan hati mereka di hadapan-Nya, maka mereka akan terlindungi dari godaan. Namun mereka tidak melakukan ini, dan mereka segera menjadi ceroboh, lalai, dan melanggar hukum. Hal ini terutama berlaku bagi “bangsa campuran” (orang dari berbagai bangsa). Mereka tidak sabar untuk segera menuju Tanah Perjanjian—tanah yang berlimpah susu dan madu.

Tanah yang baik itu telah dijanjikan kepada mereka hanya dengan syarat ketaatan, tetapi mereka telah melupakan hal ini. Ada yang malah mengusulkan untuk kembali ke Mesir, tetapi entah maju ke Kanaan atau mundur ke Mesir, sebagian besar rakyat bertekad untuk tidak lagi menunggu Musa.

“Merasa tak berdaya tanpa pemimpin mereka, mereka kembali ke takhayul lama. ‘Orang dari berbagai bangsa (bangsa campuran)’ Keluaran 12:38) adalah yang pertama kali bersungut-sungut dan tidak sabar, dan merekalah yang memimpin kemurtadan berikutnya. Di antara benda-benda yang dianggap orang Mesir sebagai simbol keilahian terdapatlah lembu atau anak lembu; dan atas usulan orang-orang yang pernah mempraktikkan bentuk penyembahan berhala ini di Mesir lah, maka anak lembu itu kini dibuat dan disembah. Bangsa itu menginginkan suatu patung untuk mewakili Allah, dan untuk berjalan di depan mereka menggantikan Musa.

“Tuhan tidak menunjukkan bagaimana rupa-Nya, dan Dia melarang penggunaan patung dalam wujud apa pun untuk tujuan tersebut. Mukjizat-mukjizat besar di Mesir dan di Laut Merah dirancang untuk membangun iman kepada-Nya sebagai Penolong Israel yang tak terlihat secara kasat mata dan mahakuasa, sebagai satu-satunya Tuhan yang benar. Dan keinginan untuk pertunjukkan nyata dari kehadiran-Nya telah dikabulkan dalam bentuk tiang awan dan api yang menuntun pasukan mereka, dan dalam penyingkapan kemuliaan-Nya di Gunung Sinai. Namun, dengan awan Kehadiran yang masih ada di hadapan mereka itu, mereka kembali dalam hati mereka kepada penyembahan berhala Mesir, dan menggambarkan kemuliaan Allah yang tak terlihat itu dengan rupa seekor anak lembu!

“Ketika Musa tidak ada di sana, wewenang pengadilan telah didelegasikan kepada Harun, dan kerumunan besar berkumpul di sekitar kemahnya, dengan tuntutan, ” buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir–kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.” (Keluaran 32:1). Awan, kata mereka, yang sebelumnya menuntun mereka, kini nampak berdiam tak bergerak di atas gunung; awan itu kelihatannya tidak akan lagi mengarahkan perjalanan mereka. Mereka merasa harus memiliki patung sebagai gantinya; dan jika, seperti yang telah disarankan, mereka memutuskan untuk kembali ke Mesir, mereka akan disukai orang Mesir dengan membawa patung ini di hadapan mereka dan mengakuinya sebagai allah mereka.

“Krisis semacam itu menuntut seseorang yang teguh, tegas, dan berani tanpa gentar; seseorang yang menjunjung tinggi kehormatan Allah di atas dukungan rakyat, dan keselamatan atau nyawa pribadi. Namun, pemimpin Israel saat itu tidak memiliki karakter seperti itu. Harun dengan lemah memprotes rakyat, tetapi keragu-raguan dan ketakutannya di saat kritis justru membuat mereka semakin teguh. Keributan semakin menjadi-jadi. Kegilaan yang membabi buta dan tak beralasan tampaknya merasuki orang banyak. Meski ada beberapa orang yang tetap setia pada perjanjian mereka dengan Allah, tetapi sebagian besar rakyat justru ikut murtad. Beberapa orang yang berani mengecam rencana pembuatan patung sebagai penyembahan berhala, diserang dan diperlakukan kasar, dan dalam kebingungan dan hingar bingar itu, mereka akhirnya kehilangan nyawa.

