IMAN YANG TAAT PADA RENCANA MASA DEPAN-NYA
“Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.” Ibrani 11:8.
“Setelah air bah, jumlah penduduk bumi kembali bertambah, dan kejahatan pun kembali meningkat. Penyembahan berhala menjadi hampir universal atau menyeluruh, dan Allah pun akhirnya membiarkan para pelanggar yang keras kepala itu mengikuti jalan jahat mereka, sementara, Dia memilih Abraham, dari garis keturunan Sem, dan menjadikannya penjaga hukum-Nya untuk generasi mendatang. Kepadanya datanglah pekabaran, “Pergilah dari negerimu, dari sanak saudaramu, dan dari rumah ayahmu, ke suatu negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu.” [Kejadian 12:1.] Dan karena iman, Abraham taat. “Ia pergi, tanpa tahu ke mana ia pergi.” [Ibrani 11:8 KJV.]” 18LtMs, Lt 188, 1903, par. 12.
“Hidup di tengah-tengah pencinta kepelesiran, dengan dikelilingi oleh pengaruh-pengaruh yang merusak indra dan membius serta menumpulkan pengertian rohani, ada bahaya dimana pengertian Abraham pun akan menjadi begitu kacau sehingga ia tidak akan lagi memiliki pemahaman akan kesucian kebenaran dan pengetahuan akan Allah yang benar. Maka Allah menyuruhnya meninggalkan rumah ayahnya. “Lalu Abraham taat dan pergi, dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.” [Ibrani 11:8.] Ketaatannya ini menyenangkan Tuhan. Dia melihat dalam diri Abraham sosok yang kepadanya Dia dapat mempercayakan kemampuan untuk melayani-Nya.” 14LtMs, Lt 109, 1899, par. 20.
“Banyak orang tidak mampu membuat rencana yang pasti untuk masa depan. Hidup mereka tidak menentu. Mereka tidak dapat memahami hasil dari berbagai hal, dan hal ini sering kali membuat mereka cemas dan gelisah. Marilah kita ingat bahwa kehidupan anak-anak Allah di dunia ini adalah bagai kehidupan seorang peziarah. Kita tidak memiliki hikmat untuk merencanakan hidup kita sendiri. Bukanlah tugas kita untuk membentuk masa depan kita. …Biarkanlah Allah yang merencanakannya bagimu…” MH 478.3, MH 479.2.
“Abraham diuji, untuk melihat apakah ia akan mendengar suara Allah dan taat. Allah melihat bahwa bukanlah demi kepentingan rohaninya yang terbaik untuk tetap tinggal di negerinya dan di antara kerabatnya di mana ia tidak dapat memberikan pengaruh yang akan menjadi berkat atas mereka. Ia menyuruhnya untuk meninggalkan mereka. Abraham adalah orang kaya, tetapi dalam kesederhanaannya yang luar biasa ia mau menaati Allah, dan pergi, sebagai seorang perantau, ke negeri asing. Ketika ia meninggalkan rumah dan kerabatnya, Allah meyakinkannya bahwa ia akan memiliki kebesaran dan kemakmuran duniawi di tanah Kanaan. Mengapa Abraham tidak menggunakan semua hartanya untuk mendatangkan kemakmuran ini? Mengapa ia tidak menginvestasikan hartanya untuk memperkaya dirinya dengan kekayaan dan pengaruh melebihi siapa pun yang berhubungan dengannya? Abraham tidak melakukan apa pun untuk memuliakan dirinya sendiri. Ia tidak mengincar kekuasaan. Ia tidak bercita-cita menjadi besar dengan membangun kota-kota dan menyebut mereka dengan namanya. Ia seorang yang bersyukur.” 14LtMs, Lt 109, 1899, par. 23.
“By faith Abraham, when he was called to go out into a place which he should after receive for an inheritance, obeyed; and he went out, not knowing whither he went.” Hebrews 11:8 (KJV).
“After the flood the people once more increased on the earth, and wickedness also increased. Idolatry became well-nigh universal, and the Lord finally left the hardened transgressors to follow their evil ways, while He chose Abraham, of the line of Shem, and made him the keeper of His law for future generations. To him the message came, “Get thee out of thy country, and from thy kindred, and from thy father’s house, unto a land that I will show thee.” [Genesis 12:1.] And by faith Abraham obeyed. “He went out, not knowing whither he went.” [Hebrews 11:8.] 18LtMs, Lt 188, 1903, par. 12.
“Living in the midst of pleasure lovers, surrounded by influences which corrupt the senses and stupefy and dull spiritual perception, there was danger of Abraham’s perception becoming so confused that he would not have a sense of the sacredness of truth and of the knowledge of the true God. So the Lord told him to leave his father’s house. “And Abraham obeyed and went out, not knowing whither he went.” [Hebrews 11:8.] His obedience pleased the Lord. He saw in Abraham one to whom He could entrust capabilities for His service.” 14LtMs, Lt 109, 1899, par. 20.
“Many are unable to make definite plans for the future. Their life is unsettled. They cannot discern the outcome of affairs, and this often fills them with anxiety and unrest. Let us remember that the life of God’s children in this world is a pilgrim life. We have not wisdom to plan our own lives. It is not for us to shape our future. …Let God plan for you…” MH 478.3, MH 479.2.
“Abraham was tested, to see whether he would hear the voice of God and obey. The Lord saw that it was not for his best spiritual interest to remain in his country and among his relatives where he could not exert that influence over them that would be a blessing. He told him to leave them. Abraham was a rich man, but in the greatest simplicity he obeyed God, and went out, a sojourner into a strange country. As he left his home and his kindred, God assured him that he would have earthly greatness and prosperity in the land of Canaan. Why did not Abraham make use of all his means to bring about this prosperity? Why did he not invest his means to enrich himself with wealth and influence above any man with whom he was brought in contact? Abraham did not do anything to glorify himself. He did not aim at power. He did not aspire to greatness by building up cities and calling them by his name. He was content.” 14LtMs, Lt 109, 1899, par. 23. ***