“Harun yang takut akan keselamatannya sendiri; bukannya dengan mulia membela kehormatan Allah, malah menyerah pada tuntutan orang banyak. Tindakan pertamanya adalah memerintahkan agar anting-anting emas dikumpulkan dari semua orang dan dibawa kepadanya, berharap bahwa kesombongan akan membuat mereka menolak pengorbanan seperti itu. Tetapi mereka dengan sukarela menyerahkan perhiasan mereka; dan dari ini ia membuat anak lembu tuangan, meniru dewa-dewa Mesir. Orang-orang berseru, ‘Inilah allahmu, hai Israel, yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir.’ Dan Harun dengan keji mengizinkan penghinaan ini kepada Allah. Dia berbuat lebih banyak. Melihat dengan kepuasan pada dewa emas itu diterima, ia membangun sebuah mezbah di depannya, dan membuat proklamasi, ‘Besok hari raya bagi Tuhan.’ Pengumuman itu diumumkan oleh para peniup terompet dari pasukan ke pasukan di seluruh perkemahan. ‘ Dan keesokan harinya pagi-pagi maka mereka mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan, sesudah itu duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.’ Dengan dalih mengadakan ‘hari raya bagi Tuhan,’ mereka justru menyerahkan diri mereka pada kerakusan dan pesta pora yang tak terkendali.” (Keluaran 32). —Patriarchs and Prophets, hlm. 315-317.

Betapa banyak orang, bahkan yang memiliki mandat kepemimpinan sekalipun, di masa bahaya justru mendirikan mezbah demikian yang menyinggung dan merugikan gereja di mata Allah yang kudus? Mezbah itu bisa jadi merupakan mezbah kesombongan, kecerobohan, perselisihan, kebenaran diri, ataupun arogansi. Jenis-jenis “mezbah” lainnya adalah ketidakpedulian, kelalaian, sikap permisif, pemanjaan diri dalam menghadapi kesalahan, atau toleransi terhadap ketidakadilan.

“Hanya beberapa hari berlalu sejak orang Ibrani membuat perjanjian khidmat dengan Allah untuk menaati suara-Nya. Mereka telah berdiri gemetar ketakutan di hadapan gunung, mendengarkan firman Tuhan, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” Keluaran 20:3. Kemuliaan Allah bahkan masih melayang di atas Sinai di hadapan jemaat; tetapi mereka berpaling dan meminta allah lain. “Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah kepada patung tuangan; mereka menukar Kemuliaan mereka menjadi seperti lembu.” Mazmur 106:19, 20. Bagaimana mungkin rasa tidak berterima kasih yang lebih besar ini ditunjukkan, dan penghinaan yang lebih berani diberikan, kepada Dia yang telah menyatakan diri-Nya kepada mereka sebagai Bapa yang penuh kasih dan Raja yang mahakuasa?

“Musa yang sedang berada di atas gunung, diperingatkan tentang kemurtadan di perkemahan dan diperintahkan untuk segera kembali. “Turunlah,” firman Allah; “bangsamu, yang telah kaupimpin keluar dari tanah Mesir, telah berbuat jahat; mereka telah menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka. Mereka telah membuat anak lembu tuangan dan menyembahnya.” Allah dapat saja telah menghentikan gerakan itu sejak awal; tetapi Dia membiarkannya mencapai puncaknya agar Dia dapat memberi semua pelajaran tentang hukuman-Nya atas pengkhianatan dan kemurtadan.” —Patriarchs and Prophets, hlm. 317.

SIAPAKAH YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS KEJATUHAN ANAK ISRAEL KE DALAM KEMURTADAN SEPERTI ITU?

“Lalu berangkatlah orang Israel dari Raamses ke Sukot, kira-kira enam ratus ribu orang laki-laki berjalan kaki, tidak termasuk anak-anak. Juga banyak orang dari berbagai bangsa (bangsa campuran) ikut bersama mereka, baik kambing domba maupun lembu sapi, bahkan sangat banyak ternak.” Keluaran 12:37, 38. Kerumunan orang dari berbagai bangsa ini berulang kali menjadi batu sandungan bagi bangsa itu, karena ketaatan kepada Allah, yang telah membebaskan mereka, bukanlah tujuan utama mereka; sebaliknya, mereka sekedar hanya ingin terhindar dari penghakiman yang menimpa Mesir.

“Dalam kerumunan ini bukan hanya terdiri dari orang-orang yang digerakkan oleh iman kepada Allah Israel, tetapi juga, jauh lebih banyak lagi yang hanya ingin sekedar terhindar dari tulah, atau yang mengikuti jejak kerumunan yang bergerak hanya karena kegembiraan dan rasa ingin tahu. Golongan ini senantiasa menjadi penghalang dan jerat bagi Israel.” —Patriarchs and Prophets, hlm. 281.

PERINGATAN BAGI UMAT TUHAN SAAT INI

Dapatkah orang membawa api dalam gelumbung baju dengan tidak terbakar pakaiannya? Atau dapatkah orang berjalan di atas bara, dengan tidak hangus kakinya?” Amsal 6:27, 28.

“Tuhan memerintahkan Israel kuno untuk tidak kawin campur dengan bangsa-bangsa penyembah berhala di sekitar mereka. “Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki.” Alasannya telah dijelaskan. Hikmat yang Tak Terbatas, yang meramalkan akibat dari perkawinan semacam itu, menyatakan: “sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari pada-Ku, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera.”

‘Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya.’

Ulangan 7:3, 4, 6. (—Testimonies for the Church, vol. 5, hlm. 363.)

“Pria dan wanita yang biasanya bijak dan teliti malah menutup telinga terhadap nasihat ini; mereka tuli terhadap seruan dan permohonan teman, kerabat, dan hamba Tuhan. Ungkapan peringatan dianggap sebagai campur tangan yang kurang ajar, dan teman yang cukup setia untuk menyampaikan teguran diperlakukan sebagai musuh.” —Counsels for the Church, hlm. 120.

“Bangsa Israel, terutama bangsa campuran, akan terus-menerus cenderung memberontak terhadap Allah. Mereka juga akan menggerutu terhadap pemimpin mereka, dan akan mendukakannya dengan ketidakpercayaan dan kekeraskepalaan mereka, dan akan menjadi pekerjaan yang melelahkan dan menguji jiwa untuk memimpin mereka menuju Tanah Perjanjian. Dosa-dosa mereka telah menghilangkan perkenanan Allah, dan keadilan sedang menuntut kehancuran mereka. Karena itu, Tuhan bermaksud untuk menghancurkan mereka, dan menjadikan Musa bangsa yang perkasa….” —Patriarchs and Prophets, hlm. 318.

“Musa adalah gambaran Kristus. Sebagaimana pendoa syafaat Israel menutupi wajah-Nya, karena umat-Nya tak sanggup memandang kemuliaan-Nya, demikian pula Kristus, Sang Perantara ilahi, menutupi keilahian-Nya dengan kemanusiaan ketika Ia datang ke bumi. Seandainya Ia datang dengan mengenakan terang surgawi, maka Ia tak mungkin dapat menjangkau manusia dalam keadaan berdosa mereka. Mereka tak mungkin dapat tahan menghadapi kemuliaan hadirat-Nya. Karena itu, Ia merendahkan diri-Nya, dan dijadikan ‘serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa’ (Roma 8:3), agar Ia dapat menjangkau umat yang telah jatuh, dan mengangkat mereka.” —Patriarchs and Prophets, hlm. 318, 330.

Kemurtadan di Gunung Sinai mengakibatkan konsekuensi yang mengerikan bagi orang-orang yang terperangkap dalam kegilaan penyembahan berhala. Namun, itu belum semuanya. Kelemahan besar yang ditunjukkan oleh sang pemimpin ketika itu, yakni Harun, juga mengakibatkan hilangnya nyawa orang-orang beriman yang mencela kemurtadan tersebut. “Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, Sela. supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa.” Mazmur 67:2, 3. Amin.

Bacaan Minggu Sembahyang 2025 “DARI MESIR KE KANAAN (PERJALANAN BANGSA ISRAEL)”